Mengutip
pernyataan seorang ahli hikmah, Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalani
dalam kitabnya al-Munabbihat ‘ala al-Isti ‘dad li Yaumil Mi‘ad,
menyebutkan tidak ada yang bisa memastikan apakah tobat seorang hamba diterima atau
tidak. Namun, setidaknya ada enam hal yang menandakan tobat seseorang diterima
oleh Allah subhanahu wata’ala (Syekh Nawawi, Nasha’ih al-‘Ibad, hal.
49).
Pertama, dalam hati seorang yang bertobat
lahir kesadaran bahwa dirinya tidak terpelihara dari dosa. Ini berarti, kapan
pun dirinya bisa terjerumus lagi ke dalam perbuatan dosa, baik dosa yang telah
ditobati maupun dosa yang berbeda. Atas dasar itu, dia selalu berhati-hati
menghadapi hal-hal yang sekiranya bisa menghantarkan dirinya jatuh lagi pada
kubangan yang sama dan kembali berbuat nista.
Kedua, mendapati hatinya sedikit gembira,
dan banyak bersedih. Bagaimana hatinya bisa bergembira karena senantiasa
mempersiapkan dan memikirkan masa depan akhiratnya yang belum mendapat jaminan
apa-apa. Apakah hidupnya berakhir dengan membawa iman? Itulah yang selalu
direnungkan seorang yang bertobat, sehingga tak berani meluapkan kegembiraannya
secara berlebihan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam:
مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلَّ
فَرَحُهُ، وَقَلَّ حَسَدُهُ
“Siapa saja yang banyak mengingat kematian akan sedikit
gembiranya dan sedikit rasa hasudnya.” (HR Ibnu al-Mubarak)
Ketiga, lebih dekat dengan orang-orang yang
saleh, dan jauh dari orang-orang yang jahat dan buruk perangainya. Di saat yang
sama, dia menyadari bahwa dekat dengan orang-orang baik dapat mempertahankan
kebaikan dirinya dan bisa diingatkan manakala berbuat kesalahan.
Sebaliknya,
bergaul dengan orang-orang jahat membuka kesempatan bagi dirinya tergerus oleh
keburukan mereka, walaupun dia berusaha tidak melakukannya. Benar apa yang
disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا
أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Teman
yang baik dan teman yang buruk diibaratkan seperti pembawa minyak wangi dan peniup selongsong
api. Pembawa minyak wangi akan menghembuskan aroma wangi kepadamu. Sehingga
engkau membeli minyak wanginya atau mencium aromanya. Sedangkan peniup
selongsong api akan membakar pakaianmu atau engkau mencium bau asap darinya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Keempat, melihat perkara dunia yang sedikit
sebagai sesuatu yang banyak di hadapannya. Sedangkan melihat perkara akhirat
yang banyak sebagai sesuatu yang sedikit. Sang hamba yang bertobat ingat bahwa
sesedikit apa pun kekayaan dunia, yang halalnya akan dihisab dan
dipertanggungjawabkan, sedangkan yang haramnya akan disiksa. Lebih berat lagi,
pertanyaan tentang harta lebih berat daripada pertanyaan tentang yang lain.
Soal ilmu misalnya, hanya ditanya, untuk apa ilmu itu dipergunakan, sedangkan
soal harta akan ditanya, dari mana harta itu didapatkan dan untuk apa harta itu
dibelanjakan.
Kelima, melihat diri dan hatinya sibuk dengan
perkara-perkara yang dibebankan Allah kepada dirinya, sedangkan terhadap
perkara-perkara yang telah dijamin oleh Allah, tak sedikit pun meresahkannya. Di antara perkara yang dibebankan
Allah adalah tuntutan syariat-Nya (taklif), baik tuntutan untuk
dilaksanakan maupun tuntutan untuk ditinggalkan, baik yang bersifat wajib
maupun yang bersifat sunnah. Sedangkan perkara yang telah dijamin di antaranya
rezeki, umur, kematian, dan sebagainya.
Keenam, selalu menjaga
lisan. Hal ini lahir dari kesadaran bahwa banyak membicarakan perkara yang
tidak berguna, sama dengan mengantarkan dirinya kepada pintu kemaksiatan,
sebagaimana yang diingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
sabdanya:
أَكْثَرُ النَّاسِ ذُنُوبًا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ كَلَامًا فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ
“Sesungguhnya, manusia yang paling banyak dosanya pada
hari Kiamat adalah manusia yang paling banyak bicaranya dalam kemaksiatan
kepada Allah.” (HR Ibnu Abi Syaibah)
Karenanya,
tak mengherankan bila menjaga lisan termasuk amal yang paling dicintai Allah,
sebagaimana dalam hadits, “Amal yang paling dicintai Allah adalah menjaga
lisan.” (HR Al-Baihaqi)
Demikian
tanda-tanda orang yang diterima tobatnya. Semoga kita termasuk di dalamnya.
Wallahu
a’lam
Sumber: di sini
0 comments:
Post a Comment