Telah menjadi sebuah
kebiasaan di tengah masyarakat membaca puji-pujian di antara adzan dan iqamah.
Hal itu biasanya dilakukan setelah melakukan shalat sunnah qabliyah di
antara adzan dan iqamah. Sambil menunggu para jamaah hadir di masjid maka
dilantunkanlah puji-pujian yang intinya adalah dzikir, shalawat dan doa. Kebiasaan
yang telah berlangsung lama itu, saat ini dibid’ahkan kaum Salafi-Wahabi dan dicap
sebagai amalan yang akan menjermuskan setiap pelakunya ke jurang neraka.
Dalil yang Membid’ahkan
Dalam sebuah artikel yang diposting di www.muslim.or.id berujudul Shalawatan Setelah Adzan,
sang penulis mengutip perkataan Syaikh Sayyid Sabiq dan Syaikh Muhammad Mufti
ad-Diyar al-Mishriyah untuk menguatkan vonis bid’ahnya terhadap amalan shalawatan
setelah adzan atau puji-pujian antara
adzan dan iqamah.
Dalam artikel
itu disebutkan bahwa Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengeraskan bacaan shalawat
dan salam bagi Rasul setelah adzan adalah
sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan amalan tersebut termasuk
dalam bid’ah yang terlarang.
Ibnu Hajar berkata dalam al-Fatawa al-Kubra, “Para
guru kami dan selainnya telah menfatwakan bahwa shalawat dan salam setelah
kumandang adzan dan bacaan tersebut dengan dikeraskan sebagaimana ucapan adzan
yang diucapkan muadzin, maka mereka katakan bahwa shalawat memang ada
sunnahnya, namun cara yang dilakukan tergolong dalam bid’ah.”
Syaikh Muhammad
Mufti ad-Diyar al-Mishriyah ditanya mengenai shalawat dan salam setelah adzan
(dengan dikeraskan). Beliau rahimahullah menjawab, “…Ada pun ucapan yang disebutkan sebelum atau
sesudah adzan (dengan suara keras sebagaimana adzan), maka itu tergolong dalam amalan yang tidak ada asal usulnya
(baca: bid’ah). Kekeliruan tersebut dibuat-buat bukan untuk tujuan
tertentu. Tidak ada satu pun di antara para ulama yang mengatakan bolehnya
ucapan keliru semacam itu. Tidak perlu
lagi seseorang menyatakan bahwa amalan itu termasuk bid’ah hasanah. Karena setiap bid’ah dalam ibadah seperti contoh
ini, maka itu termasuk bid’ah yang jelek (bukan bid’ah
hasanah, tetapi masuk bid’ah sayyiah, bid’ah yang jelek). Siapa
yang mengklaim bahwa seperti ini bukan amalan yang keliru, maka ia berdusta.”
Jawabannya
Sebenarnya kaum Salafi-Wahabi takkan pernah bisa
menunjukkan dalil yang shahih dan tegas yang dapat dijadikan landasan
vonis bid’ah yang mereka arahkan kepada puji-pujian antara adzan iqamah. Landasan
mereka hanya penalaran mereka sendiri bahwa Nabi SAW tidak pernah melakukannya
dan memerintahkannya, oleh karena itu ia tercakup dalam hadits yang menyatakan
bahwa segala hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan
setiap kesesatan tempatnya adalah neraka.
Kalau Anda perhatikan kutipan artikel di atas,
atau Anda bisa langsung membacanya di sumber yang telah disebutkan, maka Anda
akan temukan bahwa tak ada satu pun dalil yang diajukan penulis artikel untuk
mendukung vonis bid’ahnya, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits. Ia
hanya mengutip perkataan kedua tokoh yang telah disebutkan di atas. Tak lebih
dari itu.
Lalu, bagaimana
dengan umat Islam yang melakukan puji-pujian di antara adzan dan iqamah? Adakah
dalil yang bisa diajukan sebagai landasan amalan tersebut? Kalau Anda ingin
mengetahuinya, simaklah penjelasan di bawah ini sebaik-baiknya. Semoga Allah
SWT memberikan pemahaman yang baik pada kita semua.
Ada beberapa
alasan mengapa puji-pujian antara adzan dan iqamah itu dianjurkan untuk
dilakukan:
1. Rasulullah SAW tidak pernah melarang
membaca syair (dzikir, shalawat, doa dan nasihat) di masjid. Pada zaman Nabi
SAW, sahabat juga membaca syair di masjid. bahkan Rasulullah SAW mempersiapkan
tempat khusus di masjid untuk Hassan bin Tsabit al-Anshari sebagai ahli syair.
Dalam sebuah hadits disebut:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ
لِحَسَّانَ مِنْبَرًا فِي الْمَسْجِدِ يَقُومُ عَلَيْهِ قَائِمًا يُفَاخِرُ عَنْ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُنَافِحُ عَنْ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَقُولُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُؤَيِّدُ حَسَّانَ بِرُوحِ الْقُدُسِ مَا
يُفَاخِرُ أَوْ يُنَافِحُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Aisyah ra ia berkata,
“Rasulullah SAW mempersiapkan mimbar di masjid untuk Hassan bin Tsabit di
masjid, di mana ia bisa berdiri di tempat tersebut untuk menghibur dan memberi
semangat Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW bersabda, “Mudah-mudahan Allah
menguatkan Hassan dengan Ruhul Qudus selama ia menghibur dan memberi semangat
kepada Rasulullah SAW.” (HR Tirmidzi
dan Ahmad).
2.
Suatu ketika Sayyidina Umar ra hendak melarang
sahabat Hassan bin Tsabit yang melantunkan syair di masjid, namun kemudian
beliau diingatkan oleh Abu Hurairah ra.
عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ فِي الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ
يُنْشِدُ فَقَالَ كُنْتُ أُنْشِدُ فِيْهِ وَفِيْهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ
الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ بِاللهِ أَسَمِعْتَ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ
أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ نَعَمْ
“Dari Sa’id bin al-Musayyab berkata, “Umar berjalan di dalam masjid
sedangkan Hassan sedang bersyair lalu (Umar mencelanya), maka Hassan berkata, “Aku
pernah bersyair di masjid dan saat itu ada orang yang lebih mulia darimu.” Kemudian dia berpaling dan menemui Abu Hurairah ra seraya
berkata, “Aku bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah engkau mendengar Nabi SAW
bersabda, “Penuhilah permohonanku. Ya Allah kuatkanlah dia dengan Ruhul Qudus.”
Abu Hurairah ra berkata, “Ya.” (HR
Bukhari).
3.
Sebagai doa, perbuatan ini sangat utama,
apalagi waktu tersebut adalah salah satu waktu yang istijabah. Sabda
Nabi SAW dalam sebuah hadits shahih:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ
“Dari Anas bin Malik ia
berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Doa antara adzan dan iqamah tidak akan
ditolak.” (HR Tirmidzi dan Ahmad).
4.
Nasihat, dzikir dan shalawat yang dibaca di
dalam pembacaan syair (puji-pujian) itu merupakan salah satu media untuk
mengokohkan dakwah Islam. Dan itu merupakan salah satu strategi yang jitu dari
para ulama untuk menyebarkan Islam di tengah masyarakat.
5.
Lantunan syair (puji-pujian) itu dapat
menambah semangat sekaligus dapat mengobati rasa jenuh sembari menunggu shalat
jamaah dilaksanakan. Dimaksudkan pula agar para jamaah tidak membicarakan
hal-hal yang tidak perlu ketika akan shalat.
Berdasarkan
keterangan di atas, jelaslah bahwa melantunkan puji-pujian di dalam masjid di
antara adzan dan iqamah bukanlah bid’ah. Coba
Anda bandingkan dengan fatwa kaum Salafi-Wahabi yang membid’ahkannya. Mereka
tak memiliki satu pun dalil untuk mengukuhkan fatwa mereka kecuali hanya
sekedar pendapat ulama, sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. Sedangkan umat
Islam yang melantunkan pujian di masjid memiliki sejumlah dalil, bahkan berasal
dari hadits-hadits shahih sebagaimana yang juga sudah dipaparkan.
Dengan dalil-dalil yang telah
dipaparkan, maka membaca dzikir, nasihat, puji-pujian secara bersama-sama
sebelum shalat berjamaah dilangsungkan adalah amalan yang baik dan dianjurkan.
Namun tentu saja dengan catatan jangan sampai mengganggu orang yang sedang melaksanakan
shalat. Hal itu mestinya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing
masjid yang dimaksud.
Wallahu a’lam...
Sumber: Buku Menjawab Vonis Bid'ah Kaum Salafi-Wahabi
0 comments:
Post a Comment