Wednesday, April 29, 2020

Published April 29, 2020 by with 0 comment

Baju Besi Ali r.a.

Setelah menunaikan suatu peperangan. Pada suatu waktu, Khalifah Ali ra meletakkan baju perangnya di samping rumah. Ia bermaksud membersihkan dan menyikat baju perang itu sebelum disimpan. Putranya, Hasan, melihat itu dan ingin membantu, namun Ali ra ingin melakukannya sendiri.

Namun, sejurus kemudian, belum sempat Ali ra membersihkan baju perangnya, baju itu tiba-tiba lenyap. Dengan keheranan Ali ra menanyakan kepada para anggota keluarganya, barangkali melihat baju perang itu. Seluruh anggota keluarga merasa tidak memindahkan. Dan mereka semua merasa heran.

Beberapa hari kemudian, Ali ra melihat baju perangnya berada di pasar di tangan seorang Yahudi. Maka ia pun menanyakannya. Si Yahudi bersikeras bahwa baju perang itu miliknya. Sementara Ali ra merasa yakin bahwa baju itu adalah miliknya. Maka, Ali ra mengadukan persoalan ini kepada qadhi. Beberapa waktu kemudian digelarlah pengadilan. Duduk sebagai terdakwa si Yahudi miskin. Dan Khalifah Ali ra sebagai penuntut.

Si Yahudi hadir di pengadilan dengan perasaan was-was. Di dalam hatinya ia membatin, manalah mungkin ia memenangkan pengadilan ini. Pengadilan muslim dengan qadhi muslim berhadapan dengan kasus yang menimpa amirul mukmininnya. Sedangkan ia hanya seorang Yahudi miskin. Pastilah ia akan dihukum keras. Ia sadar dan merasa bersalah telah mencuri baju perang khalifah, tetapi ia pun terpaksa karena diri dan keluarganya sangat lapar. Apakah ada keadilan di ruang pengadilan muslim?

Lamunannya terhenti ketika qadhi kurus masuk ke dalam ruang pengadilan. Namun, para pegawai pengadilan dan masyarakat yang hadir di persidangan tampak menghormatinya.

Sejurus kemudian qadhi membuka sidang. "Wahai Khalifah, apa tuntutan Anda kepada terdakwa?" tanyanya tegas.

Khalifah Ali ra pun menceritakan perihal hilangnya baju perang miliknya.

"Wahai Khalifah, apakah engkau dapat membuktikan kalau baju perang yang ada di tangan terdakwa itu adalah milik engkau?" tanya qadhi.

Ali ra tersentak dengan pertanyaan qadhi itu. Ia termenung dan merasa sulit membuktikan. Kemudian dia berkata, "Aku tak mampu membuktikannya wahai qadhi yang bijak. Namun, anakku Hasan mengetahui bahwa baju perang itu milikku dan hilang saat aku akan membersihkannya."

Namun sang qadhi menolak saksi dari pihak keluarga. Karena Ali ra tak mampu membuktikan, maka akhirnya sang qadhi memutuskan bahwa perkara itu dimenangkan oleh si Yahudi.

Seperti halilintar di siang bolong, si Yahudi tersentak kaget dengan keputusan qadhi kurus berwibawa itu. Sungguh ia tak menyangka bahwa ia akan menang. Padahal, sesungguhnya dirinyalah yang mencuri baju perang itu. Apalagi ini adalah pengadilan muslim. Akhirnya, ia mendekati Kahlifah Ali ra.

"Wahai Khalifah, sesungguhnya baju perang ini milikmu," katanya. "Ambillah kembali. Aku sungguh terharu dengan pengadilan ini. Meski aku hanya seorang Yahudi miskin dan engkau adalah amirul mukminin. Ternyata pengadilan muslim memenangkan aku. Sungguh, ini adalah pengadilan luar biasa. Dan sungguh, Islam yang mulia tidak memandang jabatan di dalam ruang pengadilan," lanjutnya. "Wahai Khalifah Ali," katanya, "Mulai detik ini aku akan memeluk Islam dan ingin menjadi muslim yang baik," katanya mantap sambil menyodorkan baju perang Ali.

Khalifah Ali ra tertegun sejenak. "Wahai Fulan, ambillah baju perang itu untukmu. Aku hadiahkan kepadamu. Aku gembira dengan keislamanmu," kata Ali ra bersemangat. Mereka pulang dari ruang pengadilan dengan gembira.

Keadilan adalah magnet yang dapat menundukkan nurani kemanusiaan.
      edit

0 comments:

Post a Comment