Sejumlah kitab fiqih madzhab Syafi’i menyebutkan bahwa bacaan shalat gerhana matahari itu tidak dikeraskan
(sirr). Artinya, imam
tidak perlu membaca surat-surat al-Qur’an dengan
kencang, namun cukup
terdengar oleh telinganya sendiri saja. Ini juga merupakan pendapat Imam Abu Hanifah
dan Imam Malik. Sebaliknya, imam sebaiknya membaca keras (jahr) dalam shalat gerhana bulan.
Imam
al-Mawardi dalam al-Hawi al-Kabir menyebutkan bahwa kesunnahan mengeraskan bacaan
surat-surat al-Qur’an saat shalat gerhana bulan itu sudah menjadi kesepakatan ulama.
Sementara itu, para fuqaha
selain Syafi’iyyah berbeda pendapat terkait bacaan shalat gerhana matahari, apakah harus dikeraskan atau tidak.
Imam
Ahmad dan Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa bacaan shalat gerhana matahari sunnah untuk dikeraskan (jahr). Dasar
pendapat ini adalah riwayat Sayyidah
Aisyah di mana ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam men-jahr-kan bacaan shalat gerhana matahari.
Namun pendapat ini, menurut Imam al-Mawardi,
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang menceritakan
bahwa dirinya shalat gerhana matahari menjadi makmum bersama Nabi, dan tidak
mendengar satu huruf pun keluar dari mulut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Artinya,
Nabi tidak membaca secara jahr
saat shalat gerhana matahari.
Lalu
bagaimana Imam al-Mawardi
menyikapi perbedaan kedua riwayat ini?
Menurut beliau, riwayat dari Aisyah itu dapat ditakwil dengan dua
pandangan. Pertama,
kemungkinan Nabi hanya men-jahr-kan satu atau dua ayat saja dalam shalat gerhana matahari itu. Namun Imam al-Mawardi tidak menyebutkan
apa ayat yang di-jahr-kan itu. Kedua, jahr yang dimaksud
dalam riwayat Aisyah itu adalah jahr yang terdengar oleh telinga sendiri.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami memperkuat
pendapat pendahulunya dalam Tuhfatul Muhtaj bahwa bacaan shalat
gerhana matahari itu sunnah dibaca secara sirr karena ittiba’
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain itu, shalat ini juga dikategorikan sebagai shalat nahariyyah,
sebagaimana halnya shalat Zhuhur dan Ashar.
Pertanyaannya, bagaimana pendapat ulama fiqih
yang mempertahankan pendapat bahwa shalat gerhana matahari itu disunnahkan
dengan bacaan sirr bila seandainya imam membaca secara jahr
pada saat shalat gerhana matahari?
Pertama,
makmum disunnahkan tetap
mendengarkan bacaan al-Fatihah imam. Setelah imam selesai membaca al-Fatihah
dan imam membaca surah al-Qur’an, makmum diwajibkan membaca al-Fatihah kemudian mendengarkan
bacaannya imam. Kedua, makmum tidak perlu melakukan sujud sahwi.
Wallahu a’lam..
0 comments:
Post a Comment