Praktek amar ma’ruf nahi munkar dengan
cara yang baik ini perlu dikembangkan karena lebih efektif untuk mencapai hasil
yang diharapkan. Menggunakan
cara negatif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah tindakan yang
salah dan tidak semestinya.
Jika Anda mengajak seorang Muslim yang sudah
taat mengerjakan shalat, melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan
Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan
menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya untuk melakukan sesuatu yang Anda nilai benar,
sedangkan dia memiliki penilaian berbeda dan para ulama sendiri sejak dulu
berbeda pendapat dalam persoalan tersebut, kemudian dia tidak mengikuti ajakan
Anda lalu Anda menilainya kafir hanya karena berbeda pandangan dengan Anda, maka
sungguh Anda telah melakukan kesalahan besar yang Allah melarang Anda untuk
melakukannya dan menyuruh Anda untuk menggunakan cara yang bijak dan tutur kata
yang baik.
Al-Allamah Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Masyhur
Al-Haddad mengatakan, “Telah ada kesepakatan ulama untuk melarang memvonis
kufur ahlul qiblat (ummat Islam) kecuali akibat dari tindakan yang
mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak
mungkin ditafsirkan kepada yang lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran
agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (Ma ‘ulima minaddin
bid dharurah), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau
yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa
pandang bulu.
Ajaran-ajaran yang dikategorikan wajib
diketahui semua ummat Islam (Ma‘lumun minaddin bid dharurah) seperti
masalah keesaan Allah, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad Saw,
kebangkitan di hari akhir, hisab (perhitungan amal), balasan, Surga dan Neraka
bisa mengakibatkan kekafiran orang yang mengingkarinya, dan tidak ada toleransi
bagi siapapun umat Islam yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang baru masuk
Islam maka ia diberi toleransi sampai mempelajarinya kemudian sesudahnya tidak
ada toleransi lagi.
Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sekelompok perawi
yang mustahil melakukan kebohongan kolektif dan diperoleh dari sekelompok
perawi yang sama. Kemutawatiran
bisa dipandang dari:
1. Aspek isnad seperti hadits :
"Barangsiapa berbohong atas namaku maka carilah tempatnya di neraka."
2. Aspek tingkatan kelompok perawi seperti
kemutawatiran al-Qur’an yang kemutawatirannya terjadi di muka bumi ini dari
wilayah barat dan timur dari aspek kajian, pembacaan, dan penghafalan serta
di-transfer dari kelompok perawi satu kepada kelompok lain dari berbagai
tingkatannya sehingga ia tidak membutuhkan isnad. Kemutawatiran ada juga
yang dikategorikan mutawatir dari aspek praktikal dan turun-temurun seperti
praktik atas sesuatu hal sejak zaman Nabi sampai sekarang, atau mutawatir dari
aspek informasi seperti kemutawatiran mu’jizat-mu’jizat. Karena mu’jizat itu meskipun satu persatunya malah
sebagian ada yang dikategorikan hadits ahad namun benang merah dari semua mu’jizat
tersebut mutlak mutawatir dalam pengetahuan setiap Muslim.
Memvonis kufur
seorang Muslim di luar konteks di muka adalah tindakan fatal. Dalam sebuah hadits
disebutkan : "Jika seorang berkata kepada saudara muslimnya "Hai
kafir!" maka vonis kufur telah jatuh
pada salah satu dari keduanya"
(HR.Bukhari dari Abu Hurairah ra).
Vonis kufur tidak boleh dijatuhkan kecuali
oleh orang yang mengetahui seluk-beluk keluar masuknya seseorang dalam
lingkaran kufur dan batasan-batasan yang memisahkan antara kufur dan iman dalam
syariat Islam.
Tidak diperkenankan bagi siapapun memasuki wilayah ini dan
menjatuhkan vonis kufur berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa kehati-hatian, kepastian dan
informasi akurat. Jika vonis kufur dilakukan dengan sembarangan maka akan kacau dan
mengakibatkan penduduk Muslim yang berada di dunia ini hanya tinggal segelintir. Demikian
pula, tidak diperbolehkan menjatuhkan vonis kufur terhadap tindakan-tindakan
maksiat sepanjang keimanan dan pengakuan terhadap syahadatain tetap
terpelihara.
Dalam sebuah hadits dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda :
“Tiga hal pokok iman:
menahan diri dari orang yang menyatakan tiada
Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat
dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat
perbuatan dosa. Jihad berlangsung terus semenjak
Allah mengutusku sampai akhir umatku memerangi Dajjal. Jihad
tidak bisa dihapus oleh kezaliman orang yang zalim
dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir.” (HR.
Dawud)
Imam al-Haramain pernah berkata, “Jika ditanyakan
kepadaku: Tolong jelaskan dengan detail
ungkapan-ungkapan yang menyebabkan kufur dan tidak”. Maka aku
akan menjawab,”
Pertanyaan ini adalah harapan yang bukan pada tempatnya. Karena penjelasan
secara detail persoalan ini membutuhkan argumentasi mendalam dan proses rumit
yang digali dari dasar-dasar ilmu Tauhid. Siapapun yang tidak dikarunia puncak-puncak hakikat
maka ia akan gagal meraih bukti-bukti kuat menyangkut dalil-dalil pengkafiran”.
Berangkat dari paparan di muka, kami ingatkan untuk menjauhi pengkafiran secara membabi buta di luar poin-poin yang telah dijelaskan di atas. Karena tindakan pengkafiran bisa berakibat sangat fatal. Hanya Allah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan hanya kepada-Nya lah tempat kembali.
0 comments:
Post a Comment