Pertanyaan:
Saya shalat Isya berjamaah. Ketika rakaat ketiga bacaan Fatihah saya belum
selesai, baru sampai iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'in, imam ruku’. Dalam
keadaan seperti itu, apakah saya tetap melanjutkan bacaan Fatihah hingga akhir
atau langsung ruku’ mengikuti imam?
Jawaban:
Imam dalam shalat berjamaah memiliki
fungsi yang sangat penting bagi
makmum. Wajib bagi makmum untuk mengikuti segala gerakan imam. Tidak boleh ada
perbedaan gerakan dengan imam. Hal ini sesuai dengan hadits:
إنما جعل الإمام ليؤتم به فلا
تختلفوا عليه فإذا كبّر فكبّروا وإذا ركع فاركعوا
“Imam itu dijadikan hanya untuk diikuti, maka
janganlah kalian menyelisihi imam. Jika imam telah takbir maka takbirlah
kalian. Jika imam telah ruku’ maka ruku’lah kalian.” (HR Bukhari
Muslim)
Terkait bacaan
Fatihah-nya, makmum terbagi dalam dua jenis:
Pertama, makmum muwafiq, yakni mereka yang mendapati imam pada saat berdiri
sebelum ruku’ dan menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan
Fatihah-nya sendiri sebelum imam beranjak untuk ruku’. Maka dalam
keadaan demikian wajib bagi makmum untuk menyempurnakan bacaan Fatihah-nya.
Kedua, makmum masbuq, yaitu mereka yang
mendapati imam pada saat berdiri sebelum ruku’, tapi tidak
menemukan waktu yang cukup untuk menyempurnakan bacaan Fatihah dirinya sendiri
karena imam sudah ruku’ terlebih dahulu sebelum bacaan Fatihah-nya ia baca
secara lengkap. Dalam keadaan
demikian, wajib baginya
untuk langsung mengikuti ruku’nya imam, tanpa
perlu melanjutkan bacaan Fatihah-nya hingga sempurna. Sebab
Fatihah-nya sejatinya telah ditanggung oleh imam.
Dua pembagian makmum ini secara tegas
dijelaskan dalam kitab Nihayah az-Zein:
وإن وجد الإمام في القيام قبل
أن يركع وقف معه فإن أدرك معه قبل الركوع زمنا يسع الفاتحة بالنسبة للوسط المعتدل فهو
موافق فيجب عليه إتمام الفاتحة ويغتفر له التخلف بثلاثة أركان طويلة كما تقدم
وإن لم يدرك مع الإمام زمنا
يسع الفاتحة فهو مسبوق يقرأ ما أمكنه من الفاتحة ومتى ركع الإمام وجب عليه الركوع معه
“Jika makmum menemukan imam pada saat berdiri
sebelum ruku’, maka makmum berdiri bersamanya. Jika makmum menemukan waktu yang
cukup untuk membaca Fatihah dengan bacaan yang tengah-tengah, maka ia disebut
makmum muwafiq, wajib baginya untuk menyempurnakan bacaan Fatihah dan dimaafkan
baginya mundur dari imam tiga rukun yang panjang. Seperti penjelasan yang telah
lalu.
Dan jika makmum tidak menemukan waktu yang
cukup untuk membaca Fatihah maka ia dinamakan makmum masbuq. Ia wajib membaca
Fatihah yang masih mungkin untuk dibaca, dan ketika imam ruku’ maka wajib
baginya untuk ruku’ bersama dengan imam.” (Syaikh
Muhammad Nawawi al-Jawi, Nihayah az-Zein, hal. 124)
Sedangkan pertanyaan yang diajukan oleh penanya
di atas konteksnya ketika terjadi pada rakaat ketiga, berarti makmum tidak
dapat menyempurnakan bacaan Fatihah secara lengkap
di pertengahan rakaat. Maka dalam keadaan tersebut jika bacaan Fatihah imam
memang terlalu cepat—sekiranya makmum yang bacaannya tengah-tengah (tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lamban) tidak dapat menemukan waktu yang cukup untuk
menyempurnakan Fatihah-nya—maka ia dihukumi makmum masbuq, sehingga ia langsung
ruku’ mengikuti imam tanpa perlu melanjutkan bacaan Fatihah-nya, sebab bacaan
Fatihah-nya telah ditanggung oleh imam. Ketentuan ini juga berlaku ketika
hal yang sama (bacaan imam terlalu cepat) terjadi di rakaat-rakaat lainnya.
Seperti yang dijelaskan dalam Hasyiyah I’anah at-Thalibien:
وأما لو أسرع الامام حقيقة
بأن لم يدرك معه المأموم زمنا يسع الفاتحة للمعتدل فإنه يجب على المأموم أن يركع مع
الامام ويتركها لتحمل الامام لها، ولو في جميع الركعات
“Jika imam
membaca Fatihah dengan cepat, sekiranya makmum tidak menemukan waktu yang cukup
untuk membaca Fatihah secara lengkap dengan bacaan
yang tengah-tengah (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lamban) maka wajib
bagi makmum untuk ruku’ bersama dengan imam dan meninggalkan bacaan
Fatihah-nya, sebab imam sudah
menanggung bacaan Fatihah makmum, meskipun hal ini terjadi di semua rakaat.” (Syaikh
Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibien, Juz 2, hal. 40)
Sedangkan ketika bacaan imam biasa-biasa saja,
hanya saja bacaan makmum terlalu lambat hingga ia
tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah-nya secara lengkap,
maka dalam keadaan demikian makmum tetap wajib melanjutkan bacaannya sampai
selesai selama ia tidak tertinggal dari imam melebihi tiga rukun yang panjang.
Sekiranya bacaan Fatihah-nya sudah selesai sebelum imam beranjak dari sujudnya
yang kedua. Ketertinggalan makmum dalam hal ini merupakan uzur yang dimaafkan,
sebab ia tergolong makmum muwafiq yang mestinya mendapatkan waktu yang cukup
untuk menyempurnakan Fatihah. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fath al-Wahab:
ـ (والعذر كأن أسرع إمام قراءة
وركع قبل إتمام موافق) له (الفاتحة) وهو بطئ القراءة (فيتمها ويسعى خلفه ما لم يسبق
بأكثر من ثلاثة أركان طويلة)
“Contoh uzur seperti imam membaca Fatihah
dengan cepat dan ruku’ sebelum makmum muwafiq menyempurnakan Fatihah-nya,
karena faktor bacaan dia yang pelan. Maka makmum wajib menyempurnakan bacaannya
dan melanjutkan rukunnya di belakang imam selama imam tidak mendahuluinya lebih
dari tiga rukun yang panjang.” (Syaikh
Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 117)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal
yang menjadi pijakan adalah apakah ditemukan waktu yang cukup untuk membaca
Fatihah secara lengkap atau tidak.
Ketika bacaan imam terlalu cepat sampai-sampai makmum yang bacaannya
tengah-tengah (kecepatan sedang) tidak selesai membaca Fatihah secara lengkap,
maka makmum dalam keadaan ini langsung mengikuti imam tanpa perlu meneruskan
Fatihah-nya. Sedangkan ketika bacaan imam tengah-tengah yang mestinya para
makmum biasanya dapat menyempurnakan Fatihah-nya secara lenglap,
tapi karena bacaan salah satu makmum yang terlalu lambat maka dalam
keadaan demikian wajib bagi makmum tersebut untuk meneruskan dan dimaafkan
baginya tertinggal dari imam dengan tiga rukun yang panjang. Sedangkan standar
bacaan dianggap cepat atau lamban disesuaikan dengan penilaian masyarakat di
wilayah sekitar (‘urf).
Wallahu a’lam