Wahai saudaraku, janganlah meremehkan ‘amal ketaatan sedikitpun. Waspadalah terhadap hawa nafsu yang ada di dalam dirimu sendiri. Pasalnya, ia merupakan musuh yang paling utama. Nafsu takkan berpisah dengan pemiliknya sampai mati. Adapun syaithan barangkali akan berpisah dengan engkau tatkala Ramadhān tiba. Sebab, di saat Ramadhān, Allah merantai semua setan dan jinn yang jahat. Tetapi, saat itu engkau mungkin masih menyaksikan ada orang yang membunuh atau melakukan dosa di bulan Ramadhān. Tentu saja itu berasal dari nafs-ul-ammārah bis-sū’ (yang memerintahkan kepada keburukan). Apabila nafsumu telah condong pada maksiat, ingatkanlah ia dengan siksa Allah. Kalau kemudian engkau terputus hubungan dengan Allah, itu karena maksiat yang kau lakukan.
Madu yang beracun tentu tak akan diminum walaupun terasa manis. Sebab, engkau tahu di dalamnya terdapat bahaya yang mengancam kesehatan tubuh. Demikian pula dengan dosa, walaupun ia nikmat, tetapi harus ditinggalkan karena bisa membuat seseorang terputus dari Allah. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Dunia itu terasa manis dan rindang.” Tetapi, dalam hadits yang lain beliau mengatakan: “Dunia itu laksana bangkai yang menjijikkan.” Artinya, dunia terasa manis dan rindang dalam pandangan orang-orang yang lalai. Sebaliknya, dunia laksana bangkai menjijikkan dalam pandangan orang-orang yang mulia dan berakal. Dunia manis dan rindang dalam pandangan jiwa yang jahat, tetapi bangkai menjijikkan dalam pandangan qalbu yang bersih. Dunia itu diibaratkan manis dan rindang sebagai peringatan bagi manusia, tetapi diibaratkan bangkai menjijikkan agar manusia tidak tamak kepadanya.
Karena itu, janganlah tertipu dengan manisnya dunia sebab ia pahit akhirnya. Ada yang berkata: “Dunia adalah bangkai, sementara pemangsanya adalah anjing-anjing.”
Dunia dengan segenap isinya berkata:
“Waspadalah, waspadalah dari kekuatan dan sifat kerasku!
Jangan engkau terpedaya oleh senyumku
Ucapanku menggelikan, sementara sikapku membuat tangisan.”
Dunia terasa manis dan rindang dalam pandangan orang-orang yang lalai. Sebaliknya, dunia laksana bangkai menjijikkan dalam pandangan orang-orang yang mulia dan berakal. Dunia manis dan rindang dalam pandangan jiwa yang jahat, tetapi bangkai menjijikkan dalam pandangan qalbu yang bersih.
Bila seorang hamba berbangga dengan ketaatannya, lalu menyombongkan akhlaq dan ‘ilmunya, merasa mulia dengan ibadahnya, meminta dihargai oleh manusia, sementara ia sendiri tidak menghargai mereka, maka ia termasuk orang sombong yang ‘ujub. Dikhawatirkan ia terjerumus pada sū’-ul-khātimah. Na‘ūdzu billāh.
Kemudian bila seorang hamba terjerumus ke dalam maksiat atau meninggalkan kewajiban, lalu ia menangis, menyesal, sering mengunjungi orang shāliḥ, senantiasa mendatangi majelis para ‘ulamā’, juga menundukkan diri di hadapan Tuhan disertai pengakuan atas kesalahan dan penyimpangannya, memohon maaf dan ampunan-Nya, serta bersegera melakukan ‘amal shāliḥ guna menghapus dosanya, maka orang tersebut bisa diharapkan mendapatkan ḥusn-ul-khātimah dan ada kemungkinan tobatnya diterima.
Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ada tiga hal yang merusak: merasa ‘ujub (bangga) dengan dirinya sendiri, sifat kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti.”
0 comments:
Post a Comment