Shalat merupakan ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang dilakukan
seorang hamba dengan langsung berhubungan dengan Sang Khaliq. Maka,
pertanggungjawabannya kepada Allah Swt secara pribadi. Berkaitan dengan
shalat yang pernah ditinggalkan oleh orang yang mati, maka tidak ada
kewajiban qadha bagi ahli warisnya. Demikian juga, mereka tidak
berkewajiban menebusnya dengan harta yang ditinggalkan si mayit.
Hanya saja, sebagian ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa shalat yang
ditinggalkan si mayit boleh diqadha oleh ahli warisnya, baik sebelum
meninggal dunia dia berwasiat atau tidak.
فائدة)
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلَاةٌ فَلَا قَضَاءَ وَلَا فِدْيَةَ وَفِيْ قَوْل كَجَمْعٍ
مُجْتَهِدِيْنَ أَنَّهَا تُقْضَى عَنْهُ لِخَبَرِ الْبُخَارِي وَغَيْرِهِ وَمِنْ ثَمَّ
اخْتَارَهُ جَمْعٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِيُّ عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ
وَنَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنِ الْقَدِيْمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيَّ إِنْ خَلَفَ
تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّيَ عَنْهُ كَالصَّوْم - إعانة الطالبين، ج١ ص٢٤
"Barangsiapa yang mati dan punya tanggungan shalat, maka tidak wajib
qadha dan membayar tebusan (oleh ahli warisnya). Dan dalam satu pendapat
seperti pendapat segolongan mujtahid, bahwa shalat itu diqadha karena
ada hadits riwayat Imam Bukhari dan lainnya. Dari sanalah, lalu
segolongan imam-imam kita (Syafi'iyyah) memilihnya. Imam Subki pernah
mengerjakan (qadha shalat) itu untuk kerabatnya. Ibn Burhan menukil dari
qaul qadim bahwa jika si mayit meninggalkan harta, maka keluarganya
wajib mengqadha shalat untuknya sebagaimana puasa." (I'anah al-Thalibin, Juz I, hal 24)
Jadi, kalau mengikuti pendapat ini, maka shalat yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal dunia itu boleh diganti (qadha) oleh keluarganya.
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment