Saturday, March 14, 2020

Published March 14, 2020 by with 0 comment

Shalat Sendiri di Belakang Shaf, Bagaimana Hukumnya?

Dalam shalat berjamaah ada yang ikut shalat sejak dari awal dan ada pula yang terlambat satu atau dua rakaat. Akibat keterlambatannya itu terkadang ia tidak mendapatkan shaf dengan jamaah lainnya. Oleh sebab itu, ia pun akan berada di shaf belakang dan sendirian. Lalu, secara fiqih bagaimana hukum shalatnya seseorang yang berada di shaf belakang sendirian?
 
Menurut Syekh Ali Jum’ah sebagaimana yang tertulis di Darul Ifta’ AlMisriyah menyebutkan:
 
وصلاة المنفرد خلف الصف إذا كانت لعذر -كأن لم يجد من يصف معه- صحيحة، فإذا انتفى العذر، فإنها تكون صحيحة مع الكراهة.
 
“Shalatnya orang yang sendiri di belakang shaf jika karena uzur, yakni tidak menemukan orang yang satu shaf dengannya, maka shalatnya sah. Jika tidak ada uzur, maka shalatnya sah disertai makruh.”
 
Adapun yang menjadi dalilnya adalah hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari, riwayat Abu Bakrah ra, bahwa ia suatu saat terlambat shalat berjamaah bersama Nabi Saw. Waktu itu, Nabi Saw sudah posisi ruku’. Maka Abu Bakrah ra langsung melakukan ruku’ sebelum ia sampai di shaf (maksudnya, ia membuat shaf sendiri di belakang). Lalu peristiwa itu disampaikan kepada Nabi Saw dan beliau pun bersabda:
 
زَادَكَ اللهُ حِرْصًا، وَلا تَعُدْ
 
“Allah telah memberikan kamu kesempatan. Kamu tidak perlu mengulangi shalatmu.”
 
Dari hadits ini kita bisa melihat bahwa Rasulullah Saw menolelir sahabatnya yang berada di shaf belakang sendirian tanpa disuruh mengulangi shalatnya. Artinya, shalatnya tetap sah.
 
Namun, di hadits lain yang diriwayatkan Imam Al-Thabrani justru disebutkan hal yang berbeda. Yakni informasi dari Wabishah bin Ma’bad ra:
 
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وآله وسلم رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي خَلْفَ الصَّفِّ وَحْدَهُ فَأَمَرَهُ أَنْ يُعِيدَ الصَّلاةَ”
 
Bahwasannya Rasulullah Saw pernah melihat seorang laki-laki yang sedang shalat di belakang shaf sendirian. Lalu beliau memerintahkannya untuk mengulangi shalatnya.
 
Menurut penjelasan Syekh Ali Jumah, perintah Nabi Saw dalam hadits yang kedua ini bukanlah wajib, tetapi sunnah. Di sini Syekh Ali Jum’ah mencoba mengompromikan dua hadits yang seakan bertentangan tersebut. Sehingga, orang yang berada di shaf belakang sendirian saat jamaah itu tetap sah shalatnya. Baik disengaja atau tidak. Hanya saja, disunnahkan mengulang shalatnya sebagaimana teks hadits yang kedua tersebut.
 
Di sisi lain, menurut ulama madzhab Hanbali, orang yang shalat di belakang shaf secara sendirian dengan tanpa adanya uzur, atau melakukannya dengan sengaja, maka shalatnya dihukumi batal. Yang mereka jadikan dalil adalah hadits yang bersumber dari Wabishah bin Ma’bad ra di atas. Sedangkan jika kasusnya seseorang itu berada di shaf belakang karena tidak ada tempat lagi, maka ulama fiqih berbeda pendapat dalam menyikapinya.
 
Menurut ulama madzhab Maliki dan salah satu dari pendapat ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa seseorang yang berada di shaf sendirian tersebut hendaknya tetap berdiri di belakang shaf. Dia tidak boleh menarik salah satu makmum di depannya untuk menemani dirinya berdiri di shaf belakang. Hal ini disebabkan karena otomatis orang yang berada di depan tersebut meninggalkan keutamaan shaf bagian depan.
 
Bahkan ulama madzhab Maliki menambahkan pendapat bahwa jika seseorang yang berada di belakang shaf tersebut menarik makmum yang berada di depannya, maka makmum tersebut boleh untuk menolaknya, yakni tidak menaati orang yang berada di saf belakang. Pendapat ini juga dipegang oleh salah seorang ulama madzhab Hanafi, yakni Imam Al-Kamal bin Al-Hamam.
 
Adapun menurut ulama madzhab Hanafi dan pendapat shahih yang dipegangi oleh ulama madzhab Syafi’i, disunnahkan baginya untuk menarik seseorang yang berada di shaf depannya untuk menemaninya di shaf belakang. Namun hal ini bisa dilakukan dengan syarat orang yang ditarik itu dapat dipastikan paham dengan isyarat kita dan bersedia berpindah shaf ke belakang dengan cara berjalan mundur satu langkah demi satu langkah, tidak boleh langsung melakukan tiga langkah sekaligus, karena hal itu dapat membatalkan shalat, disebabkan ia melakukan tiga gerakan berturut-turut. Jika ia tidak dapat dipastikan mau atau paham dengan isyarat itu, maka tidak perlu menarik orang yang ada di depan shaf, khawatir justru malah menimbulkan fitnah.
 
Sedangkan menurut ulama madzhab Hanbali, orang yang berada di shaf paling belakang tersebut hendaknya berdiri di samping imam jika memungkinkan. Jika tidak, maka ia memberi peringatan kepada seseorang untuk mau berdiri di sampingnya. Jika tidak menemukan seseorang, maka ia shalat di belakang sendiri. Dan dimakruhkan untuk menarik seseorang yang ada di depan shafnya. Bahkan imam Ahmad dan Ishaq mengangap buruk hal itu.
 
Dengan demikian, maka orang yang berada di shaf paling belakang sendirian ketika berjamaah, shalatnya tetap sah menurut kesepakatan ulama fiqih. Dengan syarat ia tidak ada pilihan lain selain hal itu. Dan madzhab Hanafi dan Syafii memperbolehkan ia menarik seseorang yang berada di shaf depannya dengan syarat orang tersebut sudah setuju untuk mau ditarik ke belakang, misalnya memang temannya, dan dia paham jika hal itu diperbolehkan. Dan bukan orang yang tidak ia kenal. Namun, jika ia tidak dapat memastikan orang yang berada di shaf depan dapat ditarik atau tidak, maka ia tidak perlu menarik teman dari shaf depan. Hal ini sebagai bentuk adab terhadap madzhab yang berpendapat tidak memperbolehkan menarik dari shaf depan serta menolak terjadinya fitnah.
 
Wallahu a’lam...
      edit

0 comments:

Post a Comment