Monday, October 19, 2020

Published October 19, 2020 by with 0 comment

Hukum Berwudhu Bagi Wanita Haid

Pertanyaan:

Seorang wanita yang sedang haid melalukan wudhu sebelum tidur. Bagaimanakah hukumnya?

Jawaban:

Seorang wanita yang sedang haid tidak dianjurkan untuk berwudhu, termasuk ketika hendak tidur, kecuali setelah darah haidnya berhenti.

Dalam Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi berkata: 

وَأَمَّا أَصْحَابنَا فَإِنَّهُمْ مُتَّفِقُوْنَ عَلَى أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ الْوُضُوءُ لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ الْوُضُوْء لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهِمَا ، فَإِنْ كَانَتْ الْحَائِضُ قَدْ اِنْقَطَعَتْ حَيْضَتُهَا  صَارَتْ كَالْجُنُبِ . وَاللهُ أَعْلَمُ

"Adapun ashab kami, mereka sepakat bahwasanya tidak disunnahkan berwudhu bagi wanita yang sedang haid ataupun yang sedang nifas. Karena berwudhu tidak berpengaruh terhadap hadats mereka berdua. Jika wanita haid sudah berhenti darah haidnya, maka dia seperti orang junub. Wallahu a'lam." 

Syaikh Zakariya al-Anshari dalam Syarh al-Bahjah menulis:

وَيُنْدَبُ ) لَهُ أَيْضًا ( اَلْوُضُوْءُ لِلطَّعَامِ وَالشَّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَالْمَنَامِ : قَوْلُهُ اَلْوُضُوءُ لِلطَّعَامِ إلَخْ ) قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْمَجْمُوعِ ؛ لِأَنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِ الْجُنُبِ بِخِلَافِ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ حَدَثَهُمَا مُسْتَمِرٌّ وَلَا تَصِحُّ الطَّهَارَةُ مَعَ اسْتِمْرَارِهِ وَهَذَا مَا دَامَتْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاءَ فَإِذَا انْقَطَعَ الدَّمُ صَارَا كَالْجُنُبِ يُسْتَحَبُّ لَهُمَا الْوُضُوءُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ

"Dan bagi orang junub dianjurkan berwudhu untuk makan, minum, bersenggama, dan tidur. Ucapan mushannif (Imam Ibn al-Wardi): (disunnahkan) wudhu untuk makan. Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu': Karena berwudhu bisa berpengaruh pada hadatsnya orang yang junub. Berbeda dengan hadatsnya wanita yang haid dan nifas, karena hadats keduanya tetap. Tidak sah bersuci dengan tetapnya hadats tersebut. Ini selagi wanita itu dalam keadaan haid atau nifas. Jika darahnya sudah berhenti maka keduanya menjadi seperti orang junub, keduanya disunnahkan berwudhu di saat-saat tersebut di atas."      

Dalam kitab Hasyiyah Jamal 'ala Syarh al-Minhaj juz 1/166 disebutkan:

وَيُنْدَبُ لِلْجُنُبِ رَجُلًا كَانَ أَوْ امْرَأَةً وَلِلْحَائِضِ بَعْدَ انْقِطَاعِ حَيْضِهَا الْوُضُوْءُ لِنَوْمٍ أَوْ أَكْلٍ أَوْ شَرْبٍ أَوْ جِمَاعٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ تَقْلِيْلًا لِلْحَدَثِ

"Disunnahkan bagi orang junub, laki-laki atau perempuan, dan bagi wanita haid setelah berhenti haidnya untuk berwudhu ketika hendak tidur, makan, minum, jima', dan sebagainya  untuk mengecilkan (mengurangi) hadats."  

Dalam kitab Nihayah al-Muhtaj (1/33) disebutkan:

وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يُمْتَنَعْ

"Di antara perkara yang hara atas wanita haid adalah bersuci dari hadats dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia talaa'ub (mempermainkan ibadah). Jika yang dkehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah." 

Dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab (2/383) disebutkan:

فَرْعٌ ) هَذَا الَّذِيْ ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ ، هُوَ فِيْ طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوْءًا أَوْ غُسْلًا ، وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوْفِ وَرَمْيِ الْجَمْرَةِ فَمَسْنُوْنَةٌ لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ

"Cabang: Apa yang telah kami sampaikan yaitu bersucinya orang haid tidak sah, itu adalah bersuci untuk menghilangkan hadats, baik wudhu maupun mandi. Adapun bersuci yang sunnah karena untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, wuquf dan melempar jumrah, maka sunnah untuk wanita haid tanpa ada khilaf."  

Dalam kitab Fiqh al-Ibadat 'ala Madzhabi al-Syafi'i (1/200) dituliskan:

تَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ اَلطَّهَارَةُ بِنِيَّةِ رَفْعِ الْحَدَثِ أَوْ نِيَّةِ الْعِبَادَةِ كَغُسْلِ الْجُمُعَةِ أَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإٍحْرَامِ وَغُسْلِ الْعِيْدِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأَغْسَالِ الْمَشْرُوْعة ِاَلَّتِيْ لَا تَفْتَقِرُ إٍلَى طَهَارَةٍ فَلَا تَحْرُمُ

"Haram atas wanita haid dan nifas bersuci dengan niat menghilangka hadats atau niat beribadah, seperti mandi Jumat. Adapun bersuci yang disunnahkan untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, mandi shalat 'Id, dan sebagainya dari mandi-mandi yang masyru' yang tidak membutuhkan bersuci, maka tidak haram."  

Kesimpulan:

Dari sejumlah rujukan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum berwudhu bagi wanita yang sedang haid adalah:

1. Haram: Bila wudhunya itu diniatkan untuk ibadah atau menghilangkan hadats, karena akan menimbulkan tanaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan kedaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan tala'ub (mempermainkan ibadah, karena ia tahu bahwa wudhunya itu tidak bisa menghilangkan hadatsnya berupa haid).

2. Sunnah: Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah dan dia lakukan setelah darah haidnya berhenti, karena di sini wudhunya berfungsi untuk taqlil al-hadats (meringankan atau mengecilkan hadats) dan nasyath li al-ghusli (untuk mendorong agar segera mandi).

Juga dihukumi sunnah bila wudhu yang dilakukan itu ditujukan untuk 'adah (kebiasaan) seperti untuk menyejukkan diri dan kebersihan. 

Wallahu a'lam

 

      edit

0 comments:

Post a Comment