Selain persoalan mengenakan masker saat shalat, hal lainnya yang juga sering dipertanyakan akhir-akhir ini adalah pemakaian hand sanitizer untuk shalat. Munculnya pertanyaan ini karena hand sanitizer itu bahan bakunya adalah alkohol, yang oleh sebagian orang diidentikkan dengan najis karena memabukkan.
Yang perlu dipahami di awal ini adalah bahwa para ulama tidak memiliki kata sepakat tentang hukum zat alkohol itu sendiri. Di antara mereka ada yang memandang alkohol sebagai najis, namun jika digunakan sekedar untuk sebuah hajat, misalnya untuk obat atau parfum, maka di-ma'fu (dibolehkan). Di sisi lain ada pula ulama yang mengatakan dengan tegas akan kesucian alkohol.
Kalau kita merujuk kepada kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba'ah, juz 1 hal.15, Syaikh Abdurrahman al-Jaziri mengatakan:
ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية
والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة
للجبن
"Salah
satu (yang dimaafkan) adalah cairan-cairan najis yang dicampurkan pada obat dan
aroma harum parfum untuk memberi efek maslahat padanya. Hal ini terbilang
dimaafkan sebatas minimal memberi efek maslahat berdasarkan qiyas atas aroma yang
memberi efek maslahat pada keju."
Pendapat yang berbeda diajukan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili. Menurut beliau alkohol itu suci, baik yang masih murni ataupun yang sudah campuran. Hal ini didasarkan kepada pemahaman beliau terhadap kata "rijsun" di dalam al-Qur'an, yang menurut beliau "kotor" sebagai perbuatan dosa, bukan "kotor" dalam pengertian najis.
Dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (7/210) Syaikh Wahbah az-Zuhaili mengatakan:
مادة الكحول غير نجسة شرعاً، بناء على ماسبق
تقريره من أن الأصل في الأشياء الطهارة، سواء كان الكحول صرفاً أم مخففاً بالماء ترجيحاً
للقول بأن نجاسة الخمر وسائر المسكرات معنوية غير حسية، لاعتبارها رجساً من عمل الشيطان
"Zat
alkohol tidak najis menurut syara’ dengan dasar (kaidah) yang telah lalu, yaitu
segala sesuatu asalnya adalah suci, baik ia adalah alkohol murni maupun alkohol
yang telah dikurangi kandungannya dengan campuran air, dengan mengunggulkan pendapat yang mengatakan bahwa
najis khamr dan semua zat yang memabukkan bersifat maknawi, bukan harfiah,
dengan pertimbangan bahwa itu adalah kotor sebagai perbuatan setan."
Syaikh Ahmad Syarbashi dalam kitab Yas'alunaka (2/30) mengatakan:
كانت لجنة الفتوى بالأزهر قد سئلت مثل هذا
السؤال فأجابت بأن الكحول السبرتو على ما قاله غير واحد من العلماء ليس بنجس وعلى هذا
فالأشياء التى يضاف إليها الكحول لا تنجس به وهذا هو ما نختاره لقوة دليله ولدفع الحرج
اللازم للقول بنجاسته
“Lajnah
Fatwa di Al-Azhar pernah ditanya seperti pertanyaan ini, maka dijawabnya bahwa alkohol (spiritus) menurut apa yang
dikatakan oleh banyak ulama, bukanlah najis, dan atas dasar ini, maka segala
sesuatu yang dicampuri alkohol tidak terhukumi najis. Dan inilah apa yang kami
pilih karena kuat dalilnya, dan untuk menolak kepicikan yang lazim karena
mengatakan dengan najisnya.”
Kesimpulannya, seseorang yang sebelum shalat menggunakan hand sanitizer di tangannya maka shalatnya tetap sah, karena ia menggunakan hand sanitizer yang berbahan dasar alkohol itu hanya sebatas hajat untuk kepentingan membunuh kuman, bakteri, virus dan sebagainya; dan kondisi yang sepeti ini meskipun alkoholnya berstatus najis tapi dimaafkan. Demikian menurut pandangan ulama yang menyatakan alkohol itu najis. Sedangkan dari sudut pandang ulama yang menyatakan sucinya status alkohol tentu tidak ada masalah. Jadi, meskipun mereka berbeda dalam menghukumi zat alkohol, tapi pada dasarnya mereka sama-sama membolehkan penggunaan alkohol sebatas yang dihajatkan. Namun mereka pun bersepakat untuk mengharamkan penyalahgunaan alkohol yang dalam bahasa agama diidentikkan dengan khamr karena syariat pun telah tegas mengharamkannya.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment