Wednesday, October 28, 2020

Published October 28, 2020 by with 0 comment

Sentuhan Cinta Rasulullah Saw

Marwan bin Hakam adalah Gubernur Madinah yang diangkat oleh penguasa Bani Umayyah. Ketika Nabi Saw masih berada di dunia ini, ia dan ayahnya seringkali mengganggu Rasulullah Saw. Bersama ayahnya, ia termasuk orang yang masuk Islam pada peristiwa kemenangan Kota Suci Makkah. Ia bergabung dengan para tokoh Quraisy dan memohon ampunan Nabi Saw atas tindakan kejam mereka pada kaum muslimin dahulu. Rasul yang penyayang memaafkan mereka dan berkata, "Berangkatlah kalian. Kalian dibebaskan." Pemeluk Islam yang terakhir ini digelari dalam tarikh Islam, seperti cara Rasulullah Saw memanggil mereka, al-Thulaqa, orang-orang yang dibebaskan.
 
Tentu saja pengetahuan al-Thulaqa tentang Islam sangat sedikit. Marwan dan ayahnya bahkan dikenal sebagai tidak tahu adab majelis. Mereka sering mengganggu Nabi Saw dengan meniru-niru cara bicaranya dengan maksud mengejek. Nabi Saw mendapati al-Hakam sedang mencibirkan bibirnya. Beliau Saw bersabda, "Jadilah seperti itu." Muka al-Hakam menjadi seperti itu sampai akhir hayatnya. Pada zaman Utsman, mereka kembali ke Madinah dan menduduki jabatan sebagai sekretaris negara. Pada zaman Muawiyah, Marwan menjadi Gubernur Madinah. Karena jabatannya, walaupun pengetahuan Islamnya kurang, Marwan juga sekaligus menjadi imam di Masjid Nabi.
 
Pada suatu hari, ia menemukan seseorang yang sedang membenamkan mukanya di kuburan Nabi Saw. Ia segera membentaknya, "Apa kamu sadari apa yang kamu kerjakan?" Ternyata orang yang dibentak itu adalah salah seorang sahabat Nabi Saw, yakni Abu Ayyub al-Anshari. Ia menjawab, "Betul. Aku mengunjungi Rasulullah Saw. Aku tidak mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah kamu tangisi agama, jika dipegang oleh ahlinya. Tangisilah agama ketika dipegang oleh orang yang bukan ahlinya."
 
Abu Ayyub al-Anshari menyampaikan hadits itu untuk mengajari Marwan, yang membentak orang yang membenamkan wajahnya pada pusara Nabi Saw. Ia harus menyadari bahwa pengetahuannya sangat sedikit. Kedudukannya sebagai khatib dan imam Masjid Nabawi tidak boleh membuatnya berani menyalahkan orang lain. Kelak, Marwan diikuti oleh banyak kaum muslimin, terutama orang-orang awam. Mereka mengkafirkan dan menganggap musyrik orang-orang yang mengambil berkah pada kuburan Nabi Saw atau peninggalan beliau yang lain.  

Waktu itu, dikubran Nabi Saw berhadapan dua tokoh yang mempunyai latar belakang keislaman yang sangat berbeda. Anda sudah tahu tentang Marwan. Saya sudah menceritakannya. Lalu, siapakah Abu Ayyub al-Anshari? Abu Ayyub adalah orang yang rumahnya disinggahi Nabi Saw ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah. Ketika Rasulullah Saw tinggal di rumahnya, beliau tidur di ruangan bawah. Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Ketika memasuki waktu malam, Abu Ayyub sadar bahwa ia tidur tepat di atas kamar Nabi Saw. Karena rumahnya terbuat dari tanah, ia khawatir gerakan tubuhnya dapat menyebabkan debu-debu berguguran menimpa wajah Nabi yang mulia. Sepanjang malam ia membekukan tubuhnya seperti sebongkah kayu.
 
Pagi-pagi ia menemui Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, semalaman aku tidak dapat memejamkan mata sekejab pun; begitu juga Ummu Ayyub." Nabi Saw bertanya, "Apa yang terjadi padamu?" Abu Ayyub berkata, "Ya Rasulullah, aku sadar bahwa jika aku bergerak, debu-debu akan berjatuhan dan mengganggu engkau, padahal aku berada di antara engkau dengan wahyu." Dalam bayangan Abu Ayyub, wahyu itu berasal dari langit. Di antara Nabi Saw dan langit ada Abu Ayyub dan istrinya. Nabi Saw terharu menyaksikan ketulusan cinta Abu Ayyub, sehingga beliau ajarkan kepada keduanya wirid yang dapat menghapuskan kejelekan mereka dan mengangkat mereka ke arah kemuliaan.
 
Walhasil, Abu Ayyub adalah pecinta Nabi; sedangkan Marwan, Anda tahu siapa Marwan. Ketika Abu Ayyub menelungkupkan kepalanya ke pusara Rasul yang agung dan membasahinya dengan air mata kerinduan, ia melakukannya karena cinta. Buat orang yang tidak mencintai Nabi Saw, perbuatan Abu Ayyub itu sangat mengherankan, bahkan mungkin menggelikan. Pecinta Layla disebut Majnun, si gila, karen ia datang ke rumah Layla dan mencium dinding rumah itu sepuas-puasnya. Terhadap cemoohan itu, Majnun menjawab dengan ungkapan yang sangat puitis:
 
امر على الديار ليلى -- اقبل ذاالجدار وذاالجدار
وما حب الديار شغفن قلبى -- ولكن حب من سكن الديارا 
 
Aku melewati rumah, rumah Layla
Kucium dinding ini, dinding ini
 
Tidaklah cinta rumah yang memenuhi hati
Tetapi cinta kepada dia yang tinggal di rumah ini  
      edit

0 comments:

Post a Comment