Pada bagian pertama telah dibahas bahwa bila pasangan suami istri
non-Muslim itu memeluk Islam bersama-sama maka pernikahannya yang dilangsungkan
sebelum memeluk Islam tetap dianggap sah dan berjalan sebagaimana adanya.
Pada bagian kedua ini akan dibahas satu kondisi di mana pasangan suami
istri yang non-Muslim itu memeluk Islam tidak secara bersamaan, namun satu
persatu; suaminya lebih dahulu memeluk Islam baru kemudian disusul istrinya
atau sebaliknya sang istri lebih dahulu memeluk Islam baru kemudian sang suami
menyusul. Para ulama fiqih membahas hal ini secara
terperinci.
Imam Ibnu Rusyd di dalam kitabnya Bidâyatul Mujtahid wa Nihâyatul
Muqtashid menuliskan:
فَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ، وَالشَّافِعِيُّ: إِنَّهُ
إِذَا أَسْلَمَتِ الْمَرْأَةُ قَبْلَهُ فَإِنَّهُ إِنْ أَسْلَمَ فِي عِدَّتِهَا كَانَ
أَحَقَّ بِهَا، وَإِنْ أَسْلَمَ هُوَ وَهِيَ كتابية فَنِكَاحُهَا ثَابِتٌ
“Imam Malik, Abu Hanifah dan Syafi’i berkata, bila istri masuk Islam
sebelum suaminya, maka bila sang suami masuk Islam pada masa ‘iddahnya sang
istri, maka ia berhak atas istrinya. Bila
suami masuk Islam sedangkan istrinya seorang ahli kitab maka pernikahannya
tetap.”
Pendapat ulama yang demikian berdasarkan pada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa istri Sofwan bin Umayah, yakni Atikah binti Al-Walid bin Al-Mughirah telah masuk Islam sebelum Sofwan, baru kemudian Sofwan menyusul masuk Islam. Maka Rasulullah menetapkan pernikahan keduanya, tidak memutuskannya. Para ulama berkata bahwa jarak antara masuk Islamnya sang istri dan masuk Islamnya Sofwan sekitar satu bulanan.
Pendapat ulama yang demikian berdasarkan pada sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa istri Sofwan bin Umayah, yakni Atikah binti Al-Walid bin Al-Mughirah telah masuk Islam sebelum Sofwan, baru kemudian Sofwan menyusul masuk Islam. Maka Rasulullah menetapkan pernikahan keduanya, tidak memutuskannya. Para ulama berkata bahwa jarak antara masuk Islamnya sang istri dan masuk Islamnya Sofwan sekitar satu bulanan.
Ibnu Syihab mengatakan bahwa tidak ada riwayat yang datang kepada kami
bahwa seorang istri yang hijrah kepada Rasulullah sementara suaminya tetap
kafir dan tinggal di negeri kufur kecuali hijrahnya itu telah memisahkan sang
suami dan istrinya, kecuali bila sang suami kemudian datang menyusul hijrah
sebelum habis masa ‘iddah istrinya. (Ibnu Rusyd, Bidâyatul Mujtahid wa
Nihâyatul Muqtashid, [Beirut: Darul Fikr, 1995], juz II, hal. 40)
Lebih lanjut
Ibnu Rusyd menuturkan:
وَأَمَّا إِذَا أَسْلَمَ الزَّوْجُ قَبْلَ إِسْلَامِ الْمَرْأَةِ
فَإِنَّهُمُ اخْتَلَفُوا فِي ذَلِكَ، فَقَالَ مَالِكٌ: إِذَا أَسْلَمَ الزَّوْجُ قَبْلَ
الْمَرْأَةِ وَقَعَتِ الْفُرْقَةُ إِذَا عَرَضَ عَلَيْهَا الْإِسْلَامَ فَأَبَتْ. وَقَالَ
الشَّافِعِيُّ: سَوَاءٌ أَسْلَمَ الرَّجُلُ قَبْلَ الْمَرْأَةِ ; أَوِ الْمَرْأَةُ
قَبْلَ الرَّجُلِ إِذَا وَقَعَ الْإِسْلَامُ الْمُتَأَخِّرُ فِي الْعِدَّةِ ثَبَتَ
النِّكَاحُ
“Adapun apabila
suami masuk Islam sebelum Islam-nya
sang istri, maka para ulama berbeda pendapat
dalam hal ini. Imam Malik berkata, bila suami masuk Islam sebelum istrinya maka
terputus pernikahannya apabila sang suami telah menawarkan masuk Islam pada
sang istri namun ia menolaknya. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat, sama saja
apakah suami masuk Islam sebelum istri atau istri masuk Islam sebelum suami,
bila pihak yang terakhir masuk Islam dalam masa ‘iddah maka pernikahannya tetap
(tidak putus).” (Ibnu
Rusyd, Bidâyatul Mujtahid wa Nihâyatul Muqtashid, [Beirut: Darul Fikr,
1995], juz II, hal. 40)
Sementara di
dalam kitab Al-Muhadzdzab, Imam
As-Syairazi menuliskan:
وإن أسلم أحد الزوجين الوثنيين أو المجوسيين أو أسلمت المرأة
والزوج يهودي أو نصراني فإن كان قبل الدخول تعجلت الفرقة وإن كان بعد الدخول وقفت الفرقة
على انقضاء العدة فإن أسلم الآخر قبل انقضائها فهما على النكاح وإن لم يسلم حتى انقضت
العدة حكم بالفرقة
“Apabila salah satu pasangan suami istri penyembah berhala atau majusi
masuk Islam, atau seorang istri masuk Islam sedangkan suaminya seorang Yahudi
atau Nasrani, maka apabila masuk Islamnya itu sebelum terjadinya persetubuhan
maka saat itu putuslah pernikahannya. Namun
bila masuk Islamnya setelah terjadi persetubuhan maka putusnya hubungan
pernikahannya digantungkan pada masa selesainya ‘iddah. Bila
pasangan yang lain (yang belum masuk Islam) masuk Islam sebelum selesainya masa
‘iddah maka keduanya tetap dalam pernikahan. Namun bila sampai dengan
selesainya masa ‘iddah tidak juga masuk Islam maka (pernikahannya) diputuskan.”
(Abu Ishak As-Syairazi, Al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr,
2005] juz. II, hal. 72)
Dari sejumlah penjelasan para ulama di atas kiranya dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, apabila pasangan suami istri non-Muslim masuk Islam tidak secara bersamaan, dan pada saat pihak yang pertama kali masuk Islam belum pernah terjadi persetubuhan di antara keduanya, maka pada saat itu juga pernikahan mereka menjadi terputus. Keduanya mesti dipisahkan.
Pertama, apabila pasangan suami istri non-Muslim masuk Islam tidak secara bersamaan, dan pada saat pihak yang pertama kali masuk Islam belum pernah terjadi persetubuhan di antara keduanya, maka pada saat itu juga pernikahan mereka menjadi terputus. Keduanya mesti dipisahkan.
Kedua, apabila pasangan suami istri non-Muslim masuk Islam
secara tidak bersamaan, dan keduanya telah melakukan persetubuhan, maka
pernikahannya tidak secara otomatis menjadi putus, namun ditangguhkan dan
digantungkan pada masa ‘iddah sang istri.
Adapun masa
‘iddah dalam hal ini adalah sama dengan masa ‘iddahnya istri yang ditalak,
yakni 3 kali sucian. Pada saat masa ‘iddah ini sang suami tidak diperbolehkan
menyetubuhi sang istri. Demikian dituturkan Imam Syafi’i di dalam kitab Al-Umm
(Beirut: Darul Fikr, 2009, juz V, hal. 49)
Ketiga, pada kasus kedua di atas, bila pasangan yang belum masuk
Islam kemudian masuk Islam pada saat masa ‘iddah belum selesai maka pernikahan
keduanya tetap berjalan, tidak terputus dan karenanya tak perlu mengulang akad
nikah. Namun bila sampai dengan selesainya masa ‘iddah pasangan yang belum
masuk Islam tetap tidak masuk Islam, atau masuk Islam namun masa ‘iddah telah
selesai, maka pernikahannya menjadi terputus, keduanya harus dipisahkan.
Wallahu a’lam
0 comments:
Post a Comment