Monday, February 1, 2021

Published February 01, 2021 by with 0 comment

Gusi Berdarah Setelah Wudhu: Batalkah Wudhunya?

Pertanyaan:

Terkadang kita mengalami gusi berdarah setelah wudhu dilakukan. Dalam kondisi seperti itu apakah wudhu kita batal dan harus mengulangnya lagi?

Jawaban:

Menurut ulama Syafi'iyah, keluar darah dari gusi tidak termasuk hal yang membatalkan wudhu. Begitu juga keluar darah dari anggota tubuh lainnya, misalnya keluar darah dari tangan, kaki, dan lainnya selain kubul dan dubur, semuanya tidak membatalkan wudhu.

Oleh karena itu, jika gusi kita berdarah setelah kita melakukan wudhu, maka kita tidak perlu mengulang wudhu lagi. Kita cukup membersihkan darah tersebut dengan cara berkumur dengan air, ditempel dengan kapas dan lainnya.

Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah disebutkan sebagai berikut:

اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي نَقْضِ الْوُضُوءِ أَوْ عَدَمِ نَقْضِهِ بِخُرُوجِ شَيْءٍ مِنَ النَّجَاسَاتِ مِنْ سَائِرِ الْبَدَنِ غَيْرَ السَّبِيلَيْن فَقَال الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ: إِنَّهُ غَيْرُ نَاقِضٍ لِلْوُضُوءِ، وَإِنَّمَا يَلْزَمُ تَطْهِيرُ الْمَوْضِعِ الَّذِي أَصَابَتْهُ النَّجَاسَةُ الْخَارِجَةُ مِنْ سَائِرِ الْبَدَنِ، وَيَبْقَى الْوُضُوءُ إِلاَّ إِذَا انْتَقَضَ بِسَبَبٍ آخَرَ

"Para ulama fiqih berbeda pendapat terkait apakah wudhu batal atau tidak sebab keluarnya najis dari tubuh selain dari dua jalan (kubul dan dubur). Ulama Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa keluarnya najis (termasuk darah) dari tubuh tidak membatalkan wudhu. Yang wajib hanya menyucikan tempat yang terkena najis yang keluar dari tubuh tersebut, sementara wudhu tetap sah kecuali wudhu batal dengan sebab yang lain."

Dalil yang dijadikan dasar bahwa keluar darah, termasuk darah gusi, tidak membatalkan wudhu adalah hadits yang disebutkan oleh Imam Al-Bukhari berikut:

وَيُذْكَرُ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم  كَانَ فِى غَزْوَةِ ذَاتِ الرِّقَاعِ فَرُمِىَ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَنَزَفَهُ الدَّمُ فَرَكَعَ وَسَجَدَ وَمَضَى فِى صَلاَتِهِ وَقَالَ الْحَسَنُ مَا زَالَ الْمُسْلِمُونَ يُصَلُّونَ فِى جِرَاحَاتِهِمْ وَقَالَ طَاوُسٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ وَعَطَاءٌ وَأَهْلُ الْحِجَازِ لَيْسَ فِى الدَّمِ وُضُوءٌ  وَعَصَرَ ابْنُ عُمَرَ بَثْرَةً فَخَرَجَ مِنْهَا الدَّمُ ، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ  وَبَزَقَ ابْنُ أَبِى أَوْفَى دَمًا فَمَضَى فِى صَلاَتِهِ  وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ وَالْحَسَنُ فِيمَنْ يَحْتَجِمُ لَيْسَ عَلَيْهِ إِلاَّ غَسْلُ مَحَاجِمِهِ

"Disebutkan dari Jabir bahwa Nabi Saw pada waktu perang Dzatir Riqa’, ada seseorang terkena lemparan anak panah, yang menyebabkan darah mengucur, lalu ia tetap rukuk dan sujud dan meneruskan shalatnya. Al-Hasan berkata: Kaum muslimin tetap mengerjakan shalat dalam keadaan luka-luka. Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’ dan ulama Hijaz berkata: Tidak wajib wudhu karena darah yang keluar. Ibnu Umar memencet jerawatnya, lalu keluar darah, namun beliau tidak berwudhu lagi. Ibnu Abi Aufa dahak dan lendirnya adalah darah, namun beliau tetap melanjutkan shalatnya. Ibnu Umar dan Al Hasan berkata tentang orang yang berbekam, bahwa tidak perlu berwudhu lagi, kecuali hanya mencuci bekas bekamnya saja.

Wallahu a'lam 

      edit

0 comments:

Post a Comment