3. Hadits
Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu
وَعَنْ عَلِي رضى الله عنه قَالَ: كَانَ أبُوْ
بَكْرٍِ يُخَافِتُ بِصَوْتِهِ إذَا قَرَأ وَكَانَ عُمَرُ يَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ
وَكانَ عَمَّارٌُ إذَا قَرَأ يَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّوْرَةِ وَهَذِهِ
السُّوْرَةِ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ِلأبِيْ
بَكْرٍِ: [لِمَ تُخَافِتُ؟] قَالَ: إنِّيْ أُسْمِعُ مَنْ أُنَاجِيْ وَقالَ
لِعُمَرَ: [لِمَ تَجْهَرُ بِقِرَاءَتِكَ؟] قال: أُفْزِعُ الشَّيْطَانَ وَأُوْقِظُ
اْلوَسْنَانَ وَقالَ لِعَمَّارٍِ: [لِمَ تَأْخُذُ مِنْ هَذِهِ السُّوْرَةَ
وَهَذِهِ السُّوْرَةِ؟] قال: أتَسْمَعُنِيْ أَخْلِطُ بِهِ مَا لَيْسَ ِمنْهُ؟ قال:
[لا] ثُمَّ قال: [فَكُلُّهُ طَيِّبٌ].
Artinya: Ali radhiyallahu
‘anhu berkata, “Abu Bakar bila membaca al-Qur’an dengan suara lirih. Sedangkan
Umar dengan suara keras. Dan Ammar bila membaca al-Qur’an, mencampur surah ini
dan surah itu. Kemudian hal itu dilaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Abu Bakar, “Mengapa kamu membaca dengan
suara lirih?” Ia menjawab, “Allah dapat mendengar suaraku walaupun lirih.” Lalu
bertanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Umar, “Mengapa kamu
membaca dengan suara keras?” Umar menjawab, “Aku mengusir setan dan
menghilangkan kantuk.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Ammar, “Mengapa kamu mencapur surah ini
dengan surah itu?” Ammar menjawab, “Apakah engkau pernah mendengarku
mencampurnya dengan sesuatu yang bukan al-Qur’an?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.” Lalu beliau bersabda: “Semuanya baik.”
[1]
Perhatikanlah hadits ini.
Bukankah di dalamnya memperlihatkan tiga orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni Abu Bakar, Umar, dan Ammar radhiyallahu ‘anhum
telah membuat bid’ah hasanah dalam agama. Mereka telah melakukan ibadah
dengan caranya sendiri. Masing-masing mereka telah berijtihad tentang cara
membaca al-Qur’an dan hasil ijtihad itu mereka amalkan tanpa terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketiga orang sahabat ini memiliki cara yang berbeda
dalam membaca al-Qur’an, sehingga para sahabat yang lain melaporkan hal itu
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun beliau ternyata tidak
menyalahkannya, justru membenarkan semua amaliah ketiga sahabat itu.
Dari sini dapat disimpulkan
bahwa tidak selamanya sesuatu yang belum diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu pasti buruk atau pasti bertentangan dengan Sunnah.
Dan kalau mau jujur, cara yang dipakai Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu
saat membaca al-Qur’an, dengan mencampur ayat atau surah yang satu dengan
ayat atau surah yang lain, bersesuaian dengan cara tahlilan yang telah
mentradisi di tengah kaum Ahlussunnah wal Jama’ah.
4. Hadits
‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu
عَنْ عَمْرٍِو بْنِ اْلعَصْ رضى الله عنه:
اَنَّهُ لَمَّا بُعِثَ فِيْ غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاسِلِ قَالَ: اِحْتَلَمْتُ فِيْ
لَيْلَةٍِ بَارِدَةٍِ شَدِيْدَةِ اْلبُرُوْدَةِ فَاَشْفَقْتُ اِنِ اغْتَسَلْتُ
اَنْ اَهْلَكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِاَصْحَابِيْ صَلاةَ الصُّبْحِ
فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم ذَكَرُوْا لَهُ ذَلِكَ
فَقَالَ: [يَا عَمْرُوْ صَلَّيْتَ بِاَصْحَابِكَ وَاَنْتَ جُنُبٌٌ؟!] فَقُلْتُ:
ذَكَرْتُ قَوْلَ الله تعَالَى {وَلا تَقْتُلُوْا اَنْفُسَكُمْ اِنَّ الله كًانَ
بِكُمْ رَحِيْمًَا، سورة النساء: ٢٩} فَتَيَمَّمْتُ وَصَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُوْلُ
الله صلى الله عليه وسلم وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًَا.
Artinya: ‘Amr bin al-‘Ash
radhiyallahu ‘anhu ketika dikirim dalam peperangan Dzat al-Salasil berkata,
“Aku bermimpi basah pada malam yang dingin sekali. Aku mau mandi, tapi takut
sakit. Akhirnya aku bertayamum dan menjadi imam shalat Subuh bersama
sahabat-sahabatku. Setelah kami datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bertanya, “Hai ‘Amr,
mengapa engkau menjadi imam shalat bersama sahabat-sahabatmu sedangkan kamu
dalam keadaan junub?” Aku menjawab, “Aku teringat firman Allah: “Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”[2]
Maka aku bertayamum dan shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum dan tidak berkata apa-apa.” [3]
Aturan syari’at dalam keadaan
normal bagi orang yang berhadast besar, seperti yang dialami oleh ‘Amr bin
al-‘Ash radhiyallahu’anhu, adalah mandi. Namun dengan mempertimbangkan
keadaan pada waktu itu, secara pribadi ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu
berijtihad untuk melakukan tayamum saja. Kemudian ia melaksanakan shalat Subuh
berjamaah dengan para sahabat yang lain. Ini murni hasil ijtihad ‘Amr tanpa meminta
pertimbangan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat beliau mengetahui hal itu, ternyata beliau tidak
menyalahkannya. Beliau hanya tersenyum tanda persetujuannya atas apa yang
dilakukan oleh ‘Amr radhiyallahu ‘anhu. Perhatikanlah! Bukankah ini bid’ah
hasanah?
Wallahu a’lam
[1]
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (865), berkata al-Hafizh al-Haitsami
dalam Majma’ al-Zawaid (2/544), “Rijalnya tsiqat.”
[2]
QS. al-Nisa [4]: 29.
[3]
Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud (334), Imam Ahmad (17854), Imam
al-Daruquthni (12), dinilai shahih oleh Imam al-Hakim (1/177), demikian
pula yang disebutkan oleh Adz-Dzahabi, dan lain-lain.
0 comments:
Post a Comment