Jumhur (mayoritas) ulama fiqh mengatakan bahwa sunnah hukumnya khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm:
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا
Imam Syafi'i Rahimahullah Ta’ala berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah SAw jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan". (al-Umm, Juz I, hal 272)
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat Jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah Saw. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud, hal. 824).
As-Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atan semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, Juz II, hal 59)
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ
Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, Juz I, hal 180)
Hikmah Memagang Tongkat Saat Berkhutbah
Di dalam kitab al-Hawi al-Kabir 2/440 disebutkan beberapa hikmah dianjurkannya memegang tongkat saat khutbah:
1. Khatib yang memegang tongkat akan lebih kuat dalam menghadapi gemetaran, terutama bagi mereka yang belum terbiasa berbicara di hadapan orang banyak.
2. Khatib yang memegang tongkat tangannya akan lebih tenang dan tidak banyak bergerak.
3. Dengan kedua hal di atas, khatib akan lebih bisa menguasai nafasnya sehingga dapat menyampaikan khutbah secara lebih khusyu'.
Dalam kitab Mughni al-Muhtaj 1/557 Syaikh Khatib Syarbini menyebutkan hikmah lain terkait dengan memegang pedang. Beliau mengatakan bahwa hal itu sebagai isyarat bahwa agama ini juga tegak dengan pedang. Namun bukan berarti bahwa Islam suka perang. Maknanya adalah bahwa agama ini tegaknya dengan banyak pengorbanan, banyak syuhada yang telah berjasa, dan bahwa umat Islam harus senantiasa kuat dan waspada dari berbagai ancaman luar serta senantiasa mempersiapkan fisik dan ruhani yang kuat jika harus menghadapi peperangan.
Hukumnya Sunnah, Tidak Wajib
Memegang
tongkat, pedang atau busur saat berkhutbah hukumnya sunnah, tidak
wajib. Jika khatib saat menyampaikan khutbah tidak memegang tongkat maka
ia tidak berdosa dan shalat yang ditunaikan (Jum'at, Id, Istisqa' dan
lainnya) tetap sah dan tidak perlu diulang. Namun jika tongkat tersedia,
maka dipergunakan dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang
pinggiran mimbar.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment