Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita simak penjelasan berikut ini.
Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu'in menegaskan:
وتكره لمجامع وقاضي حاجة بل يجيبان بعد الفراغ
"Dimakruhkan bagi orang yang sedang melakukan hubungan badan dan buang hajat untuk menjawab kumandang adzan, namun demikian bagi keduanya masih tetap dianjurkan untuk menjawabnya manakala sudah selesai dari apa yang mereka kerjakan."
Sementara itu, ulama besar madzhab Syafi'i lainnya, yakni Imam Nawawi, menyampaikan hal yang senada:
يكره الذكر والكلام حال قضاء الحاجة ، سواء كان في الصحراء أو في البنيان ، وسواء في ذلك جميع الأذكار والكلام إلا كلام الضرورة حتى قال بعض أصحابنا : إذا عطس لا يحمد الله تعالى ، ولا يشمت عاطساً ، ولا يرد السلام ، ولا يجيب المؤذن ، ويكون المُسَلِّمُ مقصراً لا يستحق جواباً ، والكلام بهذا كله مكروه كراهة تنزيه ولا يحرم ، فإن عطس فحمد الله تعالى بقلبه ولم يحرك لسانه فلا بأس ، وكذلك يفعل حال الجماع
"Dimakruhkan berdzikir dan berbicaratatkala sedang buang hajat, baik dilakukan di tanah lapang (terbuka) ataupun di dalam ruangan. Kemakruhan tersebut berlaku untuk semua konteks dzikir dan pembicaraan kecuali perkataan yang bersifat darurat. Bahkan sebagian murid-murid Imam Syafi’i berpandangan bahwa ketika ada seseorang bersin (di jamban) maka tidak dianjurkan mengucapkan hamdalah dan tidak pula mengucapkan tasymith (ucapan Yarhamukallâh), tidak dianjurkan menjawab adzan dan orang yang mengucapkan salam dengan lalai tidak berhak untuk dijawab, dan ucapan pada semua keadaan di atas adalah dihukumi makruh tanzih, tidak sampai dihukumi haram. Jika seseorang bersin kemudian dia mengucapkan hamdalah dalam hatinya tanpa menggerakkan lisannya maka hal ini tidak dipermasalahkan, hal tersebut juga dapat dilakukan ketika dalam keadaan bersetubuh." (Lihat: Al-Adzkar, 1/51)
Penjelasan di atas diperkuat dengan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saw tidak menjawab salam yang diucapkan oleh Muhajir bin Qanfadz karena pada saat itu beliau sedang buang hajat.
وعَنِ الْمهُاَجِرِ بْنِ قَنْفَذ رضي الله عنه قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَبُوْلُ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيَّ وَقَالَ : إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ تَعَالَى إِلَّا عَلَى طُهْرٍ --رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهٍ
“Dari Sahabat Muhajir bin Qanfadz ra. bahwa beliau berkata: Aku mendatangi Nabi Muhammad Saw saat beliau sedang buang hajat, lalu aku mengucapkan salam pada beliau, namun salam itu tidak dijawabnya sampai beliau mengambil wudhu, lalu beliau menjelaskan padaku, ‘Aku tidak menyukai menyebut nama Allah kecuali aku dalam keadaan suci’.” (HR Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menjawab kumandang adzan secara lisan saat sedang berada di kamar mandi atau toilet tidaklah sunnah, bahkan dihukumi makruh. Namun demikian tetap dianjurkan untuk menjawabnya di dalam hati. Dan manakala sudah keluar dari tempat tersebut dianjurkan untuk menjawabnya secara lisan.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment