Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memiliki nama lengkap Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthallib yang juga dipanggil dengan nama Syaibatul Hamd ibn Hasyim ibn Abdu Manaf, alias Mughirah ibn Qushayy, alias Zaid ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka'b ibn Luayy ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn al-Nadhr ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma'ad ibn Adnan.
Itulah nasab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang disepakati para ulama. Adapun tentang kelanjutan silsilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di atas Adnan, para ulama masih bersilang pendapat. Dari pendapat-pendapat yang ada, tidak ada satupun yang dapat dianggap paling shahih. Akan tetapi, semua ulama sepakat untuk menyatakan bahwa Adnan memang keturunan langsung dari Ismail 'alaihissalam, ibn Khalilullah, Ibrahim 'alaihissalam.
Jadi, terlihat jelas bahwa Allah subhanahu wata'ala sengaja memilih utusan dari kabilah paling bersih dan garis keturunan paling suci yang sama sekali tidak dikotori noda jahiliyah.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah di antara anak keturunan Ismail, dan Dia telah memilihi Quraisy di antara Kinanah, dan milih Hasyim di antara Quraisy, dan memilih aku di antara Bani Hasyim."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan pada Tahun Gajah. Disebut demikian karena pada tahun itu Abrahah al-Asyram berusaha menyerang Mekah untuk menghancurkan Ka'bah. Allah subhanahu wata'ala mematahkan niat jahat Gubernur Yaman itu dengan salah satu tanda kekuasaan-Nya. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan dalam al-Qur'an. Menurut pendapat paling kuat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin, malam 12 Rabiul Awwal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terlahir dalam keadaan yatim. Sang ayah yang bernama Abdullah wafat ketika ibundanya tengah mengandung beliau selama dua bulan. Setelah lahir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, berada di bawah asuhan kakeknya, Abdul Muthallib.
Dialah yang mencarikan untuknya seorang ibu susu, sebagaimana umum dilakukan masyarakat Arab pada masa itu. Abdul Muthallib lalu menyerahkan Muhammad kecil kepada seorang perempuan Bani Sa'd ibn Bakr yang bernama Halimah binti Abu Dzuaib.
Para perawi sirah sepakat menyatakan bahwa pada saat itu, Bani Sa'd sedang dilanda paceklik. Kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal mereka. Akan tetapi, ketika Muhammad kecil tiba di kediaman Halimah dan menetap di sana untuk disusui, lambat laun tanah di sekitar kediaman Halimah kembali subur. Tanaman kembali menghijau sehingga domba-domba yang dipelihara keluarga Halimah dapat merumput dan kembali ke kandang dalam keadaan kenyang dan dipenuhi susu.
Ketika Rasulullah tinggal di kediaman Bani Sa'd inilah, terjadi peristiwa yang dikenal dengan "pembelahan dada". Salah satu hadis yang berbicara tentang peristiwa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (Shahih Muslim, 1/101 dan 102). Setelah disapih Muhammad pun dikembalikan kepada ibundanya. Saat itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam baru berusia lima tahun.
Menginjak usia enam tahun, sang ibunda yang beranama Aminah wafat maka pengasuhan Rasulullah pun berpindah ke tangan sang kakek, Abdul Muthallib. Sang kakek wafat ketika Rasulullah berusaha delapan tahun. Pengasuhan beliau pun berpindah ke tangan sang paman yang bernama Abu Thalib.
Itulah nasab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang disepakati para ulama. Adapun tentang kelanjutan silsilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di atas Adnan, para ulama masih bersilang pendapat. Dari pendapat-pendapat yang ada, tidak ada satupun yang dapat dianggap paling shahih. Akan tetapi, semua ulama sepakat untuk menyatakan bahwa Adnan memang keturunan langsung dari Ismail 'alaihissalam, ibn Khalilullah, Ibrahim 'alaihissalam.
Jadi, terlihat jelas bahwa Allah subhanahu wata'ala sengaja memilih utusan dari kabilah paling bersih dan garis keturunan paling suci yang sama sekali tidak dikotori noda jahiliyah.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah di antara anak keturunan Ismail, dan Dia telah memilihi Quraisy di antara Kinanah, dan milih Hasyim di antara Quraisy, dan memilih aku di antara Bani Hasyim."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan pada Tahun Gajah. Disebut demikian karena pada tahun itu Abrahah al-Asyram berusaha menyerang Mekah untuk menghancurkan Ka'bah. Allah subhanahu wata'ala mematahkan niat jahat Gubernur Yaman itu dengan salah satu tanda kekuasaan-Nya. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan dalam al-Qur'an. Menurut pendapat paling kuat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin, malam 12 Rabiul Awwal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terlahir dalam keadaan yatim. Sang ayah yang bernama Abdullah wafat ketika ibundanya tengah mengandung beliau selama dua bulan. Setelah lahir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, berada di bawah asuhan kakeknya, Abdul Muthallib.
Dialah yang mencarikan untuknya seorang ibu susu, sebagaimana umum dilakukan masyarakat Arab pada masa itu. Abdul Muthallib lalu menyerahkan Muhammad kecil kepada seorang perempuan Bani Sa'd ibn Bakr yang bernama Halimah binti Abu Dzuaib.
Para perawi sirah sepakat menyatakan bahwa pada saat itu, Bani Sa'd sedang dilanda paceklik. Kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal mereka. Akan tetapi, ketika Muhammad kecil tiba di kediaman Halimah dan menetap di sana untuk disusui, lambat laun tanah di sekitar kediaman Halimah kembali subur. Tanaman kembali menghijau sehingga domba-domba yang dipelihara keluarga Halimah dapat merumput dan kembali ke kandang dalam keadaan kenyang dan dipenuhi susu.
Ketika Rasulullah tinggal di kediaman Bani Sa'd inilah, terjadi peristiwa yang dikenal dengan "pembelahan dada". Salah satu hadis yang berbicara tentang peristiwa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (Shahih Muslim, 1/101 dan 102). Setelah disapih Muhammad pun dikembalikan kepada ibundanya. Saat itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam baru berusia lima tahun.
Menginjak usia enam tahun, sang ibunda yang beranama Aminah wafat maka pengasuhan Rasulullah pun berpindah ke tangan sang kakek, Abdul Muthallib. Sang kakek wafat ketika Rasulullah berusaha delapan tahun. Pengasuhan beliau pun berpindah ke tangan sang paman yang bernama Abu Thalib.
***
- Pelajaran dan Bahan Renungan
Kita dapat memetik beberapa pelajaran penting dari salah satu babak kehidupan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini:
1. Melihat nasab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kita dapat melihat bukti nyata, betapa sesungguhnya Allah subhanahu wata'ala telah mengistimewakan bangsa Arab di atas bangsa-bangsa lain di dunia, sekaligus mengistimewakan suku Quraisy di atas semua suku Arab lainnya. Hal ini jelas termaktub dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan hadis-hadis lain yang senada dengannya. Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam al-Turmudzi mengatakan bahwa pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di atas mimbar dan bersabda, "Siapakah aku?" Para sahabat menjawab, "Engkau adalah utusan Allah. Salam sejahtera bagimu." Rasulullah lalu melanjutkan, "Aku adalah Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthallib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu menjadikan mereka dua bagian. Allah menjadikan aku pada kelompok yang terbaik. Allah lalu menjadikan mereka bersuku-suku bangsa maka Dia menjadikan aku pada suku yang terbaik. Allah lalu menjadikan mereka berkeluarga-keluarga maka Dia menjadikan aku pada keluarga yang terbaik, dan jiwa yang terbaik pula." (al-Turmudzi, Kitab al-Manaqib, 9/236)
Ketahuilah, kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuntut kecintaan kepada kaum dan kabilah asal kelahiran beliau, bukan dilihat dari segi orang-orang yang ada di tengah kaum dan kabilah tersebut, melainkan dilihat dari segi hakikat yang berdiri sendiri. Alasannya, secara hakiki, bangsa Arab --khususnya suku Quraisy-- memang memiliki kedudukan mulia disebabkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berasal dari kalangan mereka.
Kemuliaan ini tentu tidak gugur begitu saja ketika ada orang Arab atau orang Quraisy yang melakukan kejahatan atau penyimpangan dari jalan yang lurus sehingga membuatnya terjerembab dari kedudukan mulia yang telah Allah pilihkan bagi hamba-hamba-Nya yang mulia. Karena penyimpangan seperti itu sebenarnya akan memutuskan pelakunya dari hubungan nasab dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
2. Sama sekali bukanlah kebetulan jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terlahir dalam keadaan yatim. Bahkan, tidak lama kemudian sang kakek menyusul ke alam baka. Oleh karena itu, pada masa pertumbuhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengenyam pendidikan sang ayah, tidak pula kasih sayang ibundanya.
Allah subhanahu wata'ala sengaja memilihkan masa pertumbuhan seperti ini untuk nabi kesayangan-Nya. Di balik itu semua, tentu tersimpan hikmah luar biasa. Bisa jadi agar tak ada seorang pun yang menemukan celah untuk menghembuskan keraguan ke dalam hati umat manusia bahwa Muhammad menimba pengetahuan berkenaan dengan dakwah yang ia sebarkan dari ayah atau kakeknya. Keraguan semacam itu sangat mungkin dihembuskan, terutama karena kakek Muhammad, Abdul Muthallib, adalah pemuka kaumnya. Di tangannyalah tergenggam tanggung jawab rifadah dan siqayah.
Keterangan:
[Ar-Rifadah dan Siqayah ialah sebuah kegiatan yang biasa dilakukan orang-orang Quraisy di masa jahiliah dengan mengumpulkan harta dalam jumlah besar untuk kemudian semuanya mereka belanjakan untuk membeli makanan yang kemudian mereka bagi-bagikan kepada khalayak di saat musim haji tiba].
Sesuatu yang wajar jika seorang kakek atau ayah mewariskan apa saja yang jamak diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya.
Allah Yang Mahabijaksana rupanya telah menakdirkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti ini. Dengan demikian, tertutuplah celah bagi orang-orang yang sesat yang akan meragukan kenabiannya.
Semasa kecil, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tumbuh tanpa mengenyam pengasuhan ayah, ibu dan kakeknya. Bahkan, pada masa-masa awal setelah dilahirkan, Allah berkehendak untuk menempatkan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di dusun Bani Sa'd yang jauh dari sanak keluarga. Ketika sang kakek meninggal dunia, pengasuhan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berpindah ke tangan pamannya, Abu Thalib, yang hidup sampai sekitar tiga tahun sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hijrah ke Madinah. Uniknya, kengganan Abu Thalib untuk memeluk Islam hingga dijemput ajal ternyata juga menjadi salah satu penyempurna bukti kebenaran risalah Muhammad. Dengan begitu, tak seorang pun dapat menuduh Abu Thalib-lah yang mengajarkan kandungan agama Islam kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, atau menuduh bahwa sebenarnya agama yang dibawa Muhammad tidak lebih dari sekedar perkara dominasi kekuasaan di kalangan suku Quraisy.
Begitulah suratan takdir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tumbuh sebagai yatim di bawah pertolongan langsung Allah subhanahu wata'ala. Tak ada tangan keluarga yang memanjakannya. Tak banyak pula harta yang membuatnya hidup nyaman. Semua itu bagian dari rencana Tuhan agar Muhammad tidak tumbuh menjadi sosok yang terlalu mencintai harta atau kedudukan. Agar Muhammad tidak menjadi pribadi yang gila pangkat dan kehormatan sehingga orang lain dengan mudah menuduh kenabian suci yang diembannya adalah upaya untuk mencari kedudukan duniawi.
3. Para perawi sirah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sepakat bahwa ketika Muhammad mulai tinggal di tempat itu, tanah yang didiami Halimah kembali subur, padahal sebelumnya kering kerontang. Unta tua yang sebelumnya tak dapat meneteskan susu tiba-tiba kembali kuat dan menghasilkan susu yang banyak. Semua itu membuktikan kedudukan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang tinggi di sisi Allah subhanahu wata'ala, kendati saat itu ia masih terbilang amat belia. Salah satu bukti paling menonjol betapa Allah sangat memuliakan hamba-Nya yang satu ini adalah dengan keberadaannya, Allah merahmati tempat tinggal Halimah, ibu yang menyusui baginda Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak perlu heran karena syariat Islam mengajarkan kita untuk memohon hujan di musim kemarau panjang dengan wasilah berkah orang-orang saleh dan para ahlul bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sembari berharap Allah subhanahu wata'ala berkenan mengabulkan doa kita, terutama untuk daerah yang mendapat kehormatan menjadi tempat tinggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sewaktu kecil. Tentulah amat pantas jika disebabkan tinggalnya Muhammad di tempat itu, kediaman Halimah dan sekitarnya dapat kembali subur sebab kehadiran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih agung daripada sekedar aliran mata air atau air hujan yang turun membasahi bumi. Karena ketentuan di tangan Allah dan Dia-lah yang menciptakan sebab segala sesuatu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentu pantas menjadi salah satu pintu berkah Ilahi yang Dia limpahkan kepada alam semesta. Allah subhanahu wata'ala berfirman, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam," (QS. al-Anbiya' [21]: 107).
Keterangan:
[Meminta pertolongan (istisyfa') dengan wasilah orang-orang saleh dan para ahlul bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memang dianjurkan, baik untuk meminta datangnya hujan maupun yang lain. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama dan para imam fiqih. Lihat Fath al-Bari, 2/339; Nail al-Authar, 2/7; Subul al-Salam, 2/134; dan al-Mughni karya Ibnu Qudamah, 3/265].
4. Peristiwa pembelahan dada yang dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sewaktu berada di bawah asuhan Bani Sa'd juga menjadi salah satu bentuk irhash, sekaligus bukti bahwa Allah memang telah memilih Muhammad untuk memikul tugas mulia. Peristiwa ini diriwayatkan melalui beberapa jalur periwayatan yang shahih dengan mengambil sumber dari sekian banyak sahabat. Di antara mereka adalah Anas ibn Malik radhiyallahu 'anhu, ia yang ucapannya diriwayatkan oleh Imam Muslim dala Al-Shahih sebagai berikut:
Suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bermain-main bersama beberapa orang anak, beliau didatangi oleh malaikat Jibril. Tiba-tiba Jibril merengkuh Rasulullah dan membaringkan tubuhnya. Setelah itu, Jibril membelah dada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengeluarkan hatinya. Jibril lalu mengeluarkan segumpal darah dari dalam hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Ini adalah tempat setan pada dirimu." Selanjutnya, Jibril mencuci hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan air zamzam di dalam sebuah bejana yang terbuat dari emas, kemudian mengembalikan hati ke tempat semula. Pada saat itu, anak-anak lain (yang bermain bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) pergi menemui ibu mereka seraya berseru, "Muhammad dibunuh!" Kemudian, mereka pun mendatangi Muhammad yang ternyata masih hidup dengan wajah pucat pasi." (HR Muslim)
Tentu saja, hikmah di balik peristiwa agung ini --wallahu a'lam-- bukan disingkirkannya potensi jahat di dalam tubuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Hal ini disebabkan, jika kejahatan bersumber dari sepotong daging atau segumpal darah di dalam tubuh manusia, berarti para penjahat dapat diubah menjadi orang baik hanya dengan melakukan operasi tubuh mereka. Akan tetapi, hikmah yang terkandung di dalam peristiwa itu adalah bentuk deklarasi tentang kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang dimulai dari menyiapkannya dengan menjaga dari dosa semenjak kecil melalusi simbol-simbol material agar manusia dapat lebih mudah beriman dan mempercayai risalah yang diembannya. Jadi, sebenarnya peristiwa pembelahan dada itu lebih merupakan bentuk penyucian spiritual yang muncul dalam bentuk simbol kejadian material yang kasat mata agar manusia dapat menangkap isyarat Ilahi atas penyucian calon nabi-Nya.
Apa pun hikmah di balik kejadian itu, kita tidak boleh menginterpretasikannya secara berlebihan --karena hadis tentang peristiwa itu terbilang shahih. Jika itu terjadi, dikhawatirkan menyimpang dari aspek ekstrinsik kejadian yang sebenarnya. Jadilah takwil sesat yang "jauh panggang daripada api". Siapa pun yang berusaha melakukan hal seperti ini cukup pantas untuk disebut sebagai pribadi yang keimanannya terhadap Allah subhanahu wata'ala teramat lemah.
Perlu diketahui, satu-satunya alat yang patut kita gunakan untuk menerima berita mengenai peristiwa ini tak lain adalah hadis shahih. Jika riwayat tersebut terbukti kuat dan shahih, kita tak punya pilihan selain menerimanya sepenuh hati. Ada pun alat yang patut kita gunakan untuk memahami riwayat tersebut, tak lain adalah bahasa Arab dan kaidah gramatikalnya. Pembaca yang budiman, ingatlah bahwa pangkal dari semua ucapan atau berita adalah hakikat dan faktanya. Kalau saja semua pakar atau pembaca diperbolehkan untuk memutarbalikkan semua ucapan atau berita dari hakikat dan fakta, juga mengubahnya menjadi metafora-metafora takwil, bahasa akan kehilangan fungsi. Manusia akan kesulitan memahami setiap ucapan atau berita.
Apa gerangan motif di balik semua takwil sesat dan upaya pengingkaran terhadap hakikat yang dilakukan oleh orang-orang dungu itu?
Jawabannya, itu semua lahir dari keimanan yang dangkal terhadap Allah subhanahu wata'ala. Takwil sesat seperti itu menunjukkan keyakinan yang lemah terhadap kenabian dan risalah yang diemban Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Kalau bukan disebabkan oleh lemahnya iman, semua orang tentu dapat dengan mudah menerima semua informasi yang diriwayatkan secara shahih, baik sudah mengetahui hikmah di balik peristiwa yang diriwayatkan maupun tidak.
Sumber: Fiqih Sirah karya Said Ramadhan al-Buthi
Sesuatu yang wajar jika seorang kakek atau ayah mewariskan apa saja yang jamak diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya.
Allah Yang Mahabijaksana rupanya telah menakdirkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti ini. Dengan demikian, tertutuplah celah bagi orang-orang yang sesat yang akan meragukan kenabiannya.
Semasa kecil, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam tumbuh tanpa mengenyam pengasuhan ayah, ibu dan kakeknya. Bahkan, pada masa-masa awal setelah dilahirkan, Allah berkehendak untuk menempatkan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di dusun Bani Sa'd yang jauh dari sanak keluarga. Ketika sang kakek meninggal dunia, pengasuhan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berpindah ke tangan pamannya, Abu Thalib, yang hidup sampai sekitar tiga tahun sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hijrah ke Madinah. Uniknya, kengganan Abu Thalib untuk memeluk Islam hingga dijemput ajal ternyata juga menjadi salah satu penyempurna bukti kebenaran risalah Muhammad. Dengan begitu, tak seorang pun dapat menuduh Abu Thalib-lah yang mengajarkan kandungan agama Islam kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, atau menuduh bahwa sebenarnya agama yang dibawa Muhammad tidak lebih dari sekedar perkara dominasi kekuasaan di kalangan suku Quraisy.
Begitulah suratan takdir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tumbuh sebagai yatim di bawah pertolongan langsung Allah subhanahu wata'ala. Tak ada tangan keluarga yang memanjakannya. Tak banyak pula harta yang membuatnya hidup nyaman. Semua itu bagian dari rencana Tuhan agar Muhammad tidak tumbuh menjadi sosok yang terlalu mencintai harta atau kedudukan. Agar Muhammad tidak menjadi pribadi yang gila pangkat dan kehormatan sehingga orang lain dengan mudah menuduh kenabian suci yang diembannya adalah upaya untuk mencari kedudukan duniawi.
3. Para perawi sirah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sepakat bahwa ketika Muhammad mulai tinggal di tempat itu, tanah yang didiami Halimah kembali subur, padahal sebelumnya kering kerontang. Unta tua yang sebelumnya tak dapat meneteskan susu tiba-tiba kembali kuat dan menghasilkan susu yang banyak. Semua itu membuktikan kedudukan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang tinggi di sisi Allah subhanahu wata'ala, kendati saat itu ia masih terbilang amat belia. Salah satu bukti paling menonjol betapa Allah sangat memuliakan hamba-Nya yang satu ini adalah dengan keberadaannya, Allah merahmati tempat tinggal Halimah, ibu yang menyusui baginda Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak perlu heran karena syariat Islam mengajarkan kita untuk memohon hujan di musim kemarau panjang dengan wasilah berkah orang-orang saleh dan para ahlul bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sembari berharap Allah subhanahu wata'ala berkenan mengabulkan doa kita, terutama untuk daerah yang mendapat kehormatan menjadi tempat tinggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sewaktu kecil. Tentulah amat pantas jika disebabkan tinggalnya Muhammad di tempat itu, kediaman Halimah dan sekitarnya dapat kembali subur sebab kehadiran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jauh lebih agung daripada sekedar aliran mata air atau air hujan yang turun membasahi bumi. Karena ketentuan di tangan Allah dan Dia-lah yang menciptakan sebab segala sesuatu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentu pantas menjadi salah satu pintu berkah Ilahi yang Dia limpahkan kepada alam semesta. Allah subhanahu wata'ala berfirman, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam," (QS. al-Anbiya' [21]: 107).
Keterangan:
[Meminta pertolongan (istisyfa') dengan wasilah orang-orang saleh dan para ahlul bait Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memang dianjurkan, baik untuk meminta datangnya hujan maupun yang lain. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama dan para imam fiqih. Lihat Fath al-Bari, 2/339; Nail al-Authar, 2/7; Subul al-Salam, 2/134; dan al-Mughni karya Ibnu Qudamah, 3/265].
4. Peristiwa pembelahan dada yang dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sewaktu berada di bawah asuhan Bani Sa'd juga menjadi salah satu bentuk irhash, sekaligus bukti bahwa Allah memang telah memilih Muhammad untuk memikul tugas mulia. Peristiwa ini diriwayatkan melalui beberapa jalur periwayatan yang shahih dengan mengambil sumber dari sekian banyak sahabat. Di antara mereka adalah Anas ibn Malik radhiyallahu 'anhu, ia yang ucapannya diriwayatkan oleh Imam Muslim dala Al-Shahih sebagai berikut:
Suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bermain-main bersama beberapa orang anak, beliau didatangi oleh malaikat Jibril. Tiba-tiba Jibril merengkuh Rasulullah dan membaringkan tubuhnya. Setelah itu, Jibril membelah dada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengeluarkan hatinya. Jibril lalu mengeluarkan segumpal darah dari dalam hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata, "Ini adalah tempat setan pada dirimu." Selanjutnya, Jibril mencuci hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan air zamzam di dalam sebuah bejana yang terbuat dari emas, kemudian mengembalikan hati ke tempat semula. Pada saat itu, anak-anak lain (yang bermain bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) pergi menemui ibu mereka seraya berseru, "Muhammad dibunuh!" Kemudian, mereka pun mendatangi Muhammad yang ternyata masih hidup dengan wajah pucat pasi." (HR Muslim)
Tentu saja, hikmah di balik peristiwa agung ini --wallahu a'lam-- bukan disingkirkannya potensi jahat di dalam tubuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Hal ini disebabkan, jika kejahatan bersumber dari sepotong daging atau segumpal darah di dalam tubuh manusia, berarti para penjahat dapat diubah menjadi orang baik hanya dengan melakukan operasi tubuh mereka. Akan tetapi, hikmah yang terkandung di dalam peristiwa itu adalah bentuk deklarasi tentang kerasulan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang dimulai dari menyiapkannya dengan menjaga dari dosa semenjak kecil melalusi simbol-simbol material agar manusia dapat lebih mudah beriman dan mempercayai risalah yang diembannya. Jadi, sebenarnya peristiwa pembelahan dada itu lebih merupakan bentuk penyucian spiritual yang muncul dalam bentuk simbol kejadian material yang kasat mata agar manusia dapat menangkap isyarat Ilahi atas penyucian calon nabi-Nya.
Apa pun hikmah di balik kejadian itu, kita tidak boleh menginterpretasikannya secara berlebihan --karena hadis tentang peristiwa itu terbilang shahih. Jika itu terjadi, dikhawatirkan menyimpang dari aspek ekstrinsik kejadian yang sebenarnya. Jadilah takwil sesat yang "jauh panggang daripada api". Siapa pun yang berusaha melakukan hal seperti ini cukup pantas untuk disebut sebagai pribadi yang keimanannya terhadap Allah subhanahu wata'ala teramat lemah.
Perlu diketahui, satu-satunya alat yang patut kita gunakan untuk menerima berita mengenai peristiwa ini tak lain adalah hadis shahih. Jika riwayat tersebut terbukti kuat dan shahih, kita tak punya pilihan selain menerimanya sepenuh hati. Ada pun alat yang patut kita gunakan untuk memahami riwayat tersebut, tak lain adalah bahasa Arab dan kaidah gramatikalnya. Pembaca yang budiman, ingatlah bahwa pangkal dari semua ucapan atau berita adalah hakikat dan faktanya. Kalau saja semua pakar atau pembaca diperbolehkan untuk memutarbalikkan semua ucapan atau berita dari hakikat dan fakta, juga mengubahnya menjadi metafora-metafora takwil, bahasa akan kehilangan fungsi. Manusia akan kesulitan memahami setiap ucapan atau berita.
Apa gerangan motif di balik semua takwil sesat dan upaya pengingkaran terhadap hakikat yang dilakukan oleh orang-orang dungu itu?
Jawabannya, itu semua lahir dari keimanan yang dangkal terhadap Allah subhanahu wata'ala. Takwil sesat seperti itu menunjukkan keyakinan yang lemah terhadap kenabian dan risalah yang diemban Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Kalau bukan disebabkan oleh lemahnya iman, semua orang tentu dapat dengan mudah menerima semua informasi yang diriwayatkan secara shahih, baik sudah mengetahui hikmah di balik peristiwa yang diriwayatkan maupun tidak.
Sumber: Fiqih Sirah karya Said Ramadhan al-Buthi
0 comments:
Post a Comment