Dalam
istilah syara’,
fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib
diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti dari suatu ibadah yang telah
ditinggalkan. Khusus dalam ibadah puasa Ramadan, fidyah diwajibkan
kepada orang yang tidak mampu berpuasa disebabkan karena sakit yang tak kunjung
sembuh atau lainnya.
Dasar Hukum Fidyah
Dalam
al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 184, Allah berfirman:
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ
“Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”
Kelompok Yang Wajib
Membayar Fidyah
Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji
disebutkan bahwa ada ada tiga kelompok orang yang wajib membayar fidyah
ketika tidak puasa di bulan Ramadan. Ketiga kelompok tersebut sebagai
berikut:
1. Musafir dan orang sakit yang
tidak puasa di bulan Ramadan dan tidak kunjung mengganti puasa yang
ditinggalkan tersebut sampai puasa Ramadan berikutnya tiba. Maka selain tetap
wajib mengganti puasa yang ditinggalkan tersebut,
juga wajib membayar fidyah setiap hari satu mud kepada fakir
miskin.
2. Orang yang tidak mampu berpuasa
di bulan Ramadan karena sudah lanjut usia dan karena sakit yang tak kunjung
sembuh. Mereka hanya wajib membayar fidyah setiap satu mud
kepada fakir miskin.
3. Orang hamil atau menyusui yang
tidak puasa di bulan Ramadan karena khawatir terhadap kandungan atau bayinya. Selain
wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, juga wajib membayar fidyah
setiap hari satu mud kepad fakir miskin.
Kelompok yang Berhak Menerima Fidyah
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah
al-Muhtaj mengatakan, seseorang jika tidak mampu berpuasa di bulan Ramadan,
maka dia wajib membayar fidyah kepada fakir miskin. Selain fakir
miskin, tidak boleh menerima fidyah. Menurut beliau, dari delapan
golongan yang berhak menerima zakat, hanya fakir miskin saja yang berhak
menerima fidyah, sedangkan sisanya tidak boleh menerima. Jika fidyah
diberikan kepada selain fakir miskin seperti amil zakat, mu’allaf dan lainnya, maka hukumnya tidak sah
dan wajib membayar fidyah lagi.
Waktu dan Cara Membayar Fidyah
Dalam
kitab Fatawa al-Ramli, Imam al-Ramli membahas secara rinci
mengenai cara pembayaran fidyah. Menurut beliau, ada tiga cara dalam
pembayaran fidyah:
1. Dibayar satu kali di akhir puasa
Ramadan. Misalnya, dari awal Ramadan sampai akhir tidak puasa karena sudah tua
renta, maka di akhir bulan Ramadan membayar satu kali dari setiap hari puasa
yang tinggalkan.
2. Membayar fidyah setiap hari
pada saat tidak puasa di hari tersebut. Dan dianjurkan fidyah tersebut
diberikan setelah terbit fajar Subuh.
Misalnya, seseorang pada hari pertama Ramadan tidak puasa, maka setelah terbit
fajar Subuh dia membayar fidyah,
dan begitu seterusnya di hari-hari berikutnya sampai akhir Ramadan.
3. Membayar fidyah setelah
Ramadan selesai. Dalam membayar fidyah, dibolehkan untuk dikeluarkan
setelah Ramadan, baik dibayar satu kali maupun dicicil setiap hari satu hari
puasa yang ditinggalkan sampai lunas 29 atau 30 Ramadan. Dalam kitab Syarh al-Muqaddimah al-Hadhramiyah disebutkan, pembayaran fidyah boleh ditunda, bahkan sampai menjelang puasa Ramadan berikutnya.
لو أخر نحو الهرم الفدية عن السنة الأولى، لم يجب شيء
للتأخير؛ لأنّ وجوبها على التراخي
“Seandainya orang yang sudah tua renta dan
sejenisnya mengakhirkan pembayaran fidyah tahun Ramadan sebelumnya, maka dia
tidak dikenai kewajiban apa-apa, karena kewajiban membayar fidyah boleh untuk
ditunda.”
Adapun
membayar fidyah sekaligus di awal Ramadan untuk seluruh puasa yang akan
ditinggalkan, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut ulama Hanafiyah boleh, sedangkan
menurut ulama Syafi’iyah
tidak boleh.
Berapa Ukuran Fidyah Yang Harus Dibayar?
Dalam hadits riwayat Imam Daruquthni dari Ali bin Abi
Thalib dan dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah Saw kepada
seorang lelaki yang melakukan jima' atau berhubungan badan dengan istrinya di
suatu siang di bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda
berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dalam hadits disebutkan bahwa karena laki-laki itu tidak mampu melakukannya maka ia harus membayar denda 1 araq
(sekeranjang) berisi 15 sha' kurma. Satu Sha' terdiri dari 4 mud, sehingga
kurma yang diterima oleh lelaki itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60
orang miskin (untuk mengganti puasa dua bulan). Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6
kilogram atau 3/4 liter.
Oleh
sebab itu, besarnya
fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1
mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.
Bolehkah Membayar Fidyah dengan Uang?
Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah
yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir
miskin. Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan
santunan kepada orang-orang miskin, maka boleh saja memberikan fidyah
dalam bentuk uang.
Mengapa demikian? Karena, bagaimana jika orang miskin tersebut sudah cukup memiliki
bahan makanan. Bukankah lebih baik memberikan kepadanya fidyah
dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakannya untuk keperluan lain?
Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan akhir bahwa
kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang, jika
sekiranya lebih bermanfaat. Namun,
jika ada indikasi bahwa uang tersebut akan digunakan untuk foya-foya, maka
kita wajib memberikannya dalam bentuk bahan makanan pokok.
Wallahu a’lam
0 comments:
Post a Comment