Monday, January 27, 2020

Published January 27, 2020 by with 0 comment

Menabur Bunga Saat Ziarah Kubur

Para ulama berpendapat bahwa hukum menyiramkan air dan bunga di atas kuburan adalah sunnah. Pernyataan ini bisa kita dapatkan, misalnya, di dalam kitab Nihayah al-Zain. Di sana Imam Nawawi al-Bantani berkata:
 
وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ، تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجَعِ، وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَاءِ الْوَرْدِ، لِأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطَّيِّبَةَ
 
“Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan sedikit air mawar, karena malaikat senang pada aroma yang harum.” (Nihayah al-Zain, hal. 145).
 
Tentu saja pendapat Imam Nawawi al-Bantani di atas bukan tanpa dasar. Beliau berfatwa demikian dengan bersandarkan pada hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
 
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
 
“Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati perkebunan penduduk Madinah atau Makkah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang di siksa dalam kubur mereka. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata, “Keduanya sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa disebabkan dosa besar.” Lalu beliau menerangkan, “Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya lagi disiksa karena suka mengadu domba.” Beliau kemudian minta diambilkan sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelah menjadi dua bagian, kemudian beliau menancapkan setiap bagian pada dua kuburan tersebut. Maka beliau pun ditanya, “Kenapa Tuan melakukan ini?” Beliau menjawab, “Mudah-mudahan siksanya diringankan selama dahan itu masih basah.” (HR Bukhari).
 
Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin:
 
يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ
 
“Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dapat meringankan beban si mayat karena barakah bacaan tasbihnya dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.” (I’anah al-Thalibin, Juz II, halaman 119).
 
Penjelasan disertai dalil-dalil di atas sesungguhnya sudah cukup untuk dijadikan dasar menyiramkan air dan bunga di atas pusara seseorang yang diziarahi pada saat kita melakukan ziarah kubur.
 
Wallahu a’lam
      edit

0 comments:

Post a Comment