Monday, April 6, 2020

Published April 06, 2020 by with 0 comment

Amalan di Malam Nishfu Sya’ban

Membaca Yasin di Malam Nishfu Sya’ban
 
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلاَ بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ. - أسنى المطالب فى أحاديث مختلفة المراتب ص 234
 
“Adapun pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib merupakan hasil ijtihad sebagian ulama, konon ia adalah Syaikh  Albuni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk.” (Syaikh Muhammad bin Darwisy, Asná al-Mathálib, 234)
 
وَمِنْ خَوَاصِ سُوْرَةِ يس) كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أَنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ: اْلاُوْلََى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ، وَالثَّانِيَةُ بِنِيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِم وَالثالِثَةُ بِنِيَّةِ اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ الناسِ
 
“Di antara keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian ulama adalah dibaca pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang pertama, dengan niat meminta panjang umur, kedua niat terhindar dari bencana dan ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang lain.” (Fathu al-Malik al-Majíd, 19)
 
Shalat Sunnah di Malam Nishfu Sya’ban
Melaksanakan shalat sunnah secara mutlak dijelaskan dalam hadits:
 
قولُه صلى الله عليه وسلم : الصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ، فَمَنْ شَاءَ اسْتَكْثرَ وَمَنْ شَاءَ اسْتَقَلَّ - قال الحافظ فِي "الفتح" 2 / 479 : صححه ابن حبان
 
Sabda Nabi Saw: “Shalat adalah sebaik-baik syariat, siapa yang ingin memperbanyak maka perbanyaklah, dan siapa yang ingin melakukan sedikit, maka lakukanlah.” (Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini dinilai sahih oleh Ibnu Hibban. Fath Al-Bari 2/479)
 
Sayyid Muhammad Alawi menulis di dalam kitabnya:
 
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ الْحَارِثِ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَامَ رَسُوْلُ اللهِ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ قَدْ خَاسَ بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِي أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُوْنَ الْعَلاَءُ أَخَذَهُ مِنْ مَكْحُوْلٍ )ذكريات ومناسبات لسيد محمد بن علوى الملكى ص 155-156(
 
“Dari Ala bin Harits bahwa Aisyah berkata, “Rasulullah bangun di tengan malam kemudian beliau shalat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih bergerak. Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah selesai melakukan shalatnya, Nabi berkata, “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira aku berkhianat padamu?” Saya berkata, “Demi Allah, tidak, wahai Rasul, saya mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul bersabda, “Tahukah kamu malam apa sekarang ini?” Saya menjawab, “Allah dan RasulNya yang tahu.” Rasulullah bersabda,Ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hamba-hambNya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam.” (HR Al Baihaqi fi Syu’ab Al Iman no 3675, menurutnya hadits ini Mursal yang baik)
 
(Catatan)
1. Letak ke-mursal-an hadits tersebut karena Al-‘Ala’ bin Al-Harits adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa dengan Aisyah. Prediksi Al-Baihaqi, Al-‘Ala’ memperoleh hadits tersebut dari gurunya, Makhul. Imam Ahmad menilai Al-‘Ala’ sebagai orang yang sahih haditsnya. Abu Hatim berkata: “Tidak ada murid Makhul yang lebih terpercaya dari pada Al-‘Ala’”. Ibnu Hajar menyebut Al-‘Ala’ sebagai orang yang jujur dan berilmu fikih, tetapi ia dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat Al Hadits)
 
2. Para Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadits Mursal sebagai hadits yang dapat diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya Sahabat atau Tabiin yang digugurkan dari sanad merupakan seorang yang dikenal kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih, dan lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
 
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (الْجَوَابُ) فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ. كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.)مجموع فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469(
 
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang shalat pada malam Nishfu Sya’ban. Ia menjawab, Apabila seseorang shalat sunah muthlak pada malam Nishfu Sya’ban sendirian atau berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf, maka hukumnya adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang ditentukan, seperti salat seratus raka’at dengan membaca surat al Ikhlash sebanyak seribu kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak dianjurkan oleh para ulama”. (Majmú' Fatáwá Ibnu Taymiyyah, II/469)
 
Tidak Ada Shalat dengan Niat Shalat Nishfu Sya’ban
Shalat sunnah yang dilakukan di malam Nishfu Sya’ban adalah shalat sunnah mutlaq, bukan niat shalat Nishfu Sya’ban. Shalat yang semacam ini berdasarkan hadits palsu seperti yang disampaikan Imam An-Nawawi:
 
الصلاَ ةُ الْمَعْرُوفَةُ بِصَلاَةِ الرَّغَائِبِ وَهِيَ ثِنْتَى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّي بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمْعَةٍ فِِيْ رَجَبَ وَصَلاَةِ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةَ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلاَتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَتَانِ قَبِيحَ تَانِ - المجموع ج – 4 / ص 56
 
“Shalat yang dikenal dengan nama Shalat Raghaib, sebanyak 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’ di Jumat pertama bulan Rajab. Dan shalat di malam Nishfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat. Dua shalat ini adalah bidah yang buruk dan mungkar.” (Al-Majmu’, 4/56)
 
Puasa Nishfu Sya’ban
Puasa di hari ke-15 bulan Sya’ban atau siang hari Nishfu Sya’ban ada yang menyatakan bidah, namun tidak demikian menurut mayoritas ulama:
 
وَأَمَّا صِيَامُ يَوْمِ النِّصْفِ مِنْهُ فَغَيْرُ مَنْهِيٍِّ عَنْهُ فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ أَيَّامِ الْبِيْضِ الْغُرِّ الْمَنْدُوْبِ إِلََى صِيَامِهَا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ - لطائف المعارف ج - 1 / ص 151
 
Puasa pada hari Nishfu Sya’ban tidaklah dilarang. Sebab termasuk hari-hari purnama (tanggal 13-14-15 Hijriyah) yang dianjurkan untuk berpuasa di setiap bulan. (Lathaif Al-ma’arif 1/151)

Wallahu a'lam
      edit

0 comments:

Post a Comment