Saturday, August 29, 2020

Published August 29, 2020 by with 0 comment

Kisah Husein, Cucu Nabi yang Terbunuh Tragis pada 10 Muharram

Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya. Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati:

قال: أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار ذو الجناحين عمى! [او لم يبلغكم قول مستفيض فيكم: إن رسول الله ص قال لي ولأخي: هذان سيدا شباب أهل الجنة!] فإن صدقتموني بما أقول- وهو الحق- فو الله ما تعمدت كذبا مذ علمت أن الله يمقت عليه أهله، ويضر به من اختلقه، وإن كذبتموني فإن فيكم من إن سألتموه عن ذلك أخبركم، سلوا جابر بن عبد الله الأنصاري، أو أبا سعيد الخدري، أو سهل بن سعد الساعدي، أو زيد بن أرقم، أو أنس بن مالك، يخبروكم أنهم سمعوا هذه المقاله من رسول الله ص لي ولأخي. أفما في هذا حاجز لكم عن سفك دمي!


“Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku.

 

“Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu?

 

“Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku?

 

“Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku: “Keduanya adalah pemuka dari pemuda ahli surga”?

 

“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku, maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku.

 

“Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?”

 

Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari (5/425) dan Al-Bidayah wan Nihayah (8/193).

 

Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

 

Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi SAW. Apa masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat?

 

Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah bercerita bagaimana Sayidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram (‘Asyura).

 

Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup sambil memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. Shamir bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk minum.

 

Ibn Katsir menulis: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah, 8/204).

 

Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata: “Demi Allah! sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini.”

 

Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari itu. Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencata 4 ribu pasukan yang mengepung Husein, di bawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash.

 

Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning. Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan.

 

Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat itu masih hidup (Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein terbunuh tahun 61 H).

 

Salma bertanya: “Mengapa engkau menangis?”

 

Ummu Salamah menjawab: “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya ‘mengapa engkau wahai Rasul?’

 

Rasulullah menjawab: “Aku baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.’”

 

Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu. Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayidina Husein kelak masih berharap mendapat syafaat datuknya Rasulullah di padang mahsyar?

 

Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua.

Al-Fatihah...

 

Nadirsyah Hosen
Read More
      edit

Friday, August 28, 2020

Published August 28, 2020 by with 0 comment

Peristiwa Bersejarah Pada Tanggal 10 Muharram


1) Nabi Adam
‘Alayhissalam

Setelah beratus-ratus tahun lamanya Nabi Adam ‘Alayhissalam meminta ampunan dan bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala, maka pada hari yang bersejarah yaitu tanggal 10 Muharram Allah Subhanahu wata’ala telah menerima taubat Nabi Adam ‘Alayhissalam. Inilah salah satu penghormatan kepada Nabi Adam ‘Alayhissalam. Ratusan tahun bertobat. Begitu lama sekali Nabiyullah Adam ‘Alayhissalam melakukan tobat ini.

2) Nabi Idris ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, Nabi Idris ‘Alayhissalam telah dibawa ke langit sebagai tanda bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah menaikkan derajat beliau.

3) Nabi Nuh ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, perahu Nabi Nuh ‘Alayhissalam mulai berlabuh, karena banjir yang melanda seluruh alam di mana hanya ada 40 keluarga saja yang ikut. Kita ini merupakan anak cucu dari 40 keluarga tersebut, dan ini merupakan penghormatan kepada Nabi Nuh ‘Alayhissalam karena 40 keluarga ini saja yang selamat dan dipilih oleh Allah Subhanahu wata’ala. Selain 40 keluarga itu, mereka adalah orang-orang yang ingkar kepada Nabi Nuh ‘Alayhissalam.

4) Nabi Ibrahim ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, Nabiyullah Ibrahim ‘Alayhissalam diangkat sebagai kekasih Allah (khalilulah) dan juga hari di mana Nabi Ibrahim diselamatkan dari api yang dinyalakan oleh Raja Namrud. Nabi Ibrahim ‘Alayhissalam diberi penghormatan dengan cara Allah memerintahkan kepada api supaya menjadi dingin dan tidak membakar Nabi Ibrahim ‘Alayhissalam, hingga selamatlah Nabi Ibrahim ‘Alayhissalam dari kekejaman Namrud. Sungguh sesuatu yang di luar nalar manusia, namun begitulah adanya, api dicipta oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Allah sajalah yang mampu menundukkannya.

5) Nabi Daud ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, Allah Subhanahu wata’ala menerima taubat Nabi Daud ‘Alayhissalam. Seperti riwayat yang telah ada bahwa Nabi Daud ‘Alayhissalam ini sudah memiliki istri 99 orang, namun karena masih ingin memiliki istri lagi, maka istri orang hampir saja direbutnya. Untung saja Nabi Daud ‘Alayhissalam segera ditegur oleh Malaikat yang diutus oleh Allah Subhanahu wata’ala. Malaikat ini menyamar sebagai manusia bisa dan menyindir atas perbuatan Nabi Daud Alayhissalam. Oleh karenanya, sadarlah Nabi Daud ‘Alayhissalam atas perbuatannya dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Sebagai penghormatan kepada Nabi Daud ‘Alayhissalam, maka Allah Subhanahu wata’ala mengampuni beliau pada tanggal 10 Muharram.

 6) Nabi Isa ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, Allah Subhanahu wata’ala mengangkat Nabi Isa ‘Alayhissalam ke langit. Dan Allah Subhanahu wata’ala menukar Nabi Isa ‘Alayhissalam dengan Yahuza. Ini adalah suatu bentuk penghormatan kepada Nabi Isa ‘Alayhissalam dari kekejaman kaum Bani Israil.

 7) Nabi Musa ‘Alayhissalam dengan Tongkat yang Menjadi Ular Besar

Pada tanggal 10 Muharram, Allah Subhanahu wata’ala telah menyelamatkan Nabi Musa dari kekejaman Raja Fir'aun dengan mengaruniakan mukjizat. Mukjizatnya adalah tongkat yang dapat menjadi ular besar yang memakan semua ular-ular para ahli sihir Fir'aun.

8) Nabi Musa ‘Alayhissalam dengan Tongkat Membelah Lautan

Pada tanggal 10 Muharram, Nabi Musa ‘Alayhissalam diberi mukjizat untuk membelah lautan untuk dilalui tentara Nabi Musa ‘Alayhissalam dan pada tanggal itu pula Fir'aun ditenggelamkan di tengah lautan. Mukjizat yang dikaruniakan Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Musa ‘Alayhissalam ini merupakan satu penghormatan kepada Nabi Musa ‘Alayhissalam. Nabi Musa ‘Alayhissalam dengan Haman dan Qarun. Pada tanggal 10 Muharram, doa Nabi Musa as untuk mengubur semua harta Qarun dikabulkan oleh Allah Subhanahu wata’ala.

 9) Nabi Yunus ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram Nabi Yunus ‘Alayhissalam telah dikeluarkan dari perut ikan Nun setelah berada dalam perut ikan selama 40 hari. Allah Subhanahu wata’ala telah memberikan hukuman secara tidak langsung kepada Nabi Yunus ‘Alayhissalam dengan cara ikan Nun menelannya. Namun pada akhrinya Allah Subhanahu wata’ala menerima tobat beliau dan mengeluarkannya dari perut ikan itu.

10) Nabi Sulaiman ‘Alayhissalam

Pada tanggal 10 Muharram, Allah Subhanahu wata’ala telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman. Tanggal itu merupakan suatu penghormatan kepada beliau. Akhirnya sebagai bentuk rasa syukur, Nabi Sulaiman berpuasa dan beriibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Read More
      edit

Thursday, August 27, 2020

Published August 27, 2020 by with 0 comment

Soal Jawab Amalan Hari Asyura


Soal:

Setiap hari Asyura atau tanggal sepuluh Muharram, umat Islam banyak melakukan tradisi Islami yang baik. Apakah hal tersebut ada keterangannya dalam kitab para ulama yang mu’tabar dan diperakui?

 

Jawab:

Ya jelas banyak, antara lain dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi, dan penjelasan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut:

 

فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ

 

Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan:

 

1) Puasa

2) Memperbanyak ibadah shalat

3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan famili

4) Berziarah kepada ulama

5) Menjenguk orang sakit

6) Memakai celak mata

7) Mengusap kepala anak yatim

8) Bersedekah kepada fakir miskin

9) Mandi

10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa

11) Memotong kuku

12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali.

 

Soal:

Maaf, itu kan keterangan dari ulama muta’akhkhirin, bukan ulama ahli hadits terdahulu. Kami ingin keterangan dari ulama ahli hadits masa lalu? Karena kami khawatir itu justrru tradisi Syiah, bukan Ahlussunnah wal Jama’ah.

 

Jawab:

Justru menurut ulama ahli hadits terdahulu, tradisi Asyura lebih banyak dari pada keterangan di atas. Misalnya seperti yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, yang menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis sebagai berikut:

 

اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.

 

Beberapa faedah amalan soleh pada hari Asyura:

 

1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakit selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

2) Bersedekah kepada fakir miskin.

3) Mengusap kepala anak yatim.

4) Memberi buka orang yang berpuasa.

5) Memberi minuman kepada orang lain.

6) Mengunjungi saudara seagama.

7) Menjenguk orang sakit.

8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orangtua.

9) Menahan amarah dan emosi.

10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.

11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.

12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.

13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.

14) Berjabat tangan dengan orang yang dijumpainya.

15) Memperbanyakkan membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

 

Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.

 

Soal:

Sebagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?

 

Jawab:

Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.

 

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. (حديث صحيح، رواه الطبرانى، والبيهقى).

 

“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).

 

Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:

 

وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).

 

“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).

 

Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.

 

Soal: Apa tujuan mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?

 

Jawab: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. (رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح).

 

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau bersabda: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad [9018]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya adalah para perasi hadits shahih.” Lihat, al-Hafizh al-Dimyathi, al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259 [1507]).

 

Perhatikan, dalam hadits di atas, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada kaum miskin termasuk kita bagi mengatasi hati yang keras. Kita perhatikan, orang yang tidak suka mengusap kepala anak yatim, dan membid’ahkan orang yang gemar kenduri selamat, hatinya selalu keras, meskipun ribuan dalil disampaikan, masih saja hatinya menolak kebenaran. Hadaanallaahu waiyyaakum. Amin.

 

Wallahu a’lam.

Read More
      edit

Wednesday, August 26, 2020

Published August 26, 2020 by with 0 comment

Puasa Asyura dan Tasu'a


Anjuran Puasa ‘Asyura (10 Muharram)

Dari Abu Musa al Asy’ari ra, beliau berkata:

 كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَعُدُّهُ الْيَهُوْدُ عِيْدًا، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصُوْمُوْهُ أَنْتُمْ

“Dulu hari Asyura’ dijadikan orang Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi Saw bersabda, “Puasalah kalian.” (HR Bukhari).

 Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata:

 مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ

“Tidak pernah aku melihar Nabi Saw sengaja berpuasa pada suatu hari yang beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari ‘Asyura dan bulan ini, yakni bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Qatadah al Anshari ra, beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

 وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

“Adapun puasa pada hari ‘Asyura, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR Muslim).

 Keterangan:

Puasa ‘Asyura merupakan puasa pertama yang diwajibkan dalam Islam, sebelum puasa Ramadhan disyariatkan.

Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz ra, beliau berkata:

 أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الْأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ، مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ. فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الْإِفْطَارِ

“Suatu pagi di hari ‘Asyura, Rasulullah Saw mengirim utusan ke perkampungan orang Anshar yang berada di sekitar Madinah untuk menyampaikan pengumuman: “Barangsiapa yang (sudah) berpuasa sejak pagi hari hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Barangsiapa yang tidak berpuasa, hendaklah ia berpuasa setelah mendengar pengumuman ini.” (Rubayyi’ berkata) “Sejak saat itu kami berpuasa di hari ‘Asyura dan kami suruh pula anak-anak kecil kami (untuk berpuasa), insya Allah. Kami bawa mereka ke masjid dan kami buatkan untuk mereka mainan yang terbuat dari bulu. Apabila ada di antara mereka yang menangis minta makan, maka kami berikan mainan itu padanya. Begitu seterusnya hingga tiba waktu berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).

 Setelah Allah mewajibkan puasa Ramadhan, maka puasa ‘Asyura menjadi puasa sunnah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan ‘Aisyah ra:

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ. فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

“Dulu hari ‘Asyura dijadikan sebagai hari berpuasa oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah dan Rasulullah Saw melaksanakannya. Ketika beliau sudah tinggal di Madinah beliau tetap melaksanakannya dan memerintahkan orang-orang untuk melaksanakannya pula. Setelah diwajibkan puasa Ramadhan beliau meninggalkannya. Maka barangsiapa yang ingin puasa (‘Asyura) silakan berpuasa, dan barangsiapa yang tidak mau silakan meninggalkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Anjuran Puasa Tasu’a (9 Muharram)

Dari Ibnu Abbas ra, beliau bercerita:

 حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Saat Rasulullah berpuasa pada hari 'Asyura dan (beliau) juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw wafat.” (HR Muslim).

Adakah Anjuran untuk Berpuasa pada Tanggal 11 Muharram?

Sebagian ulama berpendapat dianjurkan melaksanakan puasa pada tanggal 11 Muharram, setelah puasa ‘Asyura. Hal ini berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw:

 صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَخَالِفُوْا فِيْهِ الْيَهُوْدَ؛ صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura, dan selisihilah kaum Yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR Ahmad, al Humaidi dalam Musnad-nya, dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya).[1]

Hadits ini juga dikuatkan oleh hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam Sunan al Kubra dengan lafazh:

صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

“Puasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.”

Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani menjelaskan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al Baihaqi ini sanadnya dhaif karena ada seorang rawi bernama Muhammad bin Abi Laila yang dipandang lemah. Akan tetapi dia tidak sendirian. Hadits ini memiliki jalur penguat dari Shalih bin Abi Shalih bin Hay.

Sebagian ulama ada yang begitu ketat untuk tidak menggunakan hadits dhaif dalam hal apapun, sehingga mereka menyatakan bahwa puasa pada tanggal 11 Muharram itu tidak disyariatkan. Namun perlu diingat bahwa puasa pada tanggal 11 Muharram bisa saja diniatkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram atau untuk menggenapkan puasa 3 hari dalam setiap bulan. Tentu saja hal yang demikian itu tidak mengapa. Bahkan, orang yang melaksanakan puasa dengan cara demikian dipandang sebagai orang yang melakukan amalan sunnah dan insya Allah terhitung sebagai shiyam dahr.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

 وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ

“Puasalah 3 hari dalam setiap bulan. Sesungguhnya amal kebajikan itu ganjarannya 10 kali lipat, seolah ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i).

Memang puasa 3 hari dalam setiap bulan itu disunnah dilaksanakan pada ayyam al bidh (hari-hari putih), yakni tanggal 13, 14 dan 15 dari bulan Hijriyah. Hal ini berdasarkan hadits yang bersumber dari Abi Dzar ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

 يَا أَبَا ذَرٍِّ، إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؛ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

“Wahai Abi Dzar, jika engkau ingin berpuasa 3 hari pada setiap bulan, maka berpuasalah pada hari ke-13, 14, dan 15.” (HR Turmudzi, dan beliau mengatakan hadits hasan).

Dari Jabir bin Abdullah ra, ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ، وَأَيَّامُ الْبِيْضِ صَبِيْحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

“Puasa 3 hari setiap bulan adalah puasa dahr (puasa setahun). Dan puasa ayyam al bidh (hari-hari putih) adalah (puasa pada) hari ke-13, 14 dan 15.” (HR Nasa’i).

 Keterangan:

Bagaimana Hukum Jika Shiyam al Dahr Tidak Dilaksanakan Pada Ayyam al Bidh?

Hukumnya, boleh. Shiyam al Dahr tidak mengapa dilaksanakan di luar Ayyam al Bidh. Ia bisa dilaksanakan di awal bulan ataupun di akhir bulan, atau pada hari-hari yang kita bisa melaksanakannya. Dalilnya adalah hadits shahih berikut ini:

 عَنْ يَزِيدَ الرِّشْكِ قَالَ حَدَّثَتْنِي مُعَاذَةُ الْعَدَوِيَّةُ أَنَّهَا سَأَلَتْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؟ قَالَتْ نَعَمْ. فَقُلْتُ لَهَا مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كَانَ يَصُومُ؟ قَالَتْ لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِنْ أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ

“Dari Yazid al Risyk, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Mu’adzah al Adawiyah, bahwa ia (pernah) bertanya kepada ‘Aisyah istri Nabi Saw, “Apakah Rasulullah Saw (biasa) berpuasa 3 hari dalam setiap bulan?” ‘Aisyah menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Pada tanggal berapa saja beliau berpuasa (3 hari setiap bulan)?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak terlalu mempersoalkan hal itu.” (HR Muslim).

Di samping itu, melaksanakan puasa 3 hari (9, 10, dan 11) pada bulan Muharram masuk dalam cakupan hadits yang menganjurkan untuk memperbanyak puasa selama di bulan Muharram, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits:

 أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمُ

“Sebaik-baik puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram.” (HR Muslim).

 Tingkatan Puasa Terkait dengan Puasa ‘Asyura

Ibnul Qayyim Jauziyyah dalam Zadul Ma’ad, 2/72, mengatakan ada 3 tingkatan puasa terkait puasa ‘Asyura:

 a. Tingkat paling sempurna, yakni puasa sebanyak 3 hari (9, 10, dan 11 Muharram).

b. Tingkat kedua, yakni puasa sebanyak 2 hari (9 dan 10 Muharram).

c. Tingkat ketiga, yakni puasa hanya 1 hari (10 Muharram).

 Wallahu a’lam

 


[1] Sebagian ulama menilai hadits ini dhaif (lemah).

Read More
      edit