Wednesday, December 25, 2019

Published December 25, 2019 by with 0 comment

Bid'ahkah Puji-pujian Antara Adzan dan Iqamah?

Telah menjadi sebuah kebiasaan di tengah masyarakat membaca puji-pujian di antara adzan dan iqamah. Hal itu biasanya dilakukan setelah melakukan shalat sunnah qabliyah di antara adzan dan iqamah. Sambil menunggu para jamaah hadir di masjid maka dilantunkanlah puji-pujian yang intinya adalah dzikir, shalawat dan doa. Kebiasaan yang telah berlangsung lama itu, saat ini dibid’ahkan kaum Salafi-Wahabi dan dicap sebagai amalan yang akan menjermuskan setiap pelakunya ke jurang neraka.
 
Dalil yang Membid’ahkan
Dalam sebuah artikel yang diposting di www.muslim.or.id berujudul Shalawatan Setelah Adzan, sang penulis mengutip perkataan Syaikh Sayyid Sabiq dan Syaikh Muhammad Mufti ad-Diyar al-Mishriyah untuk menguatkan vonis bid’ahnya terhadap amalan shalawatan setelah adzan  atau puji-pujian antara adzan dan iqamah.
 
Dalam artikel itu disebutkan bahwa Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengeraskan bacaan shalawat dan salam bagi Rasul setelah adzan adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terlarang. Ibnu Hajar berkata dalam al-Fatawa al-Kubra, “Para guru kami dan selainnya telah menfatwakan bahwa shalawat dan salam setelah kumandang adzan dan bacaan tersebut dengan dikeraskan sebagaimana ucapan adzan yang diucapkan muadzin, maka mereka katakan bahwa shalawat memang ada sunnahnya, namun cara yang dilakukan tergolong dalam bid’ah.”
 
Syaikh Muhammad Mufti ad-Diyar al-Mishriyah ditanya mengenai shalawat dan salam setelah adzan (dengan dikeraskan). Beliau rahimahullah menjawab, “…Ada pun ucapan yang disebutkan sebelum atau sesudah adzan (dengan suara keras sebagaimana adzan), maka itu tergolong dalam amalan yang tidak ada asal usulnya (baca: bid’ah). Kekeliruan tersebut dibuat-buat bukan untuk tujuan tertentu. Tidak ada satu pun di antara para ulama yang mengatakan bolehnya ucapan keliru semacam itu. Tidak perlu lagi seseorang menyatakan bahwa amalan itu termasuk bid’ah hasanah. Karena setiap bid’ah dalam ibadah seperti contoh ini, maka itu termasuk bid’ah yang jelek (bukan bid’ah hasanah, tetapi masuk bid’ah sayyiah, bid’ah yang jelek). Siapa yang mengklaim bahwa seperti ini bukan amalan yang keliru, maka ia berdusta.”
 
Jawabannya
Sebenarnya kaum Salafi-Wahabi takkan pernah bisa menunjukkan dalil yang shahih dan tegas yang dapat dijadikan landasan vonis bid’ah yang mereka arahkan kepada puji-pujian antara adzan iqamah. Landasan mereka hanya penalaran mereka sendiri bahwa Nabi SAW tidak pernah melakukannya dan memerintahkannya, oleh karena itu ia tercakup dalam hadits yang menyatakan bahwa segala hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah neraka.
 
Kalau Anda perhatikan kutipan artikel di atas, atau Anda bisa langsung membacanya di sumber yang telah disebutkan, maka Anda akan temukan bahwa tak ada satu pun dalil yang diajukan penulis artikel untuk mendukung vonis bid’ahnya, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits. Ia hanya mengutip perkataan kedua tokoh yang telah disebutkan di atas. Tak lebih dari itu.
 
Lalu, bagaimana dengan umat Islam yang melakukan puji-pujian di antara adzan dan iqamah? Adakah dalil yang bisa diajukan sebagai landasan amalan tersebut? Kalau Anda ingin mengetahuinya, simaklah penjelasan di bawah ini sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT memberikan pemahaman yang baik pada kita semua.
 
Ada beberapa alasan mengapa puji-pujian antara adzan dan iqamah itu dianjurkan untuk dilakukan:
 
1. Rasulullah SAW tidak pernah melarang membaca syair (dzikir, shalawat, doa dan nasihat) di masjid. Pada zaman Nabi SAW, sahabat juga membaca syair di masjid. bahkan Rasulullah SAW mempersiapkan tempat khusus di masjid untuk Hassan bin Tsabit al-Anshari sebagai ahli syair. Dalam sebuah hadits disebut:
 
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ لِحَسَّانَ مِنْبَرًا فِي الْمَسْجِدِ يَقُومُ عَلَيْهِ قَائِمًا يُفَاخِرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ يُنَافِحُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَقُولُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ يُؤَيِّدُ حَسَّانَ بِرُوحِ الْقُدُسِ مَا يُفَاخِرُ أَوْ يُنَافِحُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 
“Dari Aisyah ra ia berkata, “Rasulullah SAW mempersiapkan mimbar di masjid untuk Hassan bin Tsabit di masjid, di mana ia bisa berdiri di tempat tersebut untuk menghibur dan memberi semangat Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW bersabda, “Mudah-mudahan Allah menguatkan Hassan dengan Ruhul Qudus selama ia menghibur dan memberi semangat kepada Rasulullah SAW.” (HR Tirmidzi dan Ahmad).
 
2. Suatu ketika Sayyidina Umar ra hendak melarang sahabat Hassan bin Tsabit yang melantunkan syair di masjid, namun kemudian beliau diingatkan oleh Abu Hurairah ra.
 
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ مَرَّ عُمَرُ فِي الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ يُنْشِدُ فَقَالَ كُنْتُ أُنْشِدُ فِيْهِ وَفِيْهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ بِاللهِ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ نَعَمْ
 
“Dari Sa’id bin al-Musayyab berkata, “Umar berjalan di dalam masjid sedangkan Hassan sedang bersyair lalu (Umar mencelanya), maka Hassan berkata, “Aku pernah bersyair di masjid dan saat itu ada orang yang lebih mulia darimu.” Kemudian dia berpaling dan menemui Abu Hurairah ra seraya berkata, “Aku bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah engkau mendengar Nabi SAW bersabda, “Penuhilah permohonanku. Ya Allah kuatkanlah dia dengan Ruhul Qudus.” Abu Hurairah ra berkata, “Ya.” (HR Bukhari).
 
3. Sebagai doa, perbuatan ini sangat utama, apalagi waktu tersebut adalah salah satu waktu yang istijabah. Sabda Nabi SAW dalam sebuah hadits shahih:
 
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ
 
“Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Doa antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak.” (HR Tirmidzi dan Ahmad). 
 
4. Nasihat, dzikir dan shalawat yang dibaca di dalam pembacaan syair (puji-pujian) itu merupakan salah satu media untuk mengokohkan dakwah Islam. Dan itu merupakan salah satu strategi yang jitu dari para ulama untuk menyebarkan Islam di tengah masyarakat.
 
5. Lantunan syair (puji-pujian) itu dapat menambah semangat sekaligus dapat mengobati rasa jenuh sembari menunggu shalat jamaah dilaksanakan. Dimaksudkan pula agar para jamaah tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu ketika akan shalat.
 
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa melantunkan puji-pujian di dalam masjid di antara adzan dan iqamah bukanlah bid’ah. Coba Anda bandingkan dengan fatwa kaum Salafi-Wahabi yang membid’ahkannya. Mereka tak memiliki satu pun dalil untuk mengukuhkan fatwa mereka kecuali hanya sekedar pendapat ulama, sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. Sedangkan umat Islam yang melantunkan pujian di masjid memiliki sejumlah dalil, bahkan berasal dari hadits-hadits shahih sebagaimana yang juga sudah dipaparkan.
 
Dengan dalil-dalil yang telah dipaparkan, maka membaca dzikir, nasihat, puji-pujian secara bersama-sama sebelum shalat berjamaah dilangsungkan adalah amalan yang baik dan dianjurkan. Namun tentu saja dengan catatan jangan sampai mengganggu orang yang sedang melaksanakan shalat. Hal itu mestinya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing masjid yang dimaksud.
 
Wallahu a’lam...
 
Sumber: Buku Menjawab Vonis Bid'ah Kaum Salafi-Wahabi

      edit

0 comments:

Post a Comment