Thursday, September 3, 2020

Published September 03, 2020 by with 0 comment

Melalui Nabi Saw: Penderitaan Lenyap dan Bencana Tertolak (1)

Sesungguhnya ada banyak hadits yang menerangkan bagaimana Rasulullah SAW meluluskan permohonan dan permintaan orang-orang yang memiliki hajat, serta bagaimana beliau membebaskan mereka dari kesulitan. Karena Rasulullah SAW adalah wasilah yang paling utama untuk memohon kepada Allah SWT, baik untuk menolak bencana maupun untuk tercapainya suatu hajat.

Tidak diragukan lagi bahwa Kiamat adalah suatu masa yang paling menakutkan dan mengerikan bagi seluruh manusia. Hari Kiamat adalah masa penantian yang seolah-olah tiada ujungnya. Pada masa itu panas yang memanggang di tengah kumpulan manusia bak pasir di lautan, sementara cucuran keringat menggenang melampaui leher.

Dalam keadaan seperti itu, seluruh manusia akan mencari hamba yang paling disayang Allah untuk menjadi perantara dalam memohon keringanan penderitaan yang sedang mereka alami, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits:

"Ketika mereka mengalami penderitaan yang hebat itu, maka mereka pun memohon keselamatan kepada Allah dengan Nabi Adam (sebagai wasilah).”

Dalam hadits di atas Rasulullah SAW menggunakan kata “istaghatsu” yang berarti memohon keselamatan. (Demikian redaksi yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari).

Para sahabat pun memohon pertolongan dan keselamatan kepada Allah dengan menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah. Mereka juga meminta syafaat kepada beliau dan mengadukan banyak hal kepada beliau, seperti kemiskinan, penyakit, bencana, dililit hutang dan kelemahan fisik yang mereka alami. Bahkan mereka berlindung kepada beliau ketika menghadapi marabahaya dengan keyakinan bahwa pada hakikatnya beliau itu tidak lebih dari seorang perantara (wasilah) dalam mendatangkan manfaat dan menolak mudarat, sedangkan pelaku yang sesungguhnya adalah Allah SWT.

Kisah Abu Hurairah ra dan Penyakit Lupa

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam yang lain dari Abu Hurairah ra, bahwa pada suatu hari beliau mengadu kepada Rasulullah SAW tentang banyaknya hadits Rasulullah yang terlupakan olehnya, sehingga Abu Hurairah ra meminta agar dibebaskan dari penyakit lupa yang dialaminya.

Abu Hurairah ra berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku banyak mendengar sabda-sabdamu, tetapi aku sering lupa, maka aku ingin sekali untuk tidak lupa.”

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Bentangkanlah surbanmu!”

Abu Hurairah pun membentangkan surbannya. Kemudian Rasulullah SAW meraup-raupkan tangannya ke udara di atas surban itu, kemudian bersabda, “Dekaplah!”

Maka Abu Hurairah mendekap surban itu dan menempelkannya ke dadanya. Dan berkata Abu Hurairah, “Sejak saat itu, aku tidak pernah lupa lagi.”

Jika kita perhatikan hadits di atas, sebenarnya Abu Hurairah ra telah meminta kepada Rasulullah SAW sesuatu yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah SWT, yakni menghilangkan sifat lupa. Lalu, mengapa Rasulullah tidak menolak dan menghukuminya sebagai perbuatan syirik? Jawabnya adalah karena beliau tahu bahwa permintaan seseorang kepada orang-orang yang dianggap memiliki keutamaan di sisi Allah bukanlah permintaan untuk menciptakan sesuatu, dan si pemohon tidak pula berkeyakinan bahwa mereka itu mampu menciptakan dan berbuat seperti Allah SWT.

Ia hanya bermaksud menjadikan mereka sebagai perantara (wasilah), karena mereka memiliki keutamaan dan kekuasaan yang telah Allah berikan kepada mereka, baik dalam bentuk doa maupun kelebihan yang lain yang dikehendaki Allah.

Sebagaimana yang kita baca dalam hadits di atas, Nabi SAW dalam memenuhi permintaan Abu Hurairah, tidak disebutkan bahwa beliau mendoakan Abu Hurairah. Beliau hanya meraup-raupkan tangannya di udara kemudian menumpahkannya ke hamparan surban Abu Hurairah, dan memintanya supaya mendekap surban tersebut. Abu Hurairah ra kemudian mendekap surban itu ke dadanya, dan atas karunia Allah, apa yang dilakukan Nabi SAW itu menjadi sebab terkabulnya permohonan Abu Hurairah ra.

Kisah Qatadah ra dan Bola Matanya

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa pada suatu hari Qatadah ra terkena anak panah di bagian matanya, yang menyebabkan bola matanya keluar dan menggantung di atas pipinya. Waktu itu para sahabat yang lain bermaksud hendak menolongnya, namun ditolak oleh Qatadah karena belum mendapat izin dari Rasulullah SAW.

Setelah Qatadah meminta izin kepada Rasulullah, ternyata beliau tidak mengizinkan mereka membantu Qatadah. Justru Rasulullah SAW sendiri yang memegang bola mata Qatadah dan memasukkannya kembali ke tempat semula, sehingga sembuhlah mata Qatadah, bahkan lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Kisah ini diriwayatkan oleh al-Baghawi, Abu Ya’la, al-Daruquthni, Ibnu Sahir dan al-Baihaqi dalam kitab al-Dalail. Kisah ini juga dinukil oleh al-Imam Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah, juz 3 halaman 225, al-Hafizh al-Haitsami dalam kitab Majma’ al-Zawaid, juz 4 halaman 297, dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam kitab al-Khashais al-Qubra.

      edit

0 comments:

Post a Comment