Untuk membaca bagian pertama dari pembahasan ini silakan klik di sini.
3. Hadits Abu Sa'id al-Khudri ra
3. Hadits Abu Sa'id al-Khudri ra
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى الصَّلَاةِ فَقَالَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِينَ عَلَيْكَ وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ
مَمْشَايَ هَذَا فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشَرًا وَلَا بَطَرًا وَلَا رِيَاءً وَلَا
سُمْعَةً وَخَرَجْتُ اتِّقَاءَ سُخْطِكَ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ فَأَسْأَلُكَ أَنْ
تُعِيذَنِي مِنْ النَّارِ وَأَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
إِلَّا أَنْتَ أَقْبَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُونَ
أَلْفِ مَلَكٍ
Dari Abu Sa'id al-Khudri ra, berkata: "Rasulullah Saw bersabda:
"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat di masjid
kemudian ia berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan
derajat orang-orang yang berdoa kepada-Mu (baik yang masih hidup
ataupun sudah meninggal) dan dengan derajat langkah-langkahku ketika
berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan
sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena riya' dan sum'ah, aku keluar
rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencaari ridha-Mu, maka aku memohon
kepada-Mu, selamat aku dari api neraka dan ampunilah dosa-dosaku,
sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau," maka
Allah akan meridhainya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun
baginya."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (10729), Ibnu Majah (770), Ibnu al-Sunni dalam 'Amal al-Yaum wa al-Laylah, al-Thabarani dalam al-Du'a, al-Baihaqi dalam al-Da'awat al-Kabir, dan lainnya. Sanad hadits ini dinilai hasan oleh al-Hafizh al-Dimyathi dalam al-Matjar al-Rabih, al-Hafizh al-Maqdisi sebagaimana dikemukakan oleh muridnya al-Hafizh al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib, al-Hafizh al-'Iraqi (725-806 H/1325-1403) dalam al-Mughni, al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nataij al-Afkar, dan lain-lain. Bahkan al-Hafizh al-Bushiri berkata dalam Mishbah al-Zujajah (1/99) bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya sehinga dapat disimpulkan bahwa hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Hadist ini menunjukkan dibolehkannya ber-tawassul dengan orang saleh, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Karena kata as-saa'iliin
dalam hadits tersebut bersifat umum, mencakup mereka yang masih hidup
ataupun sudah meninggal. Dalam hadist ini pula Nabi Saw mengajarkan
untuk menggabungkan antara tawassul dengan al-dzawat wa al-fadhilah (seorang nabi atau wali dan orang saleh) dan tawassul dengan amal saleh. Beliau tidak membedakan antara keduanya, tawassul jenis pertama hukumnya boleh dan yang kedua juga boleh. Dalam hadits ini, tawassul dengan al-dzawat al-fadhilah ada pada redaksi بحق السائلين عليك dan tawassul dengan amal saleh ada pada redaksi بحق ممشاي هذا إليك .
Hadits ini dinilai hasan oleh para hafizh seperti al-Hafizh al-Dimyathi, al-Maqdisi, al-'Iraqi, al-Hafizh Ibn Hajar dan lain-lain, bahkan al-Imam Ibn Khuzaimah menilainya shahih.
4. Hadits tentang Manaqib Fathimah binti Asad
Fathiman binti Asad adalah ibunda Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra.
Ketika Fathiman binti Asad meninggal dunia, Rasulullah Saw menggali
liang lahatnya dengan tangannya. Beliau mengeluarkan tanah dengan
tangannya. Setelah selesai, Rasulullah Saw masuk ke dalam liang kubur,
lalu tidur miring sambil berdoa:
اللهُ
الَّذِيْ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، اِغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ
بِنْتِ أَسَدٍ، ولَقِّنْهَا حُجَّتَهَا، وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مُدْخَلَهَا، بِحَقِّ
نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ، فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
"Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dia Maha Hidup lagi tidak
akan mati, ampunilah ibuku Fathimah binti Asad, tuntunlah jawabannya,
luaskanlah tempat bersemayamnya engan derajat nabi-Mu dan nabi-nabi
sebelumku, sesungguhnya Engkau lebih pengaih dari yang pengasih."
Lalu Nabi Saw menyalatinya dengan bertakbir empat kali. Beliau
memasukkannya ke dalam liang bersama Abbas dan Abu Bakar al-Shiddiq.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir (24/352) dan al-Mu'jam al-Ausath (1/152), dan al-Hafizh Abu Nu'aim dalam Hilyat al-Auliya' (3/121). Menurut al-Hafizh al-Haitsami, dalam sanadnya terdapat Ruh bin Shalah, perawi yang dinilai tsiqah oleh Ibn Hibban dan al-Hakim, namun ia memiliki kelemahan. Sedangkan perawi-perawi yang lain termasuk perawi hadits shahih. Karena itu, hadits ini dinilai hasan.
Hadits ini menunjukkan kebolehan ber-tawassul dengan orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal dunia. Kebolehan ber-tawassul dengan oang yang masih hidup ada pada redaksi بحق نبك (dengan derajat nabi-Mu yang masih hidup) dan kebolehan ber-tawassul dengan orang yang sudah meninggal dunia ada pada redaksi selanjutnya والأنبياء من قبلي (dan dengan derajat nabi-nabi sebelumku yang sudah meninggal dunia).
5. Hadits Ibn Abbas ra
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ
لِلَّهِ ملَائِكَةً فِي الْأَرْضِ سِوَى الْحَفَظَةِ يَكْتُبُوْنَ مَا يَسْقُطُ مِنْ
وَرَقِ الشَّجَرِ، فَإِذَا أَصَابَ أَحَدَكُمْ عَرَجَةٌ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَلْيُنَادِ
أُعِيْنُوْا عِبَادَ اللهِ
"Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda,
"Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat di bumi selain malaikat
hafazhah yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian
ditimpa kesulitan di suatu padang maka hendaklah mengatakan: "Tolonglah
aku wahai para hamba Allah."
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar (Kasyf al-Astar,4/33-34). al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma' al-Zawaid (10/132) berkata: "Para perawi hadits ini dapat dipercaya."
Hadits ini menunjukkan dibolehkannya meminta tolong dan ber-istighatsah dengan selain Allah, yaitu orang-orang saleh meskipun tidak di hadapan mereka dengan redaksi nida' (memanggil). al-Imam al-Nawawi setelah menyebutkan riwayat Ibn al-Sunni dalam kitabnya al-Adzkar mengatakan:
"Sebagian guruku yang sangat alim pernah menceritakan bahwa pernah suatu ketika hewan tunggangannya lepas dan beliau mengetahui hadits ini, lalu beliau mengucapkannya, maka seketika hewan tunggangannya itu berhenti berlari. Saya pun suatu ketika bersama jamaah kemudian terlepas seekor binantang mereka dan mereka bersusah payah berusaha menangkapnya dan tidak berhasil. Kemudian saya mengatakannya, dan seketika binatang tersebut berhenti tanpa sebab kecuali ucapan tersebut."
al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu'ab al-Iman dari Abdullah putra al-Imam Ahmad bin Hanbal, yang berkata: "Saya mendengar ayahku berkata, "Suatu ketika saya menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki. Di suatu perjalanan saya tersesat tidak mengetahui arah. Lalu aku berkata, "Hai hamba-hamba Allah, tunjukkanlah aku jalan." Aku terus mengucapkannya sampai akhirnya aku menemukan jalan yang benar."
Kedua kisah di atas menunjukkan bahwa mengucapkan tawassul dan istighatsah tersebut adalah amalan para ulama ahli hadits dan yang lainnya.
Bersambung...
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar (Kasyf al-Astar,4/33-34). al-Hafizh al-Haitsami dalam Majma' al-Zawaid (10/132) berkata: "Para perawi hadits ini dapat dipercaya."
Hadits ini menunjukkan dibolehkannya meminta tolong dan ber-istighatsah dengan selain Allah, yaitu orang-orang saleh meskipun tidak di hadapan mereka dengan redaksi nida' (memanggil). al-Imam al-Nawawi setelah menyebutkan riwayat Ibn al-Sunni dalam kitabnya al-Adzkar mengatakan:
"Sebagian guruku yang sangat alim pernah menceritakan bahwa pernah suatu ketika hewan tunggangannya lepas dan beliau mengetahui hadits ini, lalu beliau mengucapkannya, maka seketika hewan tunggangannya itu berhenti berlari. Saya pun suatu ketika bersama jamaah kemudian terlepas seekor binantang mereka dan mereka bersusah payah berusaha menangkapnya dan tidak berhasil. Kemudian saya mengatakannya, dan seketika binatang tersebut berhenti tanpa sebab kecuali ucapan tersebut."
al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu'ab al-Iman dari Abdullah putra al-Imam Ahmad bin Hanbal, yang berkata: "Saya mendengar ayahku berkata, "Suatu ketika saya menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki. Di suatu perjalanan saya tersesat tidak mengetahui arah. Lalu aku berkata, "Hai hamba-hamba Allah, tunjukkanlah aku jalan." Aku terus mengucapkannya sampai akhirnya aku menemukan jalan yang benar."
Kedua kisah di atas menunjukkan bahwa mengucapkan tawassul dan istighatsah tersebut adalah amalan para ulama ahli hadits dan yang lainnya.
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment