Abdullah bin Hisyam bercerita, "Kami sedang bersama Nabi Saw. Ia memegang tangan Umar bin Khaththab. Umar berkata: Ya Rasulullah, engkau lebih aku cintai dari apa pun kecuali dari diriku sendiri. Nabi Saw berkata: Tidak. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, belum sempurna iman kamu sebelum aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri. Umar berkata lagi: Sekarang memang begitu demi Allah. Sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri. Nabi Saw bersabda: Sekaranglah, hai Umar."
Ali bin Abi Thalib ditanya: Bagaimana kecintaan kalian kepada Rasulullah Saw? Ia menjawab: Demi Allah, ia lebih kami cintai daripada harta kami, anak-anak kami, orangtua kami dan bahkan lebih kami cintai daripada air sejuk bagi orang yang kehausan.
Kebenaran ucapan Ali itu dibuktikan dalam peristiwa Uhud. Kepada seorang sahabat perempuan Anshar diperlihatkan keluarganya yang syahid di situ --ayahnya, saudaranya dan suaminya. Ia bertanya: Bagaimana keadaan Rasulullah Saw? Orang-orang menjawab: Ia baik-baik saja, seperti yang engkau sukai. Tunjukkan beliau kepadaku supaya aku pandangi beliau. Ketika ia melihatnya, ia berkata: Sesudah berjumpa denganmu ya Rasulullah, semua musibah terasa kecil saja.
Atau ketika Zaid bin al-Datsanah ditangkap oleh kaum musyrikin. Sambil tidak henti-hentinya menerima penganiayaan dan siksaan, ia diseret dari Masjidil Haram ke padang pasir untuk dibunuh. Abu Sufyan berkata kepadanya: Hai Zaid, maukah Muhammad kami ambil dan kami pukul kuduknya, sedangkan engkau berada di tengah keluargamu? Zaid melonjak, seakan-akan kekuatannya pulih kembali. Ia membentak: Tidak, demi Allah. Aku tidak suka duduk bersama keluargaku sementara sebuah duri menusuk Muhammad. Kata Abu Sufyan: Aku belum pernah melihat manusia mencintai seseorang seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.
Kecintaan kepada Rasulullah Saw seperti yang ditampakkan oleh Zaid adalah tanda puncak keimanan. Rasulullah Saw bersabda, "Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada anaknya, orangtuanya dan semua manusia." Beliau hanya menegaskan apa yang difirman Allah Swt:
قُلْ
إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ
وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا
أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا
حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ، وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: “Jika orangtua-orangtua,
anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)
0 comments:
Post a Comment