a. Hadits tentang Ziarah Kubur
Hadits Buraidah ra riwayat Imam Muslim, Abu Dawud, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Turmudzi:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ
Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh aku telah melarang kalian ziarah kubur, dan (sekarang) telah diizinkan kepada Muhammad untuk berziarah kubur ibunya, maka ziarahlah kalian ke kubur, karena ziarah kubur itu dapat mengingatkan akhirat.”
b. Pengertian Ziarah Kubur
Ziarah artinya datang untuk bertemu. Kubur artinya tempat untuk menguburkan manusia. Dengan demikian ziarah kubur adalah: mendatangi (menziarahi) seseorang yang telah dikuburkan (dikebumikan) di dalam kubur.
Mengapa mendatangi orang yang sudah dikubur itu disebut ziarah? Berikut jawaban Syekh Ibnul Qayyim Jauziyah dalam kitab ar-Ruh:
وَيَكْفِيْ فِيْ هَذَا تَسْمِيَّةُ الْمُسْلِمِ عَلَيْهِمْ زَائِرًا، وَلَوْلاَ أَنَّهُمْ يَشْعُرُوْنَ بِهِ لَمَّا صَحَّ تَسْمِيَّتُهُ زَائِرًا فَإِنَّ الْمُزَوَّرَ إِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِزِيَارَةِ مَنْ زَارَهُ لَمْ يَصِحْ أَنْ يُقَالَ زَارَهُ، هَذَا هُوَ الْمَعْقُوْلُ مِنَ الزِّيَارَةِ عِنْدَ جَمِيْعِ اْلأَمَمِ
“Cukup sudah keterangan di atas, untuk menamakan seorang yang mengucapkan salam kepada mereka disebuta zair (orang yang berziarah), jika saja mereka (penghuni kubur) tidak merasa dengan datangnya seorang yang mengucapkan salam maka tidak disebut zair, karena orang yang diziarahi apabila tidak mengetahui orang yang menziarahi, maka tidak bisa dikatakan ia telah menziarahi (mendatangi)nya, inilah yang masuk akal dari arti ziarah menurut semua umat.”
Beliau juga menjelaskan:
وَالسَّلَفُ مُجَمَّعُوْنَ عَلَى هَذَا وَقَدْ تَوَاتَرَتْ الآثَارُ عَنْهُمْ بِأَنَّ الْمَيِّتَ يَعْرِفُ زِيَارَةَ الْحَيِّ لَهُ وَيَسْتَبْشِرُ بِهِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍِ عَبْدُ اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنُ أَبِى الدُّنْيَا فِي كِتَابِ الْقُبُوْرِ، بَابِ مَعْرِفَةِ الْمَوْتَى بِزِيَارَةِ اْلأَحْيَاءِ ... عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ : مَا مِنْ رَجُلٍ يَزُوْرُ قَبْرَ أَخِيْهِ وَيَجْلِسُ عِنْدَهُ إِلاَّ اِسْتَأْنَسَ بِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ حَتَّى يَقُوْمَ
“Ulama salaf telah sepakat atas semua ini, dan atsar-atsar dari mereka telah mutawatir, bahwasanya mayit mengetahui ziarahnya orang hidup kepadanya dan ia merasa senang dan gembira atas ziarah itu. Abu Bakar, (yakni) Abdullah bin Muhammad bin Ubaidillah bin Abid Dun-ya dalam kitabnya al-Kubur, bab orang mati mengetahui ziarahnya orang hidup, meriwayatkan ... dari Aisyah ra ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seorang lelaki yang menziarahi kubur saudaranya dan duduk di samping (makam)nya, kecuali ia merasa senang atas (ziarahnya) itu dan ia akan membalas salamnya sampai lelaki tersebut berdiri.”
c. Hukum Ziarah Kubur Bagi Laki-laki
Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, V/281, berkata:
أَمَّا اْلأَحْكَامُ فَاتَّفَقَتْ نُصُوْصُ الشَّافِعِيُّ وَاْلأَصْحَابُ عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلرِّجَالِ زِيَارَةُ الْقُبُوْرِ، وَهُوَ قَوْلُ الْعُلَمَاءِ كَافَّةً، نَقَلَ الْعَبْدَرِيُّ فِيْهِ إِجْمَاعَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Adapun hukum ziarah kubur, maka telah sepakat nash-nash Imam Syafi’i dan para pengikut (ashab)-nya bahwa ziarah kubur disunnahkan bagi laki-laki, ini adalah pendapat seluruh ulama, bahkan Imam al-Abdari menyebutnya sebagai telah disepakati (ijma’) ulama...”
d. Hukum Ziarah Kubur Bagi Perempuan
Hadits Aisyah ra, diriwayatkan Imam Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قُلْتُ : كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ قُولِي السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
Dari Aisyah ra yang berkata, “Aku bertanya, “Bagaimana aku berkata kepada mereka ya Rasulallah?” Beliau Saw menjawab, “Katakanlan: “Assalaamu ‘alaa ahlid diyaari...” (Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insyaallah akan menyusul kalian semua).”
Hadits Aisyah ra, diriwayatkan Imam al-Hakim dan Baihaqi:
أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ تَزُوْرُ قَبْرَ عَمِّهَا حَمْزَةَ كُلَّ جُمْعَةٍ فَتُصَلِّى وَتَبْكِى عِنْدَهُ
“Bahwasanya Fathimah binti Rasulullah Saw menziarahi kubur pamannya Hamzah setiap hari Jumat. Ia mendoakan dan menangis di sisinya.”
Hadits Anas bin Malik ra, riwayat Imam Bukhari, Muslim, Nasa’i, Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ اتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
“Dari Anas bin Malik ra berkata, “Nabi Saw pernah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Maka beliau berkata, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Wanita itu berkata, “Menjauhlah engkau dariku, karena engkau tidak mengalami musibah seperti yang menimpaku.” Wanita itu tidak mengetahui jika yang menasehati itu adalah Nabi Saw. Lalu dikatakan padanya, “Sesungguhnya orang tadi adalah Nabi Saw.” Wanita itu kemudian mendatangi rumah Nabi Saw dan ia tidak menemukan penjaga pintu. (Setelah bertemu) ia berkata, “(Maaf), tadi aku tidak mengenalmu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya sabar itu pada kesempatan pertama (saat datang musibah).”
Berdasarkan
dalil-dalil di atas maka perempuan dibolehkan melakukan ziarah kubur,
asalkan tidak terjadi di dalamnya hal-hal yang diharamkan oleh Allah
Swt. Sedangkan untuk ziarah ke makam Rasulullah Saw atau ke makam para
aulia Allah, dihukumi sunnah.
e. Hukum Bepergian untuk Ziarah Kubur
Sebagian orang ada yang mengharamkan melakukan perjalanan untuk ziarah. Hal itu terjadi karena mereka salah paham dengan hadits berikut:
وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ، إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ
“Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan Masjidku (Masjid Nabawi)." (HR Bukhari)
Hadits
tersebut tidaklah melarang untuk melakukan perjalaan dengan tujuan
ziarah kubur. Yang dilarang di dalam hadits tersebut adalah melakukan
perjalanan menuju masjid-masjid selain Masjidil Haram, Masjidil Aqsha
dan Masjid Nabawi, dengan pemahaman bahwa di masjid yang dituju itu ada
keutamaan untuk shalat di dalamnya. Padahal tidak ada masjid yang
memiliki keutamaan selain tiga masjid yang disebutkan Nabi Saw dalam
hadits riwayat Imam Bukhari di atas. Artinya, di masjid mana pun kita
shalat di dunia ini maka pahala dan keutamaannya sama, kecuali di tiga
masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjid Nabawi.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi berkata:
وَالْمُرَادُ أَنَّ الْفَضِيْلَةَ التَّامَّةِ إِنَّمَا هِيَ فِيْ شَدِّ الرِّحَالِ إِلَى هَذِهِ الثَّلاَثَةِ خَاصَّةً، وَهَذَ الَّذِيْ إِخْتَارَهُ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَالْمُحَقِّقُوْنَ
“Maksud dari hadits tersebut adalah sungguh fadhilah yang sempurna hanya terdapat dalam perjalanan ke tiga masjid ini. Inilah pendapat yang dipilih oleh Imam Haramain dan muhaqqiqin.” (Lihat: Ad-Dibaj ‘ala Muslim, Juz III, h. 387)
Bahkan Imam al-Ghazali berkata:
وَالْحَدِيْثُ إِنّمَا وَرَدَ فِي الْمَسَاجِدِ وَلَيْسَ فِيْ مَعْنَاهَا الْمَشَاهِدُ، لِأَنَّ الْمَسَاجِدَ بَعْدَ الْمَسَاجِدِ الثَّلَاثَةِ مُتَمَاثِلَةٌ
“Dan hadits tersebut hanya menjelaskan tentang masjid saja dan tidak mencakup masyahid (makam dan petilasan), karena masjid-masjid selain ketiga masjid tersebut (fadhilahnya) sama.” (Lihat: Ihya’ ‘Ulumiddin, Juz II h. 332)
Dalam sebuah hadits tentang kisah kematian Nabi Musa yang diceritakan Nabi Saw. Di akhir cerita, Nabi Muhammad bersabda kepada para sahabat:
فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيْقِ عِنْدَ الْكَثِيْبِ الْأَحْمَرِ
"Seandainya aku ke sana, pasti akan aku tunjukkan kepada kalian keberadaan kuburnya yang ada di pinggir jalan di bawah tumpukan pasir merah." (HR Bukhari)
Dari
sejumlah keterangan ini dapat dipahami bahwa tidak dilarang bagi kita
untuk melakukan perjalanan dalam rangka ziarah kubur, termasuk dalam
rangka ziarah makam para wali.
f. Adab-adab Ziarah Kubur
1. Mengucapkan salam
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوْا إِلَى الْمَقَابِرِ فَكَانَ قَائِلُهُمْ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
Rasulullah Saw mengajarkan kepada mereka apa yang mesti mereka kerjakan apabila mereka hendak keluar ziarah kubur, agar mereka mengucapkan: “Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua. Aku memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian Al 'Afiyah (keselamatan).” (HR Muslim)
2. Melepas alas kaki
وَحَانَتْ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَظْرَةٌ فَإِذَا رَجُلٌ يَمْشِيْ فِي الْقُبُوْرِ عَلَيْهِ نَعْلَانِ، فَقَالَ يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ. فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
Dan beliau Saw melihat seseorang yang berjalan di antara kuburan mengenakan dua sandal. Kemudian beliau berkata: "Wahai pemilik dua sandal, lepaskan dua sandalmu!" Kemudian orang tersebut melihat dan ketika ia tahu yang berseru itu Rasulullah Saw, maka ia melepasnya dan membuangnya. (HR Abu Dawud dari Basyir ra)
3. Tidak duduk di atas kuburan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api, lalu terbakar baju dan kulitnya adalah lebih baik baginya daripada ia harus duduk di atas kuburan.” (HR Muslim)
4. Membaca ayata-ayat al-Qur’an termasuk surat Yasin
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْبَقَرَةُ سَنَامُ الْقُرْآنِ وَذُرْوَتُهُ نَزَلَ مَعَ كُلِّ آيَةٍ مِنْهَا ثَمَانُوْنَ مَلَكًا، وَاسْتُخْرِجَتْ {لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ فَوُصِلَتْ بِهَا أَوْ فَوُصِلَتْ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ، وَيس قَلْبُ الْقُرْآنِ لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَالدَّارَ الْآخِرَةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ، وَاقْرَءُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ
Dari Ma'qil bin Yasar, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Al-Baqarah adalah puncak Al-Qur'an. Delapan puluh malaikat turun menyertai masing-masing ayatnya. {Laa ilaaha illaahu wal hayyul qayyuum} berasal dari bawah 'Arsy, lalu ia digabungkan dengannya, atau digabungkan dengan surat Al-Baqarah. Sedangkan Yasin adalah jantung Al Qur'an. Tidaklah seseorang membacanya, sedang ia mengharap (ridha) Allah Tabaraka wa Ta'ala dan akhirat, melainkan dosanya akan di ampuni. Bacakanlah surat tersebut terhadap orang-orang yang mati di antara kalian.” (HR Ahmad)
5. Membaca kalimat thayyibah tahlil dan doa
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment