Friday, January 31, 2020

Published January 31, 2020 by with 0 comment

Shalat Ghaib

Shalat ghaib adalah shalat jenazah yang jenazahnya tidak berada di hadapannya, tapi berada di tempat lain. Bisa jadi berada di desa lain ataupun di negara lain ataupun sudah dimakamkan. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat ghaib. Dikisahkan dalam hadits:
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيٍّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ أَرْبَعًا. (صحيح البخاري، رقم ١١٦٨)
  
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan kepada kaum muslimin tentang wafatnya Raja Najasyi pada hari meninggalnya Raja Habasyah tersebut. Lalu beliau berangkat ke mushalla bersama orang-orang. Para sahabat membuat shaf (di belakang beliau) dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bertakbir empat kali." (Shahih al-Bukhari, [1168])
 
Hadits di atas secara tegas menjelaskan bahwa shalat ghaib itu termasuk sunnah Rasul. Maka, tidak ada alasan untuk melarangnya, dan hendaknya kita sebagai umat beliau mengikuti jejaknya.
Syaikh Muhammad Bakr Ismail mengatakan:

تَجُوْزُ صَلاَةُ الْجَنَازَةِ عَنِ الْغَائِبِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَكَثِيْرٍ مِنْ عُلَمَاءِ الْحَنَابِلَةِ فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى النَّجَّاشِيِّ مَلِكِ الْحَبَشَةِ حِيْنَ عَلِمَ بِمَوْتِهِ. وَصَلَّى عَلَى زَيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ وَجَعْفَرٍ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا حِيْنَ عَلِمَ اسْتِشْهَادَهُمَا بِمُؤْتَهُ (وَهِيَ اِسْمُ مَكَانٍ وَقَعَتْ فِيْهَا مَعْرَكَةٌ حَامِيَةٌ وَغَيْرُ مَتَكَافِئَةٍ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالرُّوْم). (الفقه الواضح من الكتاب والسنة، ج١ ص٤١٧)

"Kalangan Syafi'iyyah dan banyak dari ulama Hanbali membolehkan shalat ghaib. (Hal ini) Telah terbukti bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat ghaib untuk Raja Najasy, penguasa negeri Habasyah ketika beliau mendengar kabar tentang kematiannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga melakukan shalat ghaib untuk Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhuma ketika beliau mendengar kabar bahwa keduanya telah gugur sebagai syahid di Mu'tah (yakni nama daerah tempat berkecamuknya peperangan yang dahsyat. Di mana jumlah kaum muslimin tidak seimbang dengan bala tentara Romawi)." (Al-Fiqh al-Wadhih min al-Kitab wa al-Sunnah, Juz I, hal. 417)
 
Namun demikian, shalat ghaib tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk bolehnya shalat ghaib. Yakni dengan syarat sulitnya untuk datang melakukan shalat jenazah. 
 
Syaikh Nawawi dalam kitab Nihayah al-Zain mengatakan:

وَالْمُتَّجَهُ أَنَّ الْمُعْتَبَرَ الْمَشَقَّةُ وَعَدَمُهَا. فَحَيْثُ شَقَّ الْحُضُوْرُ وَلَوْ فِي الْبَلَدِ لِكَبِيْرِهَا وَنَحْوِهَا صَحَّتْ. فَحَيْثُ لاَ وَلَّوْ خَارِجَ السُّوَرِ لَمْ تَصِحَّ كَمَا نَقَلَهُ الشِّبْرَامَلِّيْسِي عَنِ ابْنِ قَاسِمٍ، فَلَوْ كَانَ الْمَيِّتُ خَارِجَ السُّوَرِ فَهُوَ قَرِيْبًا مِنْهُ فَهُوَ كَدَاخِلِهِ. وَالْمُرَادُ بِالْقُرْبِ هُنَا حَدُّ الْغَوْثِ. (نهاية الزين في إرشاد المبتدئين، ١٦٠)

"Menurut pendapat yang muttajah (yang dianggap kuat), bahwa yang diperhitungkan dalam kebolehan shalat ghaib adalah ada atau tidaknya masyaqqah (kesulitan). Maka, ketika ada kesulitan untuk menghadiri shalat jenazah, sekalipun dalam satu daerah, karena daerahnya terlalu luas atau lainnya, maka sah melakukan shalat ghaib. Jika tidak ada kesulitan, sekalipun di luar daerah, maka tidak sah. Sebagaimana yang dikutip oleh al-Syabramallisi dan Ibn Qasim. Maka andaikata ada mayit yang ada di luar daerah tapi masih dekat, maka dianggap masih di dalam daerahnya. Yang dimaksud dengan dekat di sini adalah batas jangkauan suara orang yang berteriak." (Nihayah al-Zain, 160).
 
Paparan di atas mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa shalat ghaib hukumnya boleh selama mememuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, seperti mayit berada di daerah yang sulit dijangkau sebagaimana yang dilaksanakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk Raja Habasyah.

Wallahu a'lam
      edit

0 comments:

Post a Comment