Sunday, October 27, 2019

Published October 27, 2019 by with 0 comment

Hal-hal Sunnah Dilakukan untuk Orang yang Sakaratul Maut

Beberapa hal yang sunnah dilakukan terhadap muhtadhar (orang yang sakit parah yang membawa pada kematian) pada saat detik-detik sakaratul mautnya:
 
1. Mengahdapkannya ke arah kiblat
Hal ini bisa dilakukan dengan cara membaringkannya pada lambung sebelah kanan (kepala di bagian utara). Jika tidak mampu maka dengan membaringkan pada lambung kirinya (kepala di selatan). Dan bila hal ini tidak mampu juga maka dengan posisi menelentang dan memberi sejenis bantal di kepalanya agar bisa menghadap kiblat.
 
2. Membacakan surat Yasin dengan keras dan surat Ar-Ra’du dengan lirih
Ini dilakukan jika keduanya mungkin dibaca. Namun jika hanya mungkin membaca salah satunya saja, maka bacakan surat Yasin untuk mengingatkannya pada urusan akhirat. Jika muhtadhar  sudah tidak mempunyai perasaan, maka yang lebih utama dibacakan adalah surat Ar-Ra’du, untuk mempermudah keluarnya ruh.
 
Terdapat keterangan dalam kitab Raudhatut Thalibin (II/97) sebagai berikut:
 
ويستحب أن يقرأ عند سورة ( يس ) واستحب بعض التابعين سورة ( الرعد ) أيضا
 
Dan disunnahkan membacakan surat Yasin pada orang yang sakit keras (sakaratul maut), dan  sebagian tabi’in juga mensunnahkan untuk dibacakan padanya surat Ar-Ra’du.
 
وفي رباعيات أبي بكر الشافعي: ما من مريض يقرأ عند يس إلا مات ريانا، وأدخل قبره ريانا، وحشر يوم القيامة ريانا. قال الجاربردي: ولعل الحكمة في قراءتها أن أحوال القيامة والبعث مذكورة فيها، فإذا قرئت عليه تجدد له ذكر تلك الاحوال. (وقوله: والرعد) أي ويسن أن يقرأ عنده الرعد أي لقول جابر بن زيد: فإنها تهون عليه خروج الروح.
 
Dalam seperempat bahasan milik Abu Bakar Asy-Syafi’i dijelaskan: “Tidak seorang pun yang sakit (keras) yang dibacakan padanya surat Yasin kecuali ia akan meninggal dunia dalam keadaan lega, saat memasuki kuburnya juga lega, saat digiring pada hari kiamat juga lega.” Imam Al-Jarbardi berkata, “Hikmah membacakan Yasin adalah sesungguhnya keadaan hari kiamat dan kebangkitan disebut dalam surat tersebut, maka saat dibacakan dapat memperbaharui ingatannya kembali tentangnya.” Disunnahkan juga membacakan surat Ar-Ra’du berdasarkan riwayat dari Jabir bin Zaid, Sesungguhnya surat Ar-Ra’du dapat memudahkan keluarnya ruh.”
 
Juga terdapat penjelasan sebagai berikut:
 
وروي. ما من ميت يقرأ عنده يس إلا هون الله عليه. ويستحب - إذا احتضر الميت - أن يقرأ عنده أيضا سورة الرعد فإن ذلك يخفف عن الميت سكرة الموت، وإنه أهون لقبضه، وأيسر لشأنه.
 
Dalam sebuah riwayat dijelaskan, “Tidaklah seorang yang (hendak) meninggal dunia saat dibacakan Yasin kecuali Allah memudahkannya”. Disunnahkan juga saat menjemput kematian dibacakan surat Ar-Ra’du karena yang demikian dapat meringankannya dari sakaratul maut, mempermudah tercabutnya ruh, dan meringankan keadaannya. (Lihat: Hasyiyah Ianah At-Thalibiin, II/107,164)
 
3. Menalqinnya dengan kalimat “Laa ilaaha illallaah
Nabi Saw bersabda:
 
« مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ »(رواه الحاكم)
 
Barangsiapa yang akhir hayatnya membaca لا اله الاالله maka ia akan masuk surga.” (HR al-Hakim)
 
Terdapat keterangan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami (I/449) sebagai berikut:
 
Tetapi ada juga yang menyarankan cukup membisikkan terus kalimat Allah, Allah, Allah, Allah Allah... Ketika mendampingi seseorang yang sedang sakaratul maut, karena itu lebih mudah bagi mereka. Cukup kalimat pendek tersebut sebagai ganti talqin, karena dikhawatirkan bacaan La ilaha illallah terputus di tengah jalan menjadi Laa Ilaaha”, sebab kondisi mereka yang sudah kepayahan mendekati ajal.
 
Menurut qaul sahih penalkinan dilakukan satu kali (tidak perlu diulangi), kecuali bila muhtadhar setelah ditalkin berbicara lagi, sekalipun yang dibicarakan itu masalah ukhrawi. Pada saat yang semacam itu  maka talkin sunnah untuk diulang kembali. Menurut Imam As-Shamiri talkin tidak sunnah diulangi selama muhtadhar tidak membicarakan urusan duniawi. Talkin untuk seorang muslim tidak memakai lafal tasbih dan ashadu, kedua lafadz tersebut digunakan untuk mentalkin orang kafir yang diharapkan masuk Islam.
 
Orang yang melakukan talkin disunnahkan bukan ahli waris, bukan musuhnya, atau orang yang hasud/iri kepadanya. Hal ini bertujuan untuk menghindari dugaan bahwa mereka mengharapkan kematian muhtadhar. (Lihat: Nihayatuz Zain, 147)
 
Jika yang ada hanya ahli waris, maka hendaknya yang menalkin adalah ahli waris yang paling sayang kepadanya. (Lihat: Qulyubi, juz 1, 321)
 
4. Memberi minum kepada muhtadhar
Hal ini disunnahkan, terutama bila ada tanda bahwa ia meminta minum. Sebab pada waktu itu setan menawarkan minum yang akan ditukar dengan keimanan.
 
Wallahu a’lam
      edit

0 comments:

Post a Comment