Sebagian besar
manusia berpandangan bahwa rezeki adalah uang, penghasilan yang besar, bahan
makanan yang lezat, rumah megah, dan kendaraan pribadi yang mewah. Namun, hal
ini berbeda dengan pemahaman yang disampaikan kalangan ulama. M. Mutawalli
asy-Sya’rawi, misalnya, berkata, “Rezeki adalah segala apa yang bisa
dimanfaatkan oleh pemiliknya.”[1]
Dengan demikian, bisa dipahami bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai,
segala sesuatu yang dimakan, dan segala sesuatu yang dinikmati.
Dengan bahasa
lain, rezeki bisa dimaknai sebagai segala anugerah dan karunia Allah Swt. Itu
artinya rezeki meliputi uang, pekerjaan, rumah, kendaraan, makanan, kesehatan,
ilmu pengetahuan, dan segala sesuatu yang dirasa nikmat dan dapat memberi
manfaat bagi pemiliknya.
Setiap anugerah
dan kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada setiap makhluk ciptaan-Nya
dinamakan rezeki. Setiap makhluk pasti akan memperoleh rezeki. Pengertian
rezeki yang dimaksud adalah bersifat umum, baik konkret maupun abstrak, lahir
maupun batin. Rezeki yang konkret (lahir) seperti harta kekayaan, pangkat,
jabatan, dan sebagainya. Sedangkan rezeki yang abstrak (batin) seperti rasa
senang, hati tenang, gembira, dan sebagainya. Besar kecilnya kadar rezeki yang
diberikan itu hak Allah Yang Maha Menentukan dan Allah adalah Dzat Yang Maha
Suci dari kesalahan.
Allah Swt
berfirman:
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ
مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak
ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”[2]
Yang dimaksud
binatang melata di sini adalah segenap makhluk yang bernyawa. Tidak diragukan
lagi tentang banyaknya hewan, beraneka ragam warna dan bentuknya serta
jenisnya, di darat, di laut, maupun di udara. Semua itu hanya Allah yang tahu
pasti berapa jumlahnya. Dia pula yang tahu pasti bagaimana watak dan tabiatnya,
makanannya, dan tempat tinggalnya, dan hal-hal yang sesuai atau serasi
dengannya.
Dan termasuk
dari bagian dabbah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah manusia.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dalam penciptaan, dan juga paling
mulia di sisi Allah Swt. Kedudukan manusia, apakah dia termasuk golongan yang
bertakwa atau durhaka, rezekinya tetap berada dalam tanggungan Allah.
Dalam sebuah
hadits qudsi, Allah Swt berfirman: “Wahai
hamba-Ku, tiap-tiap dari kalian berada dalam kelaparan kecuali orang-orang yang
Kuberi makan. Oleh karena itu, mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan
memberimu makan.”
0 comments:
Post a Comment