Sebagian kalangan terlalu tergesa-gesa
untuk menjatuhkan vonis bid'ah terhadap amalan membaca doa akhir tahun
dan awal tahun. Sebenarnya tidak ada satupun dalil yang bisa mereka
ajukan sebagai landasan tuduhan itu kecuali hanya perkataan bahwa
Rasulullah Saw tidak pernah melakukan amalan doa akhir tahun dan awal
tahun.
Menurut mereka sebuah amalan harus didasarkan kepada amalan Rasulullah Saw. Jika beliau pernah melakukannya, maka amalan itu sunnah; sedangkan jika beliau tak pernah mengerjakannya, maka amalan itu termasuk bid'ah.
Benarkah seperti itu?
Tentu saja tidak demikian. Mari kita simak ungkapan Imam Syafi'i berikut ini:
كُلُّ مَا لَهُ مُسْتَنَدٌ مِنَ الشَّرْعِ
فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ وَلَوْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ السَّلَفُ ِلأَنَّ تَرْكَهُمْ
لِلْعَمَلِ بِهِ قَدْ يَكُوْنُ لِعُذْرٍِ قَامَ لَهُمْ فِي الْوَقْتِ أَوْ لِمَا
هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ أَوْ لَعَلَّهُ لَمْ يَبْلُغْ جَمِيْعَهُمْ عِلْمٌ بِهِ --
الحافظ الغمار، إتقان الصنعة في تحقيق معنى البدعة، ص/٥
"Segala amalan yang memiliki dasar dari dalil-dalil syar'i maka
bukanlah termasuk bid'ah meskipun belum pernah dilakukan pada masa
salaf. Karena sikap mereka yang meninggalkan amalan itu terkadang karena
ada uzur yang terjadi pada masa itu, atau karena ada amaliah lain yang
lebih utama, atau barangkalai hal itu belum terlintas di dalam
pengetahuan mereka."
Jika kita perhatikan penjelasan yang disampaikan Imam Syafi'i di atas tampak jelas bahwa tolok ukur suatu amalan termasuk bid'ah atau tidak, bukanlah apakah ia pernah dikerjakan Nabi dan para salaf atau tidak. Tapi yang menjadi tolok ukurnya adalah apakah memiliki dasar dari dalil-dalil syar'i atau tidak. Jika suatu amalan itu mempunyai dasar dari dalil-dalil syar'i baik yang bersifat umum apalagi khusus, maka tidak bisa dikatakan bid'ah meskipun hal itu belum pernah dikerjakan pada masa salaf.
Pertanyaannya sekarang, apakah amalan doa akhir tahun dan awal tahun itu ada dalilnya? Ya, ada. Bahkan yang umum maupun yang khusus.
Dalil Umum
Allah Swt berfirman di dalam al-Qur'an:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي
سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. al-Mu'min: 60)
Ayat ini menjelaskan adanya perintah Allah agar kita berdoa kepada-Nya. Bahkan orang-orang yang enggan menyembah-Nya, termasuk di dalamnya enggan berdoa kepada-Nya, mendapat ancaman Allah akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam dalam keadaan terhina. Perintah berdoa di sini waktunya bersifat umum. Artinya, kapanpun kita boleh berdoa. Mau pagi atau sore hari, mau awal pekan atau akhir pekan, awal bulan atau akhir bulan, bahkan awal tahun maupun akhir tahun, sudah tercakup dalam keumuman makna ayat tersebut.
Orang yang membaca doa akhir tahun dan awal tahun adalah orang yang sedang berdoa kepada Allah. Allah membebaskan kita untuk berdoa kapanpun waktunya, termasuk di akhir tahun dan di awal tahun. Jika Allah membenarkan kita berdoa baik di awal tahun maupun di akhir tahun, lalu di mana letak kebenaran fatwa orang-orang yang memvonisnya sebagai perbuatan bid'ah? Maka layak bagi kita untuk menolak klaim-kalim semacam itu.
Dalil Khusus
Simaklah sejumlah riwayat berikut ini, Anda akan temukan bahwa amalan doa akhir tahun dan awal tahun itu memiliki dalil khusus.
عَنْ
طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ: ” اَللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا
بِالْيُمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ
” رواه الدارمي والترمذي وقال: حديث حسن
Diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah ra, bahwa Nabi Saw apabila melihat hilal (bulan baru) beliau berdoa: "Ya Allah, perlihatkanlah pada kami bulan ini dengan kebahagiaan, keimanan, keselamatan dan keislaman, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." (HR Imam ad-Darimi dan at-Tirmidzi, dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ ، وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ “. رواه الدارمي
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah Saw apabila melihat
hilal beliau berdoa: "Allaahu Akbar, Ya Allah, perlihatkanlah kepada
kami bulan ini dengan aman, keimanan, keselamatan dan keislaman, serta
pertolongan terhadap apa-apa yang Engkau sukai dan ridhai, Tuhan kami
dan Tuhanmu adalah Allah." (HR Imam ad-Darimi)
عَنْ
قَتَادَةَ ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : ” هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ،
هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، آَمَنْتُ بِاللهِ الَّذِيْ
خَلَقَكَ ” ، ثلاث مرات ، ثم يقول : ” اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ ذَهَبَ بِشَهْرِ
كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا “. رواه ابو داود
Diriwayatkan dari Qatadah, bahwasanya Nabi Saw apabila melihat hilal
beliau berdoa: "Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk, semoga
bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk, semoga bulan ini membawa
kebaikan dan petunjuk, aku beriman kepada Allah yang telah
menciptakanmu", sebanyak tiga kali. Kemudian beliau berucap:
"Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah membawa pergi bulan
ini dan datang dengan bulan ini."(HR Imam Abu Dawud)
Sejumlah riwayat di atas dengan jelas memperlihatkan bahwa Rasulullah Saw senantiasa berdoa saat terjadi pergantian bulan. Doa awal dan akhir tahun itu diqiyaskan (dianalogikan) dengan kebiasaan Nabi Saw yang berdoa pada setiap pergantian bulan.
Yang tidak kalah penting untuk dicermati bahwa riwayat-riwayat di atas sesungguhnya memperlihatkan bahwa Nabi Saw pun berdoa pada saat pergantian tahun. Kok bisa? Ya, karena pergantian tahun itu pada hakikatnya adalah pergantian bulan, dari bulan Dzulhijjah ke bulan Muharram. Jika beliau berdoa pada setiap pergantian bulan, maka bisa dipastikan bahwa Nabi pun berdoa saat terjadi pergantian bulan, dari bulan Dzulhijjah ke bulan Muharram.
Nah, tentunya sekarang sudah menjadi jelas bahwa amalan doa awal tahun dan akhir tahun itu bukanlah bid'ah. Justru ia memiliki landasan yang jelas di dalam syariat Islam.
Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun Bukan dari Nabi
Selain memvonis bid'ah amalan membaca doa akhir tahun dan awal tahun, kelompok yang suka membid'ahkan ini juga mempermasalah teks doa yang dibaca. Menurut mereka teks doa yang ada di buku-buku Yasin dan Tahlil yang sering dibaca di akhir dan awal tahun itu tidak berasal dari Nabi sehingga tidak boleh untuk diamalkan.
Klaim semacam itu tentu saja sangat tidak benar. Bagaimana mungkin sebuah doa yang tidak berasal dari Nabi difatwakan sebagai doa yang tidak boleh untuk dibaca. Tidak ada satu pun dalil yang menegaskan bahwa redaksi sebuah doa harus bersumber dari al-Qur'an atau hadits Nabi, sedangkan selain itu tertolak dan tak boleh diamalkan. Bahwa redaksi doa yang paling utama adalah yang bersumber dari al-Qur'an atau hadits Nabi adalah benar, namun tidak berarti bahwa doa yang susunannya hasil karangan ulama atau karangan pribadi itu menjadi tertolak dan terlarang untuk diamalkan.
Tatkala berdoa kita boleh menggunakan redaksi yang diambil dari al-Qur'an dan hadits, dan boleh pula mengutip dari doa yang disusun oleh para ulama atau bahkan hasil karangan sendiri. Manusia itu punya hajatnya sendiri kepada Allah yang terkadang tidak bisa diwakilkan oleh susunan-susunan doa yang sudah ada. Ia ingin menyampaikan sendiri dengan bahasanya sendiri apa yang menjadi hajatnya kepada Allah, sehingga syariat membolehkan itu.
Redaksi doa akhir tahun dan awal tahun yang biasa tercantum di buku-buku Yasin dan Tahlil itu memang tidak kita temukan di kitab-kitab hadits sehingga patut diduga bahwa ia merupakan susunan para ulama, bahkan hingga saat ini kita belum tahu siapa ulama yang menyusun redaksi doa tersebut. Namun demikian tidak mengapa bagi kita untuk membacanya sebagai sebuah doa kepada Allah.
Menyusun doa sendiri sudah dilakukan oleh para sahabat, bahkan ketika itu Nabi Saw masih berada di antara mereka. Susunan doa itu bukan hanya mereka baca di luar shalat, bahkan di dalam shalat pun mereka membacanya. Simaklah riwayat berikut ini:
Sejumlah riwayat di atas dengan jelas memperlihatkan bahwa Rasulullah Saw senantiasa berdoa saat terjadi pergantian bulan. Doa awal dan akhir tahun itu diqiyaskan (dianalogikan) dengan kebiasaan Nabi Saw yang berdoa pada setiap pergantian bulan.
Yang tidak kalah penting untuk dicermati bahwa riwayat-riwayat di atas sesungguhnya memperlihatkan bahwa Nabi Saw pun berdoa pada saat pergantian tahun. Kok bisa? Ya, karena pergantian tahun itu pada hakikatnya adalah pergantian bulan, dari bulan Dzulhijjah ke bulan Muharram. Jika beliau berdoa pada setiap pergantian bulan, maka bisa dipastikan bahwa Nabi pun berdoa saat terjadi pergantian bulan, dari bulan Dzulhijjah ke bulan Muharram.
Nah, tentunya sekarang sudah menjadi jelas bahwa amalan doa awal tahun dan akhir tahun itu bukanlah bid'ah. Justru ia memiliki landasan yang jelas di dalam syariat Islam.
Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun Bukan dari Nabi
Selain memvonis bid'ah amalan membaca doa akhir tahun dan awal tahun, kelompok yang suka membid'ahkan ini juga mempermasalah teks doa yang dibaca. Menurut mereka teks doa yang ada di buku-buku Yasin dan Tahlil yang sering dibaca di akhir dan awal tahun itu tidak berasal dari Nabi sehingga tidak boleh untuk diamalkan.
Klaim semacam itu tentu saja sangat tidak benar. Bagaimana mungkin sebuah doa yang tidak berasal dari Nabi difatwakan sebagai doa yang tidak boleh untuk dibaca. Tidak ada satu pun dalil yang menegaskan bahwa redaksi sebuah doa harus bersumber dari al-Qur'an atau hadits Nabi, sedangkan selain itu tertolak dan tak boleh diamalkan. Bahwa redaksi doa yang paling utama adalah yang bersumber dari al-Qur'an atau hadits Nabi adalah benar, namun tidak berarti bahwa doa yang susunannya hasil karangan ulama atau karangan pribadi itu menjadi tertolak dan terlarang untuk diamalkan.
Tatkala berdoa kita boleh menggunakan redaksi yang diambil dari al-Qur'an dan hadits, dan boleh pula mengutip dari doa yang disusun oleh para ulama atau bahkan hasil karangan sendiri. Manusia itu punya hajatnya sendiri kepada Allah yang terkadang tidak bisa diwakilkan oleh susunan-susunan doa yang sudah ada. Ia ingin menyampaikan sendiri dengan bahasanya sendiri apa yang menjadi hajatnya kepada Allah, sehingga syariat membolehkan itu.
Redaksi doa akhir tahun dan awal tahun yang biasa tercantum di buku-buku Yasin dan Tahlil itu memang tidak kita temukan di kitab-kitab hadits sehingga patut diduga bahwa ia merupakan susunan para ulama, bahkan hingga saat ini kita belum tahu siapa ulama yang menyusun redaksi doa tersebut. Namun demikian tidak mengapa bagi kita untuk membacanya sebagai sebuah doa kepada Allah.
Menyusun doa sendiri sudah dilakukan oleh para sahabat, bahkan ketika itu Nabi Saw masih berada di antara mereka. Susunan doa itu bukan hanya mereka baca di luar shalat, bahkan di dalam shalat pun mereka membacanya. Simaklah riwayat berikut ini:
عَنْ عُمَرَ رضى
الله عنه قال: جَاءَ رَجُلٌٌ وَالنَّاسُ فِي الصَّلاَةِ فَقَالَ حِيْنَ وَصَلَ
اِلَى الصَّفِّ: اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًَا وَاْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًَا
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةًً وَاَصِيْلاًَ فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم صَلاَتَهُ قَالَ: مَنْ صَاحِبُ اْلكَلِمَاتِ؟ قَالَ الرَّجُلُ: اَنَا
يَارَسُوْلَ اللهِ، وَاللهِ مَا اَرَدْتُ بِهَا اِلاَّ اْلخَيْرَ قَالَ: لَقَدْ
رَاَيْتُ اَبْوَابَ السَّمَاءِ فُتِحَتْ لَهُنَّ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَمَا
تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ
Diriwayatkan dari Umar ra, ia
berkata: "Seorang laki-laki datang pada saat shalat berjamaah didirikan.
Setelah sampai di shaf laki-laki itu berkata: "Allaahu akbar kabiiran
walhamdulillaahi katsiiran wa subhaanallaahi bukratan wa ashiilaa".
Setelah Nabi Saw selesai shalat, beliau bertanya: "Siapa yang
mengucapkan kalimat tadi?" Laki-laki itu menjawab: "Saya, ya Rasulullah.
Demi Allah, saya hanya bermaksud baik dengan kalimat itu." Beliau
bersabda: "Sungguh aku telah melihat pintu-pintu langit terbuka
menyambut kalimat itu." Ibnu Umar ra berkata: "Aku belum pernah
meninggalkannya sejak mendengarnya." (HR Imam Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ahmad)
وَعَنْ رِفَاعَةَ
بْنِ رَافِعٍ رضى الله عنه قَالَ: كُنَّا نُصَلِّيْ وَرَاءَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ. قَالَ رَجُلٌٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ حَمْدًَا كَثِيْرًَا
طَيِّبًَا مُبَارَكًَا فِيْهِ. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَاَلَ مَنِ اْلمُتَكَلِّمُ؟
قَالَ: اَنَا. قَالَ: رَاَيْتُ بِضْعَةًَ وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًًا
يَبْتَدِرُوْنَهَا اَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا
Diriwayatkan dari Rifa'ah bin Rafi' ra ia berkata: "Suatu ketika kami shalat bersama Nabi Saw. Ketika beliau bangun dari ruku', beliau berkata: "Sami'allaahu liman hamidah". Lalu seorang laki-laki yang ada di belakangnya berkata: "Rabbanaa walakal hamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih". Setelah selesai shalat, beliau bertanya: "Siapa yang membaca kalimat tadi?" Laki-laki itu menjawab: "Saya." Beliau bersabda: "Aku telah melihat lebih dari tiga puluh malaikat berebutan menuliskan pahalanya." (HR Imam Bukhari, an-Nasa'i, Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Khuzaimah)
Riwayat di atas jelas sekali menggambarkan bahwa di antara sahabat Nabi ada yang menyusun doa sendiri, bahkan mereka membacanya di dalam shalat. Ternyata Rasulullah Saw tidak menyalahkan mereka. Bahkan beliau memuji susunan doa yang mereka buat itu dengan memberikan kabar gembira kepada mereka sebagaimana yang disebutkan di kedua hadits di atas.
Nah, jika Rasulullah Saw membenarkan untuk membaca doa hasil karangan sendiri, lalu bagaimana mungkin ada sekelompok orang saat ini yang mempermasalahkan redaksi doa hasil karangan para ulama, sebagaimana yang ada pada redaksi doa akhir tahun dan awal tahun. Oleh karena itu, tidak layak bagi kita mengikuti pendapat-pendapat seperti itu yang sama sekali tidak memberi manfaat apapun. Justru tuduhan-tuduhan bid'ah yang mereka lontarkan itu hanya akan memuncul ketidaknyamanan di antara sesama umat Islam.
Yang terakhir perlu diingat bahwa orang-orang yang membaca doa akhir tahun dan awal tahun sesungguhnya adalah orang-orang yang sedang berdoa dan bermunajat kepada Allah. Mereka sedang memohon ampunan Allah atas segala kekhilafan dan kesalahan yang terjadi pada tahun yang lalu, dan berharap kepada-Nya agar pada tahun yang akan datang diberi kekuatan untuk senantiasa taat kepada Allah. Maka tidak selayaknya untuk dipermasalahkan, apalagi menuduhnya sebagai pelaku bid'ah.
Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita pada tahun yang lalu, dan membimbing kita dengan petunjuk-Nya pada tahun yang akan datang, sehingga membuat kita semakin taat kepada Allah dan semakin dekat kepada-Nya. Aamiin
0 comments:
Post a Comment