Friday, September 4, 2020

Published September 04, 2020 by with 0 comment

Melalui Nabi Saw: Penderitaan Lenyap dan Bencana Tertolak (2)

Kisah Melenyapkan Bisul

Dari hadits Muhammad Ibnu Uqbah dari Syurahbil dari kakeknya Abdurrahman, dari bapaknya yang berkata, “Aku mendatangi Rasulullah SAW karena bisul yang ada di telapak tanganku.

Aku berkata kepada Nabi, “Wahai Nabi Allah, bisul ini telah menghalangiku dari bertempur di jalan Allah dan menyakitkanku ketika aku memegang kendali kuda.”

Maka Rasulullah SAW pun bersabda, “Mendekatlah kepadaku.”

Aku pun mendekat. Kemudian beliau membuka dan meniup telapak tanganku. Setelah itu beliau meletakkan tangannya di atas bisul itu sambil menepuk-nepuknya. Maka pada saat itu juga bisulku lenyap tanpa bekas.”

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan dinukil oleh al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid, juz 8 halaman 298.

Kisah Muadz ra dan Lengannya yang Putus

Di tengah berkecamuknya perang Badar, Muadz bin Amr bin al-Jamuh ra mendapatkan tebasan pedang di pundaknya dari Ikrimah bin Abu Jahal.

Kemudian Muadz bercerita, “Tebasan pedang itu memutuskan lenganku, namun masih tergantung di badanku karena ada sedikit kulit yang tidak putus. Maka kuselipkan lenganku itu di balik punggungku dan aku terus berperang di sepanjang hari itu. Akan tetapi lama kelamaan gerakanku menjadi terganggu karena keadaan lenganku itu. Maka kuhentakkan lengan itu hingga menjadi lepas dari tempatnya.”

Setelah itu, sebagaimana yang diceritakan kembali oleh Qadhi Iyadh dari Ibnu Wahab dalam kitab al-Mawahib, Muadz membawa lengannya yang lepas itu kepada Rasulullah SAW. Beliau kemudian meletakkan tangan yang sudah lepas itu ke tempatnya semula dan meludahinya. Seketika itu juga lengan Muadz kembali tersambung seperti sedia kala.

Kisah ini diriwayatkan oleh al-Zarqani dan disandarkan kepada Ibnu Ishaq, dan di antaranya sanadnya terdapat al-Hakim.

Meminta Tolong kepada Nabi SAW untuk Menolak Bencana

Ada banyak hadits yang menerangkan tawassul pada sahabat dengan Nabi SAW ketika mereka mengalam musim kemarau yang berkepanjangan. Dan di antaranya adalah sebagai berikut:

Suatu ketika, seorang Arab Badui memanggil-manggil Nabi SAW sewaktu beliau menyampaikan khutbah Jumat.

“Wahai Rasulullah, telah musnah harta benda kami karena kami tidak berdaya untuk mencegahnya. Maka berdoalah kepada Allah untuk kami, agar Dia menurunkan hujan,” kata Arab Badui itu.

Maka Rasulullah SAW pun berdoa sehingga hujan turun dari langit.

Pada hari Jumat berikutnya, Arab Badui itu datang lagi dan berkata, “Harta benda kami porak poranda, rumah kami roboh, hewan ternah kami mati disebabkan oleh derasnya air hujan, sedangkan kami tidak dapat berbuat apa-apa.”

Maka Rasulullah SAW pun berdoa sehingga hujan hanya turun di sekitar kota Madinah.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Istisqa’, pada Bab “Permintaan Rakyat kepada Imam untuk Melaksanakan Shalat Istisqa’ ketika Terjadi Bencana Kekeringan.” Imam Abu Dawud juga meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang baik dari Aisyah ra. Imam Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab Dalail al-Nubuwwah dengan rangkaian sanad yang bersumber dari Anas ra, yang di dalamnya disebutkan bahwa Arab Badui setelah menyampaikan keluh kesahnya kemudian berkata, “Maka tidak ada lagi tempat kami bergantung kecuali kepadamu, duhai Rasulullah. Dan hendak ke mana lagi manusia bergantung kecuali kepada Rasulullah?” Riwayat mengenai hadits ini juga dapat dilihat dalam kitab Fath al-Bari, jilid 2 halaman 495.

Perhatikanlah bagaimana para sahabat secara majazi telah menisbatkan pertolongan dan manfaat kepada Rasulullah SAW. Demikian pula dengan orang Badui itu sewaktu ia mengatakan, “Tidak ada lagi tempat kami bergantung kecuali kepadamu, duhai Rasulullah.” Namun Rasulullah SAW tidak memusyrikkannya, karena penisbatan kepada Nabi di sini tidaklah bersifat hakiki, melainkan idhafi (relatif).

Mungkin Anda bertanya, “Apakah tindakan Nabi SAW itu disebabkan beliau tidak mengerti firman Allah yang memerintahkan agar manusia hanya bergantung kepada Allah SWT?”

Jawabnya, tentu saja beliau mengerti akan ayat tersebut karena ia diturunkan kepada beliau. Namun ketahuilah bahwa makna hakiki dari tempat bergantung yang diharapkan dapat menolong dan memberi manfaat, hanyalah Allah SWT dan para Rasul-Nya, bukan yang lain selain Allah dan para Rasul-Nya itu.

Mengapa para Rasul itu dikatakan termasuk sebagai tempat bergantung? Karena mereka adalah kelompok pertama yang dapat dijadikan sebagai perantara (wasilah) kepada Allah SWT. Mereka juga merupakan kelompok yang doanya paling didengar oleh Allah dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan hajat umatnya.

Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW begitu terkesan dengan ucapan si Arab Badui dalam kisah di atas, hingga beliau bersegera memenuhi harapannya dengan berdoa kepada Allah SWT. Beliau tidak lagi menunda harapan Arab Badui itu hingga Allah mengabulkannya.

Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

      edit

0 comments:

Post a Comment