Friday, November 8, 2019

Published November 08, 2019 by with 0 comment

Mahal al-Qiyam

Membaca shalawat kepada Nabi Muhamad Saw merupakan ibadah yang sangat terpuji. Allah Swt berfirman:

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيَهْ ِوَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Sesungguhnya Allah Swt dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat salam kepadanya." (QS. Al-Ahzab: 56)

Jelas sekali ayat ini menyuruh umat Islam untuk membaca shalawat di manapun dan kapanpun saja. Dalam pelaksanaannya mesti dilakukan dengan khidmat, sungguh-sungguh dan sepenuh hati.

Tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad Saw. Salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri. Karena itu boleh hukumnya berdiri ketika membaca shalawat kepada Nabi Saw.

Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki menyatakan:

وَيَقُوْلُ الْبَرْزَنْجِي فِي مَوْلِدِهِ الْمَنْثُوْرِ : هَذَا وَقَدْ اسْتَحْسَنَ الْقِيَامَ عِنْدَ ذِكْرِ مَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ اَئِمَّةٌ ذَوُوْ رِوَايَةٍ وَرَوِيَّةٍ … فَطُوْبَى لِمَنْ كَانَ تَعْظِيْمُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَايَةَ مَرَامِهِ وَمَرْمَاهُ وَنَعْنِى بِالْإِسْتِحْسَانِ بِالشَّيْءِ هُنَا كَوْنَهُ جَائِزًا مِنْ حَيْثُ ذَاتُهُ وَاَصْلُهُ وَمَحْمُوْدًا وَمَطْلُوْبًا مِنْ حَيْثُ بَوَاعِثُهُ وَعَوَاقِبُهُ … لاَ بِالْمَعْنَى الْمُصْطَلَحِ عَلَيْهِ فِى اُصُوْلِ الْفِقْهِ

"Imam al-Barzanji di dalam kitab Maulidnya yang berbentuk prosa mengatakan, "Sebagian para imam ahli hadits yang mulia itu menganggap baik (istihsan) berdiri ketika disebutkan sejarah kelahiran Nabi Saw. Betapa beruntungnya orang yang mengagungkan Nabi Saw, dan menjadikan itu sebagai puncak tujuan hidupnya. Yang dimaksud dengan istihsan di sini adalah jaiz (boleh) dilihat dari aspek perbuatan itu sendiri serta asal usulnya, dan dianjurkan dari sisi tujuan dan dampaknya. Bukan istihsan dalam pengertian ilmu Ushul Fiqh." (Al-Bayan wa al-Ta'rif fi Dzikrika al-Mawlid al-Nabawi, 29-30)

Berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang berdiri dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera, saat bendera merah putih dikibarkan dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, maka seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain hanya untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa.

Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormat Nabi Muhammad Saw lebih layak dilakukan sebagai ekspresi dari bentuk penghormatan. Bukankah Nabi Muhammad Saw adalah manusia teragung yang layak untuk lebih dihormati daripada yang lain.

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Saw bersabda:

قُوْمُوْا إِلَى سَيِّدِكُمْ أَوْ خَيْرِكُمْ

"Berdirilah kalian untuk tuan kalian atau orang yang paling baik di antara kalian." (HR Muslim)

Berdasarkan hadits ini, Imam Nawawi berpendapat:

الْقِيَامُ لِلْقَادِمِ مِنْ أَهْلِ الْفَضْلِ مُسْتَحَبٌّ وَقَدْ جَاءَ فِيْهِ أَحَدِيْثُ وَلَمْ يَصِحَّ فِي النَّهْيِ عَنْهُ شَيْءٌ صَرِيْحٌ
"Berdiri untuk (menyambut) kedatangan orang yang mempunyai keutamaan itu dianjurkan. Ada banyak hadits yang menerangkan hal tersebut. Tidak ada dalil yang secara nyata menegaskan pelarangan berdiri itu." (Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Juz 12, hal. 80)

Dari sejumlah keterangan ini dapat disimpulkan bahwa sebagai salah satu bentuk penghormatan, berdiri menyambut kedatangan orang terhormat itu dianjurkan. Maka berdiri untuk menghormat Nabi Saw ketika membaca shalawat tentu lebih dianjurkan. 

Wallahu a'lam
      edit

0 comments:

Post a Comment