7. Menghimpun
al-Qur’an dalam Mushhaf
جَاءَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ رضى الله عنه اِلَى اَبِيْ بَكْرٍِ رضي الله عنه يَقُوْلُ لَهُ: يَاخَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَرَى اْلقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِى اْلقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ اْلقُرْاَنَ فِيْ مُصْحَفٍِ فَيَقُوْلُ اْلخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًَا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: اِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌُ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ اِلىَ زَيْدٍِ بْنِ ثَابِتٍٍ رضي الله عنه فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًَا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ: اِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌُ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ اَبِيْ بَكْرٍِ وَعُمَرَ رضى الله عَنْهُمَا.
Artinya: Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab, “Bagaimana mungkin kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Umar berkata, “Demi Allah, ini baik.” Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab, “Bagaimana mungkin kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Keduanya menjawab, “Demi Allah, ini baik.” Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar dalam rencana ini.” [1]
Apa yang dikatakan oleh Abu Bakar dan Zaid radhiyallahu ‘anhuma pada saat pertama kali mendengar usulan Umar untuk menghimpun al-Qur’an ke dalam satu mushhaf memperlihatkan bahwa itu perkara baru. Mereka berdua berkata pada awalnya, “Bagaimana mungkin melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Memang demikian adanya. Menghimpun al-Qur’an ke dalam satu mushhaf sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan beliau pun tidak pernah memerintahkan untuk melakukannya. Namun Umar radhiyallahu ‘anhu setelah mengkaji berbagai keadaan pada masa itu merasa perlu memberikan usul kepada Khalifah Abu Bakar untuk melakukan penghimpunan al-Qur’an ke dalam mushhaf, meskipun perkara itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena ini perkara baru tentunya bisa dikatakan sebagai bid’ah, namun bid’ah hasanah, bahkan termasuk ke dalam kategori bid’ah hasanah yang bersifat wajib, karena para ulama telah bersepakat menghimpun al-Qur’an ke dalam mushhaf itu sebagai perkara yang wajib agar ia tetap terpelihara.
8. Shalat Tarawih Berjamaah Selama Bulan Ramadhan
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اْلقَارِيِّ اَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رضى الله عنه لَيْلَةً فِيْ رَمَضَانَ اِلَى اْلمَسْجِدِ فَاِذَا النَّاسُ اَوْزَاعٌُ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ رضي الله عنه: اِنِّي اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍٍ وَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَيِّ بْنِ كَعْبٍِ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً اُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ: نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هَذِهِ.
Artinya: Abdurrahman bin Abd al-Qari radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu malam di bulan Ramadhan aku pergi ke masjid bersama Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Ternyata orang-orang di masjid berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam, tentu akan lebih baik.” Lalu beliau mengumpulkan mereka kepada Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin Khaththab, dan mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal itu, Umar berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” [2]
Ketahuilah bahwa pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak pernah memfatwakan agar umat Islam melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah selama bulan Ramadhan. Informasi yang kita peroleh memperlihatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat tarawih berjamaah hanya beberapa malam saja, kemudian beliau meninggalkannya. Hal yang sama juga terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Pada masa khalifah yang pertama ini tidak pernah ada penghimpunan jamaah di masjid untuk melaksanakan shalat tarawih sebulan penuh.
Ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, pada masa itulah beliau memfatwakan agar shalat tarawih dilakukan secara berjamaah selama bulan Ramadhan, dan oleh Umar perkara baru yang dibuatnya itu ia katakan sebagai sebaik-baik bid’ah. Dengan kata lain, itu adalah bid’ah hasanah. Namun kalau dicermati lebih jauh, yang dilakukan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu itu, sekalipun perkara baru namun tidak bisa dicap sebagai bid’ah. Ia adalah sunnah, yakni sunnah khalifah al-rasyidin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ
Artinya: “Berpeganglah dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang memperoleh petunjuk.” [3]
0 comments:
Post a Comment