Sunday, November 24, 2019

Published November 24, 2019 by with 0 comment

Hukum Membuat Undangan Bertuliskan Ayat Al-Qur'an

Tidak sedikit kita temukan undangan pernikahan yang padanya terdapat ayat Al-Qur’an, baik berupa basmalah atau ayat yang lazim dalam pernikahan (QS Ar-Rum: 21). Pada undangan lain terkadang kita temukan juga ungkapan salam dengan tulisan Arab. Sedangkan dalam menulis salam terdapat lafazhul jalalah dengan tulisan arab di sana, sedangkan ia merupakan asma’ a’zham yang harus dimuliakan.

Lalu, bagaimana hukumnya membuat undangan semacam itu?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Menurut ulama Syafi’iyyah dan sebagian pengikut Hanafiyyah, hukumnya makruh karena dikhawatirkan akan jatuh atau tercecer di mana-mana yang mengakibatkan ayat Al-Qur’an terinjak-injak. Adapun sebagian pendapat pengikut Hanafiyyah yang lain menyatakan boleh-boleh saja. Sedangkan menurut ulama Malikiyyah, hukumnya haram, dengan alasan ayat Al-Qur’an tersebut akan menjadi terhina atau tidak terhormat.

Dalam membahas persoalan undangan ini, ia disamakan dengan masalah hukum mengukir tulisan Al-Qur’an di tembok, mengingat masing-masing punya satu alasan yang sama, yaitu kekhawatiran akan jatuh kemudian terinjak-injak, menjadikan Al-Qur’an tersebut tidak terhormat.

كِتَابَةُ الْقُرْآنِ عَلَى الْحَائِطِ- ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ نَقْشِ الْحِيطَانِ بِالْقُرْآنِ مَخَافَةَ السُّقُوطِ تَحْتَ أَقْدَامِ النَّاسِ، وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ حُرْمَةَ نَقْشِ الْقُرْآنِ وَاسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى الْحِيطَانِ لِتَأْدِيَتِهِ إِلَى الاِمْتِهَانِ. وَذَهَبَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى جَوَازِ ذَلِكَ

“Kepenulisan Al-Qur’an di tembok. Menurut Syafi’iyyah dan sebagian Hanafiyyah berpendapat makruh mengukir tembok dengan Al-Qur’an karena khawatir akan jatuh terinjak kaki-kaki orang banyak. Malikiyyah berpendapat haram mengukir Al-Qur’an dan nama Allah di atas tembok sebab akan mendatangkan penghinaan terhadap Al-Qur’an. Sedangkan sebagian pengikut Hanafiyyah menyatakan boleh-boleh saja.” (Al-Maûsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Dârus Salâsil, 1404-1427 H], juz 16, halaman 234).

Pertanyaan selanjutnya yang muncul, bagaimana seharusnya sikap orang yang menerima undangan seperti itu?

Yang harus dilakukan si penerima undangan adalah menjaganya sebaik mungkin dengan menempatkannya di tempat yang layak atau membakarnya. Siapa saja yang dengan sengaja membuang undangan yang sudah jelas-jelas terdapat padanya ayat Al-Qur’an dengan tujuan menghina, sedangkan orang tersebut mengetahui tentang keharamannya, maka orang tersebut bisa dihukumi kafir.

وَأَجْمَعُوا على ان من استخف بالقرآن أو بشئ مِنْهُ أَوْ بِالْمُصْحَفِ أَوْ أَلْقَاهُ فِي قَاذُورَةٍ أو كذب بشئ مِمَّا جَاءَ بِهِ مِنْ حُكْمٍ أَوْ خَبَرٍ أَوْ نَفَى مَا أَثْبَتَهُ أَوْ أَثْبَتَ مَا نفاه أو شك في شئ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ عَالِمٌ بِهِ كَفَرَ

Para ulama sepakat bahwa siapa saja yang menghina Al-Qur’an atau bagian-bagiannya atau mushaf atau menaruhnya di tempat yang kotor atau menganggap bohong atas berita yang disampaikan Al-Qur’an, baik berupa hukum atau cerita atau menggap fiktif atas hal-hal yang disampaikan Al-Qur’an atau ragu atas semua itu, sedangkan ia tahu atas ketidakbolehan hal tersebut, maka orang itu menjadi kafir.” (Imam Nawawi, al-Majmu’, Beirut, Dârul Fikr, juz 2, halaman 170)

Adapun keharaman menulis salam dengan tulisan Arab dalam kasus seperti ini karena semua nama agung disamakan dengan Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan sebagaimana berikut:

وَالْمُرَادُ بِالْمُصْحَفِ مَا فِيهِ قُرْآنٌ، وَمِثْلُهُ الْحَدِيثُ وَكُلُّ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ أَوْ مَا عَلَيْهِ اسْمٌ مُعَظَّمٌ

“Yang dimaksud dengan mushaf adalah semua benda yang terdapat tulisan Al-Qur’an.  Contohnya adalah hadits dan semua ilmu agama atau semua benda yang di situ terdapat nama-nama yang agung.” (Qalyubi dan Umairah, Hâsyiyatâ Qalyubî wa Umairah, [Beirut, Dârul Fikr, 1995], juz 4, halaman 177.)

Dari berbagai pertimbangan di atas, maka sebaiknya, bagi para pembuat undangan, untuk tidak menuliskan ayat baik berupa basmalah atau sejenisnya dan salam dalam tulisan Arab. Sedangkan bagi penerima undangan yang sudah terlanjur ada asma’ a’zham-nya, harus dijaga dengan layak atau dibakar saja.

Wallahu a’lam
      edit

0 comments:

Post a Comment