Monday, January 11, 2021

Published January 11, 2021 by with 0 comment

Mendekati Allah untuk Meminta

Wahai hamba Allah, bila engkau meminta kepada Allah di saat dekat dengan-Nya, mintalah agar Dia memperbaiki semua yang ada pada dirimu. Berdoalah: “Ya Allah, perbaiki semua keadaanku!” Mintalah kepada Allah agar Dia memperbaiki keadaanmu disertai perasaan ridha terhadap semua ketetapan-Nya. Yakni, dengan kepasrahan dan sikap rela terhadap semua qadhā’ dan qadar-Nya.

Engkau adalah seorang hamba yang linglung jika saat diminta kembali kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, engkau justru lari dari-Nya dengan berbuat maksiat. Lari dari Allah ditandai dengan perbuatan-perbuatan jahat, tindakan pelanggaran, keinginan menyimpang dan niat yang salah. Bila engkau lalai dalam salat, menyia-nyiakan puasa, mengeluhkan karunia Allah dan mencintai dunia, berarti engkau telah lari dari Allah. Sebab hawa nafsu telah membuatmu berani pada-Nya, yakni menentang-Nya. Engkau sudah berpaling dari Allah kala engkau condong pada indahnya dunia, terbuai dengannya, sibuk memikirkannya, serta lupa pada dahsyatnya hari akhirat. 

Allah berfirman: “Janganlah kamu membelalakkan kedua matamu (terkagum-kagum) dengan apa yang Kami berikan pada merkea sebagai perhiasan kehidupan dunia. Hal itu untuk menguji mereka. Sedangkan rezeki Tuhanmu jauh lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thahā [20]: 131).

Allah telah menakdirkan sehat dan sakit, kaya dan miskin, serta senang dan sedih bagimu. Maksudnya adalah agar engkau kembali pada-Nya dan mengetahui semua sifat-Nya. Sehingga ketika lapang engkau bisa bersyukur dan ketika sulit engkau bisa pasrah dan bersabar.

Wahai manusia, berapa kali engkau hinakan dirimu dengan berdiri di hadapan makhlūk, meminta bantuan dan pertolongan mereka? Berapa kali mereka merasa keberatan dengan permintaanmu, bermuka masam, serta menghinamu? Sementara engkau tidak pernah sekali pun kembali pada Majikan-mu, tidak pernah meminta kebutuhanmu pada-Nya, serta tidak pernah menghadap-Nya secara khusyū', berdoa secara jujur dan memohon secara tulus.

Wahai hamba Allah, jika engkau menghendaki kemuliaan, janganlah berharap pada makhlūk. Tetapi tambatkan asa dan harapanmu pada Allah, serta tampakkan kebutuhanmu yang mendesak kepada-Nya. Sebab, Allah mengabulkan doa orang yang sedang terdesak. Dia bisa melenyapkan bahaya, dan merasa senang jika diminta oleh hamba-Nya. Siapa yang meminta kepada makhlūk, tidak kepada Tuhan dan Tuannya, ia akan menjadi sangat hina.

Dirimu begitu setia dan terbuai dengan makhlūk, sedangkan kepada Allah engkau malah acuh dan menjauh. Engkau tergolong bodoh kalau terus-menerus menemui makhlūk karena ingin mendapat hartanya, sementara engkau tinggalkan pintu Dzat Pemberi rezeki Yang Maha Kuat dan Maha Kokoh. Pantaskah engkau meminta pada makhlūk yang fakir, lalu meninggalkan Allah Yang Maha Kaya? Jika ingin mendapat berbagai karunia, tunjukkan kepapaan dan kebutuhanmu pada-Nya, serta jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan siapa pun yang berada di sekitarmu.

Bila engkau ingin mendapat bagian seperti yang Allah berikan kepada para wali-Nya dan bila engkau ingin hidup mulia, mintalah kebutuhanmu pada Allah, arahkan keinginanmu pada-Nya, serta sibuklah dengan-Nya. 

Allah berfirman: “Siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (QS. ath-Thalāq [65]:3).

Ibn ‘Abbas r.a. berkata: “Pada suatu hari, ketika aku berada di belakang Nabi Saw beliau bersabda: “Wahai anak muda, jagalah (hak-hak) Allah, pasti Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, pasti Allah akan memperhatikanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah pada Allah. Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah pada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya umat ini berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu, hal itu takkan terwujud kecuali dengan takdir-Nya. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, hal itu takkan berhasil kecuali dengan takdīr-Nya. Pena sudah kering dan lembaran pun sudah dilipat.” (HR at-Tirmidzī dan menurutnya sanad hadits ini shahih).

Saya mendengar Abul-‘Abbās al-Mursī berkata: “Demi Allah, aku tidak melihat kemuliaan kecuali saat manusia tidak membutuhkan makhlūk dan saat ia bisa menjaga diri dari harta mereka.” Perhatikanlah selalu firman Allah: “Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, untuk Rasūl-Nya, serta milik orang-orang yang beriman.” (al-Munāfiqūn [63]: 8). Di antara kemuliaan yang Allah berikan kepada kaum mu’min adalah ketika ia menambatkan kebutuhan dan keyakinannya pada Allah, tidak pada yang lain.

Wahai saudaraku, Allah telah memakaikan padamu pakaian iman dan menghiasimu dengan perhiasan makrifat. Oleh karena itu, hendaknya engkau malu kepada Allah apabila lalai dan lupa – sehingga condong pada dunia lalu meminta kebaikan orang.

Alangkah buruk andai seorang mu’min meminta kebutuhannya pada makhlūk padahal ia mengetahui keesaan Allah dan mendengar firman-Nya: “Bukankah Allah mencukupi hamba-Nya.” (QS. az-Zumar [39]: 36).

Allah berfirman: “Wahai orang-orang beriman penuhilah janjimu.” Di antara janji yang engkau buat adalah bahwa engkau tidak akan meminta kebutuhanmu kecuali kepada Allah, serta tidak akan bertawakkal kecuali kepada-Nya. Allah berfirman: “Hanya kepada Allah hendaknya kaum mukmin bertawakal.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 160).

Sebaik-baik permintaan seorang hamba kepada Tuhannya adalah memohon agar diberi sikap istiqāmah bersama-Nya. Allah berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus (istiqāmah).” (QS. al-Fātihah [1]: 6).

Mintalah selalu petunjuk dan sikap istiqāmah. Yaitu, dengan senantiasa bersama Allah di setiap keadaan dalam naungan ridha-Nya. Yaitu dalam naungan ajaran Nabi Saw, seperti yang Allah firmankan: “Terimalah semua yang diajarkan Rasūl dan jauhilah semua yang dilarangnya. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh hukuman Allah sangat hebat.” (QS. al-Hasyr [59]: 7).

Orang yang sedang berjalan menuju Allah dan mendekatkan diri dengan ibadah ibarat orang yang sedang membuat sumur di dalam tanah sedikit demi sedikit hingga menemukan lubang. Setelah melakukan usaha dan perjuangan panjang, akhirnya sumur itupun memancarkan air. Adapun orang yang “ditarik mendekat” seperti orang yang sedang menginginkan air lalu tiba-tiba awan dari langit menurunkan hujan sehingga ia pun mengambil air tersebut sesuai dengan kebutuhannya tanpa harus bersusah payah. Artinya, Allah telah menarik orang tersebut kepada-Nya.

Syaikh Abul-Hasan asy-Syādzilī bercerita: “Pada suatu saat, aku tinggal di pedalaman selama tiga hari. Ketika itu, tak ada makanan yang bisa disantap. Tiba-tiba beberapa orang Nashrānī lewat di depanku. Mereka melihatku sedang bersandar. Lalu mereka berucap: “Orang itu ulamanya kaum muslim.” Kemudian mereka letakkan di atas kepalaku sepotong makanan lalu pergi. “Sungguh ajaib. Bagaimana mungkin rezekiku datang lewat perantara musuh, bukan lewat perantaraan para kekasih,” kataku ketika itu. Tiba-tiba ada suara menjawab: “Orang yang hebat bukanlah yang diberi rezeki lewat para kekasih, tetapi lewat musuh.”

Wallahu a'lam bish-shawab

 

      edit

0 comments:

Post a Comment