Sunday, March 13, 2022

Published March 13, 2022 by with 0 comment

Aqiqah untuk yang Sudah Meninggal Dunia

Aqiqah hukumnya adalah sunnah. Demikian pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama, termasuk di dalamnya dari kalangan madzhab Syafi'i. Kesunnahan untuk melakukan aqiqah oleh orangtua untuk anak akan tetap ada sehingga anak itu baligh. Jika sudah baligh maka selesai sudah kesunnahan itu karena usia baligh dipandang sebagai saat di mana seorang anak sudah bisa mandiri dan tidak terikat dengan orangtuanya. Saat seperti itu si anak boleh untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.

Disebutkan dalam Fatwa Syabakah Islamiyah:

وقال الشافعي: إن أخرت إلى البلوغ، سقطت عمن كان يريد أن يعق عنه، لكن إن أراد هو أن يعق عن نفسه، فعل

Imam Syafi'i mengatakan, jika aqiqah tertunda sampai anak itu baligh, maka telah gugur tanggung jawab orang yang mengaqiqahinya. Akan tetapi jika dia ingin mengaqiqahi dirinya sendiri, boleh dilakukannya. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 16868).

Anak Meninggal Dunia, Sunnah Diaqiqahi?

Lalu, bagaimana seandainya anak yang dilahirkan itu meninggal dunia, apakah sunnah diaqiqahi? Madzhab Syafi'i memilih pendapat yang mengatakan sunnah, sekalipun ada yang mengatakan tidak sunnah. 

Imam Nawawi dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab mengutip pernyataan Imam Rafi'i sebagai berikut:

لو مات المولود بعد اليوم السابع بعد التمكن من الذبح، فوجهان حكاهما الرافعي: (اصحهما) يستحب ان يعق عنه، (والثاني) يسقط بالموت -- المجموع شرح المهذب: ٤٣٢/٨

"Jika anak yang telah dilahirkan meninggal setelah berusia tujuh hari dari kelahiran dan setelah adanya kemampuan untuk menyembelih aqiqah, maka di sini ada dua pendapat sebagaimana disampaikan Imam Rafi’i. Pertama dan ini yang paling sahih, disunahkan untuk mengaqiqahi anak tersebut. Kedua, akikah gugur dengan meninggalnya anak tersebut." (al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab: 8/432)

Imam Ibnu Hajar al-Haitami menguatkan pendapat yang mengatakan sunnah mengaqiqahi anak sekalipun ia meninggal dunia setelah dilahirkan. Beliau berkata:

يسن، سنة مؤكدة أن يعق عن الولد بعد تمام انفصاله وإن مات بعده على المعتمد في المجموع -- تحفة المحتاج في شرح المنهاج، ٣٧٠/٩

"Sunnah, yakni sunnah muakkad, mengaqiqahi anak yang telah lahir dengan sempurna meskipun setelah itu ia meninggal dunia, sebagaimana yang dipilih dalam kitab al-Majmu'." (Tuhfah al-Minhaj, 9/370)

Kebanyakan ulama fiqih sepakat bahwa kelahiran anak merupakan sebab pelaksanaan aqiqah, sehingga meskipun anak telah meninggal, maka hal itu tidak menggugurkan kesunnahan melakukan akikah untuknya.

Aqiqah untuk Orangtua yang Sudah Meninggal Dunia, Sunnahkah?

Dalam masalah ini sama kedudukannya dengan kurban atas nama orangtua yang sudah meninggal dunia. Dalam madzhab Syafi'i dibolehkan dengan syarat ada wasiat dari yang bersangkutan. Artinya, jika ada wasiat dari orangtua untuk mengaqiqahi dirinya, maka dibolehkan. Jika tidak, maka tidak dibolehkan. Di antara ulama-ulama madzhab Syafi'i yang mensyaratkan adanya wasiat itu adalah Syekh Zakariya al-Anshari, Syekh al-Khatib as-Syirbini, Imam Al-Baghawi dan lainnya.

Syekh Al-Khatib As-Syirbini menyatakan:

 قَالَ: (وَلَا) تَضْحِيَةَ (عَنْ مَيِّتٍ إِنْ لَمْ يُوصِ بِهَا) لِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى [النجم: 39]، فَإِنْ أَوْصَى بِهَا جَازَ 

“Tidak boleh kurban atas nama mayit bila semasa hidupnya ia tidak mewasiatkannya, karena firman Allah yang artinya ‘Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya’ (an-Najm ayat 39). Bila ia mewasiatkannya, maka boleh.” (Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadhil Minhaj, 4/292).

Namun ada satu pendapat dari ulama madzhab Syafi'i yang membolehkan meskipun tanpa adanya wasiat, karena ia termasuk sedekah. Ini merupakan pendapat Imam Abu al-Hasan al-Abbadi. Disebutkan dalam kitab al-Majmu' sebagai berikut:

وَأَمَّا -- التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi membolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah. Sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma para ulama. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 8/406).

Namun demikian, dalam madzhab Syafi'i pendapat Imam Abu al-Hasan al-Abbadi ini bukanlah pendapat yang kuat dan tidak merupakan pendapat resmi dalam madzhab Syafi'i.

Demikianlah. Semoga bermanfaat.

Wallahu a'lam 


      edit

0 comments:

Post a Comment