عَنْ أَنَسٍِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنْ الصَّلَاةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، فَإِنَّ اللهَ يَقُولُ أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِى
"Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian tertidur (sehingga) meninggalkan shalat atau lupa sehingga tidak mengerjakan shalat, maka shalatlah ketika ingat. Karena Allah Swt berfirman, "Tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku." (Shahih Muslim [1104])
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا
"Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi Saw, beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa (sehingga) meninggalkan shalat, maka hendaklah ia mengerjakan shalat utu manaka ia telah ingat." (Shahih al-Bukhari [562])
Secara eksplisit, dua hadits Nabi Saw ini menjelaskan bahwa yang wajib meng-qadha shalat hanya orang-orang yang meninggalkan shalat karena tidak sengaja. Misalnya, tertidur atau lupa. Sedangkan orang yang meninggalkan shalat tanpa ada udzur seakan-akan tidak wajib mengganti (qadha).
Tapi sebenarnya maksud hadits tersebut tidak seperti itu. Orang yang sengaja tidak mengerjakan shalat, tidak bebas-lepas tanpa harus mengganti shalat yang ditinggalkannya. Ia tetap berkewajiban meng-qadha shalat yang sengaja tidak dikerjakannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya:
"Sabda Nabi Saw, "Barangsiapa yang lupa melakukan shalat, maka hendaklah mengerjakannya manakala ia ingat". Hadist ini menunjukkan kewajiban meng-qadha shalat yang ditinggalkan, baik karena ada udzur, misalnya tidur atau lupa, atau tanpa udzur. Hadits ini (sengaja) membatasi dengan kata "nisyan (lupa)" karena ada tujuan dan maksud tertentu. Yakni (untuk memberitahukan) bahwa manakala orang yang meninggalkan shalat karena udzur (karena lupa dan tertidur) masih wajib meng-qadha shalat, maka (apalagi) orang-orang yang meninggalkan shalat tanpa ada alasan yang dibenarkan, tentu mereka lebih wajib meng-qadha shalat. Masalah (dalam hadits ini) termasuk dalam pembahasan "menyebut sesuatu yang lebih rendah, tapi dimaksudkan sebagai peringatan kepada perkara yang lebih tinggi (al-tanbih bi al-adna 'ala al-a'la)." (Syarh al-Nawawi 'ala Muslim, Juz V, hal. 183)
Di sebagian kalangan masih ada anggapan bahwa shalat yang ditinggalkan dengan tanpa udzur tidak wajib menggantinya. Menyikapi hal ini, Imam Nawawi mengatakan:
"Para ulama yang telah diakui integritas keilmuannya sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka wajib meng-qadha shalatnya. Dalam hal ini Ibn Hazm berbeda pendapat. Ia mengatakan bahwa orang itu tidak mampu (wajib) meng-qadha selamanya. Dan (kalau meng-qadha maka) tidak sah shalat yang dilakukannya. ...(seterusnya)... Inilah pendapat Ibn Hazm. Namun pendapat ini bertentangan dengan ijma', dan tidak dapat diterima dari segi dalil. Ibn Hazm telah membahasnya secara panjang lebar tentang hal ini, namun tidak satu pun dari uraiannya yang menunjukkan bukti (yang menguatkan) atas pendapatnya." (Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, Juz III, hal. 76)
Di samping itu, shalat itu merupakan kewajiban seorang muslim kepada Allah Swt. Apabila tidak dilaksanakan, berarti seseorang mempunyai kewajiban hutang yang harus dibayarkan kepada Allah Swt. Hutang kepada makhluk saja harus dibayar, apalagi hutang kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
"Dari Ibn 'Abbas ra beliau berkata, "Suatu hari seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Saw. Dia bertanya, "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal dunia dan dia mempunyai hutang puasa. Apakah saya boleh menggantinya? Rasulullah Saw menjawab, "Ya, boleh. Sebab hutang kepada Allah Swt lebih berhak untuk dilunasi." (Shahih al-Bukhari, [1817])
Sedangkan jalan yang harus ditempuh untuk melunasi hutang tersebut adalah dengan meng-qadha shalat yang ditinggalkan itu. Atas dasar inilah para ulama berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat, maka dia wajib mengganti (qadha) shalat yang ditinggalkan itu.
Namun demikian, terdapat perbedaan antara orang yang meninggalkan shalay dengan sebab ada udzur dengan orang yang tidak shalat tanpa ada alasan. Dalam kitab Fath al-Mu'in disebutkan:
"Orang muslim yang mukallaf wajib segera mengganti shalat yang ditinggalkannya, jika dia meninggalkannya tanpa alasan (misalnya disengaja). Maka baginya waib segera meng-qadhanya. Guru kami Ibn Hajar berkata, sudah jelas bahwa wajib baginya (yang sengaja meninggalkan shalat) menggunakan seluruh waktunya untuk meng-qadha shalat, selain waktu yang memang dibutuhkannya (seperti waktu istirahat dan mencari nafkah). Dan haram padanya melakukan hal-hal yang disunnahkan. Namun bagi orang yang meninggalkan shalat karena ada alasan, misalnya tertidur yang tidak melanggar atau terlupa, maka suannah menyegerakan qadha (tidak wajib segera meng-qadha)" (Fath al-Mu'in, 4)
Dapat kita ketahui betapa shalat lima waktu harus dikerjakan. Dalam kondisi apa pun jika ditinggalkan, maka harus diganti, apa pun alasannya. Bahkan kalau sengaja ditinggalkan, tanpa alasan yang dibenarkan, ia wajib segera mengganti shalat yang tidak dikejakan itu, dan tidak dibenarkan mengerjakan perbuatan lainnya, meskipun perbuatan sunnah, sebelum meng-qadha shalat yang ditinggalkan.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment