Sunday, August 4, 2019

Published August 04, 2019 by with 0 comment

Tanda-tanda Akhlak yang Mulia

Imam al-Ghazali rahimahullah berkata:
 
إِنَّ حُسْنَ الْخُلُقِ هُوَ اْلِإيْمَانُ، وَسُوْءُ الْخُلُقِ هُوَ النِّفَاقُ
 
"Akhlak yang baik adalah keimanan, dan akhlak yang buruk adalah kemunafikan."
 
Oleh karenanya, sifat-sifat kaum mukminin dalam al-Qur'an dan Hadits adalah ciri-ciri akhlak yang baik, dan sifat-sifat kaum munafik dalam al-Qur'an dan Hadits adalah ciri-ciri akhlak yang buruk. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
 
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلاَمًا (٦٣) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (٦٤) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (٦٥) إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٦٦) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧)
 
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. al-Furqan [25]: 63-67)
 
Nabi 'alayhish shalatu was salam bersabda:
 
الْمُؤْمِنُ يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
 
"Orang-orang mukmin menyukai sesuatu untuk saudaranya seperti ia menyukai sesuatu untuk dirinya sendiri."
 
Ini adalah di antara ciri-ciri akhlak yang terpuji yang paling agung. Sebagian ulama mengumpulkan akhlak mulia dalam ungkapan mereka berikut:
 
"Hendaknya memiliki rasa malu yang besar, sedikit menyakiti (tidak menyakiti), tidak iseng, berbuat baik, menyambung silaturrahim, tenang, sabar, syukur, ridha, lembut, kasing sayang, menjaga kehormatan, simpati, tidak melaknat, tidak mengumpat, tidak mengadu domba, tidak menggunjing, tidak tergesa-gesa, tidak dengki, tidak pelit, tidak hasud, wajahnya ceria, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, ridha karena Allah, marah karena Allah, inilah akhlak yang mulia."
 
Sebagian sastrawan pernah berkata:
 
مَكَارِمُ اْلأَخْلاَقِ فِي ثَلاَثَةٍ مُنْحَصِرَةْ | لَيِّنُ الْكَلاَمِ وَالسَّخَاءُ وَالْعَفْوُ عِنْدَ الْمُقْدِرَةْ
 
Akhlak yang mulia ada pada tiga hal | Ucapan yang lembut, dermawan, dan memaafkan saat berkuasa
 
Sesuatu yang paling jitu untuk menguji kebaikan akhlak seseorang adalah kesabaran atas penderitaan dan menanggung rasa sakit karena dijauhi orang-orang.
 
Barangsiapa yang mengeluh karena keburukan orang lain, maka hal itu menunjukkan bahwa akhlaknya adalah buruk karena akhlak yang terpuji adalah tahan menanggung penderitaan karena disakiti orang lain.
 
Ketika orang-orang kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dalam menyakiti (mengganggu) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta ketika mereka melakukan apa yang mereka lakukan pada perang Uhud (yaitu pembunuhan dan mutilasi), maka Nabi 'alayhish shalatu was salam diminta oleh sahabat untuk berdoa atas mereka, maka beliaupun berdoa:
 
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
 
"Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui."
 
Maka, Allah subhanahu wa ta'ala pun menurunkan ayat:
 
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ (٤)
 
"Sungguh engkau berada pada akhlak yang sangat agung." (QS. al-Qalam [68]: 4) 
 
Sahal at-Tusturi rahimahullah pernah ditanya tentang akhlak yang baik. Beliau pun menjawab, "Tingkatan paling rendah dari akhlak yang mulia adalah menanggung (sabar) terhadap gangguan, tidak membalas orang zalim, berkasih sayang padanya, memohonkan ampun untuknya, dan bersimpati kepadanya."
 
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali ibn Abi Thalib karramallahu wajhah memanggil pembantunya (budak laki-laki) tetapi dia tidak menjawabnya. Lalu beliau mengulangi dua kali sampai tiga kali, namun ia masih belum menjawab juga. Maka Sayyidina Ali pun mendatanginya, dan beliau melihat bahwa budak itu masih tidur-tiduran. Beliau pun berkata, "Tidakkah engkau mendengar panggilanku?" Budak itu menjawab, "Aku mendengar." Beliau berkata lagi, "Kenapa engkau tidak menjawab panggilanku?" Budak itu berkata, "Aku tidak pernah dipukul (disiksa) olehmu, makanya aku  bermalas-malasan." Sayyidna Ali pun berkata, "Pergilah! Engkau merdeka karena Allah."
 
Subhanallah....
 
Disarikan dari kitab 'Ajalah as-Sibaq ila Makarim al-Akhlaq karya al-Habib Muhammad ibn Abdullah al-Haddar   
      edit

0 comments:

Post a Comment