إِنَّ حُسْنَ الْخُلُقِ هُوَ اْلِإيْمَانُ، وَسُوْءُ الْخُلُقِ هُوَ النِّفَاقُ
"Akhlak yang baik adalah keimanan, dan akhlak yang buruk adalah kemunafikan."
Oleh karenanya, sifat-sifat kaum mukminin dalam al-Qur'an dan Hadits
adalah ciri-ciri akhlak yang baik, dan sifat-sifat kaum munafik dalam
al-Qur'an dan Hadits adalah ciri-ciri akhlak yang buruk. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ
قَالُوا سَلاَمًا (٦٣) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا
وَقِيَامًا (٦٤) وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ
جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (٦٥) إِنَّهَا سَاءَتْ
مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا (٦٦) وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧)
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahanam
dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.”
Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. al-Furqan [25]: 63-67)
Nabi 'alayhish shalatu was salam bersabda:
الْمُؤْمِنُ يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Orang-orang mukmin menyukai sesuatu untuk saudaranya seperti ia menyukai sesuatu untuk dirinya sendiri."
Ini adalah di antara ciri-ciri akhlak yang terpuji yang paling agung.
Sebagian ulama mengumpulkan akhlak mulia dalam ungkapan mereka berikut:
"Hendaknya memiliki rasa malu yang besar, sedikit menyakiti (tidak
menyakiti), tidak iseng, berbuat baik, menyambung silaturrahim, tenang,
sabar, syukur, ridha, lembut, kasing sayang, menjaga kehormatan,
simpati, tidak melaknat, tidak mengumpat, tidak mengadu domba, tidak
menggunjing, tidak tergesa-gesa, tidak dengki, tidak pelit, tidak hasud,
wajahnya ceria, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, ridha
karena Allah, marah karena Allah, inilah akhlak yang mulia."
Sebagian sastrawan pernah berkata:
مَكَارِمُ اْلأَخْلاَقِ فِي ثَلاَثَةٍ مُنْحَصِرَةْ | لَيِّنُ الْكَلاَمِ وَالسَّخَاءُ وَالْعَفْوُ عِنْدَ الْمُقْدِرَةْ
Akhlak yang mulia ada pada tiga hal | Ucapan yang lembut, dermawan, dan memaafkan saat berkuasa
Sesuatu yang paling jitu untuk menguji kebaikan akhlak seseorang adalah
kesabaran atas penderitaan dan menanggung rasa sakit karena dijauhi
orang-orang.
Barangsiapa yang mengeluh karena keburukan orang lain, maka hal itu
menunjukkan bahwa akhlaknya adalah buruk karena akhlak yang terpuji
adalah tahan menanggung penderitaan karena disakiti orang lain.
Ketika orang-orang kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dalam menyakiti (mengganggu) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta ketika mereka melakukan apa yang mereka lakukan pada perang Uhud (yaitu pembunuhan dan mutilasi), maka Nabi 'alayhish shalatu was salam diminta oleh sahabat untuk berdoa atas mereka, maka beliaupun berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
"Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui."
Maka, Allah subhanahu wa ta'ala pun menurunkan ayat:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ (٤)
"Sungguh engkau berada pada akhlak yang sangat agung." (QS. al-Qalam [68]: 4)
Sahal at-Tusturi rahimahullah pernah ditanya tentang akhlak yang
baik. Beliau pun menjawab, "Tingkatan paling rendah dari akhlak yang
mulia adalah menanggung (sabar) terhadap gangguan, tidak membalas orang
zalim, berkasih sayang padanya, memohonkan ampun untuknya, dan
bersimpati kepadanya."
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali ibn Abi Thalib karramallahu wajhah memanggil
pembantunya (budak laki-laki) tetapi dia tidak menjawabnya. Lalu beliau
mengulangi dua kali sampai tiga kali, namun ia masih belum menjawab
juga. Maka Sayyidina Ali pun mendatanginya, dan beliau melihat bahwa
budak itu masih tidur-tiduran. Beliau pun berkata, "Tidakkah engkau
mendengar panggilanku?" Budak itu menjawab, "Aku mendengar." Beliau
berkata lagi, "Kenapa engkau tidak menjawab panggilanku?" Budak itu
berkata, "Aku tidak pernah dipukul (disiksa) olehmu, makanya aku
bermalas-malasan." Sayyidna Ali pun berkata, "Pergilah! Engkau merdeka
karena Allah."
Subhanallah....
Disarikan dari kitab 'Ajalah as-Sibaq ila Makarim al-Akhlaq karya al-Habib Muhammad ibn Abdullah al-Haddar
0 comments:
Post a Comment