Suatu ketika Khalifah 'Umar bin Khatthab RA, telah menyita
seekor unta milik anak lelakinya sendiri, ketika dilihatnya unta itu berada di
pasar. Beliau mengetahui benar bahwa unta itu menjadi gemuk karena digembalakan
bersama-sama dengan beberapa ekor unta lain milik kaum Muslimin yang diurus oleh
Baitul Maal.
Penyitaan tersebut dilakukan atas dasar alasan bahwa unta
milik putera Amirul Mukminin itu, oleh penggembalanya digembalakan di suatu
tempat penggembalaan yang paling baik. Hal itu oleh Khalifah 'Umar dipandang
sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan negara karena unta itu bisa
ditempatkan di tempat gembalaan yang paling baik disebabkan unta itu milik putra
Amirul Mukminin. Karena itu beliau memerintahkan anaknya supaya segera menjual
unta itu dan hanya diperbolehkan mengambil pokoknya. Sedangkan keuntungan dari
penjualan tersebut diserahkan kepada Baitul Maal.
Karena tindakan hukum
yang ketat itu, banyak para sahabat Rasulullah SAW, yang keberatan menerima
pengangkatan sebagai pejabat negara, karena mereka paham betul bahwa jabatan
tersebut memiliki konsekuensi yang sangat berat. Artinya, jabatan negara hanya
layak diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan
jabatan tersebut dengan benar.
Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang
berasal dari Abu Mas'ud Al-Anshariy, yang mengatakan sebagai berikut: Rasulullah
SAW pernah mengangkatku sebagai petugas pengumpul zakat. Beliau berkata: "Hai
Abu Mas'ud, berangkatlah, semoga pada hari kiamat kelak aku tidak akan
mendapatimu datang dalam keadaan punggungmu memikul seekor unta sedekah yang
meringkik-ringkik, yang kau curangi". Aku menjawab: "Jika demikian aku tidak
berangkat!" Beliau menyahut: "Aku tidak memaksamu."
Demikianlah, para
sahabat Rasulullah SAW telah memahami bahwa kedudukan atau jabatan pemerintahan
adalah sebuah amanah yang berat. Pertanggungjawabannya tidak sebatas di dunia
saja, melainkan juga di akhirat. Karena itu mereka tidak segan-segan menindak
tegas orang-orang yang berbuat kecurangan, meski pelakunya berasal dari anggota
keluarga mereka sendiri.
Mereka juga lebih memilih untuk tidak menjadi
seorang pejabat, apabila khawatir tidak akan mampu memegang amanah kepemimpinan
yang dibebankan di pundaknya. Kini orang bahkan berebut untuk meraih jabatan dan
kedudukan dalam pemerintahan, dengan berbagai cara dan upaya. Hal itu dilakukan
tanpa mempertimbangkan lagi amanah kepemimpinan yang harus
dipertanggungkawabkannya di dunia dan akhirat kelak. Walhasil, terjadilah
banyak penyalahgunaan wewenang dan jabatan, hingga akhirnya rakyatlah yang
menjadi korban.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment