Sesungguhnya tidak ada yang lain selain Allah dan diri kamu
sendiri. Diri manusia itu bertentangan dengan Tuhan.
Segala sesuatu itu tunduk kepada Allah dan diri manusia itupun adalah kepunyaan
Allah. Pada diri manusia timbul
angan-angan dan hawa nafsu. Oleh karena itu, jika kamu masuk kepada yang haq
dan menentang diri kamu sendiri, maka kamu telah masuk ke pihak Allah dan
menentang diri kamu sendiri. Allah
berfirman kepada Nabi Daud as, “Hai Daud,
kepada-Ku-lah kamu kembali. Oleh karena itu, berpegang
teguhlah kamu kepada-Ku. Sesungguhnya penghambaan yang
sejati adalah melawan diri kamu sendiri karena Aku”.
Karena itulah penghambaan kamu dan kedekatan
kamu kepada Allah menjadi kenyataan yang sungguh-sungguh. Karena itulah kamu mencapai kesucian dan kebahagiaan. Dan karena
itulah kamu akan dimuliakan serta segalanya akan menjadi hamba kamu dan takut
kepadamu, lantaran semuanya tunduk kepada Allah.
Sebab, Dia-lah Pencipta dan tempat asal mereka, dan mereka telah menyatakan kehambaan
mereka kepada Allah. Allah berfirman, “Seluruhnya memuji Allah, tetapi kamu
tidak mengetahui
pujian mereka”. Ini berarti segala yang ada di dalam alam ini sadar akan adanya
Allah dan patuh kepada-Nya.
Allah Swt berfirman, “Kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada dunia,
Kemarilah kamu berdua dengan rela ataupun tidak”. Mereka berkata, “Kami datang dengan
rela”.
Oleh karena itu, segala penghambaan adalah melawan dirimu sendiri
dan hawa nafsumu. Allah berfirman, “Janganlah kamu menuruti hawa nafsumu, karena dia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah”.
Selanjutnya Allah berfirman, “Jauhkanlah
kehendak hawa nafsumu, karena tidak ada yang melawan-Ku dan kerajaan-Ku
melainkan hawa nafsu manusia”.
Ada satu cerita yang masyhur tentang Abu Yazid Busthami.
Diceritakan bahwa ia telah melihat Allah Swt di
dalam mimpinya. Ia bertanya kepada Allah, “Bagaimana seseorang itu dapat sampai
kepada Allah?” Jawab Tuhan, “Buanglah dirimu dan datanglah kepada-Ku”. “Setelah
itu,” katanya, “Akupun keluar dari diriku seperti ular keluar dari sarangnya”. Karenanya, semua
kebaikan itu terletak pada jihad melawan diri sendiri serta
semua perkara dan keadaan hidup ini. Sekiranya kamu dalam keadaan salah,
lawanlah dirimu
hingga kamu terhindar dari hal yang haram, dari manusia, dari prasangka serta
dari pertolongan mereka, ketergantungan kepada mereka, takut kepada mereka dan dari
menghendaki apa yang mereka dapati dari dunia fana ini. Janganlah kamu mengharapkan hadiah,
sedekah atau pemberian mereka.
Hendaklah kamu membebaskan dirimu dari apa saja yang bersangkutan
dengan keduniaan. Dan sekiranya kamu mempunyai saudara yang hartawan, maka janganlah kamu mengharapkan
dia lekas mati dengan niat kamu ingin mendapatkan hartanya itu. Hendaklah kamu
keluar dari pengaruh mahluk dan angaplah mereka itu seperti pintu pagar yang bisa
terbuka dan bisa tertutup atau seperti bunglon yang kadang-kadang
berubah dan kadang-kadang tidak. Segala yang berlaku dan terjadi adalah dengan kehendak
Allah dan Dia-lah yang membuat dan merencanakan segalanya itu. Jadilah kamu berjiwa tauhid,
yaitu meng-Esa-kan Allah Tuhan Semesta Alam.
Jangan pula kamu mengikuti faham golongan Jabariyyah atau
Qodariyyah. Lebih baik kamu mengatakan bahwa perbuatan itu adalah kepunyaan Allah, sedangkan
manusia adalah berusaha.
Jalankanlah perintah Allah yang berhubungan dengan manusia,
pisahkanlah bagianmu dengan perintah-Nya dan janganlah kamu melampaui batas, karena perintah
Allah itu pasti berlaku dan Allah akan
menjatuhkan hukuman kepada kamu dan mereka. Janganlah kamu ingin menjadi hakim
sendiri.
Keberadaan kamu bersama manusia adalah karena takdir Allah dan
takdir ini terdapat di dalam kegelapan. Oleh karena itu, masuklah ke dalam kegelapan itu dengan
membawa lampu yang juga menjadi hakim. Itulah dia al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah. Janganlah kamu melanggar keduanya. Jika timbul
di dalam pikiranmu atau kamu menerima suatu ilham, kemukakanlah dulu kepada al-Qur’an
dan Sunnah
Rasulullah.
Sekiranya suatu pikiran atau ilham bertentangan dengan al-Qur’an
dan hadits, maka janganlah kamu ikuti dan kamu
jalankan, karena hal itu mungkin datang dari iblis. Jika al-Qur’an
mewajibkan seperti makan, minum dan lain-lainnya dan ilhampun sejalan dengan yang diwajibkan
itu, maka janganlah kamu terima dan ketahuilah bahwa itu adalah ajakan atau godaan untuk memuaskan
hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatanganmu. Oleh karena itu lawanlah dan janganlah kamu turuti.
Jika apa yang diilhamkan kepada kamu itu tidak
sesuai dengan al-Qur’an dan hadits, baik yang berupa larangan maupun
pembenaran, dan tidak pula kamu ketahui dengan faham, seperti kamu disuruh
untuk pergi ke suatu tempat atau disuruh menemui seseorang yang saleh,
sedangkan kamu tidak perlu lagi pergi ke tempat itu atau berjumpa dengan orang
itu, tetapi dengan pengetahuan dan nur kamu dapat mengetahuinya, maka
bersabarlah, jangan tergesa-gesa dan bertanyalah kepada diri kamu sendiri, “Adakah
ilham ini datang dari Allah dan aku mesti melakukannya?” Pikirkan dulu dan bersabarlah. Adalah biasa bagi Tuhan untuk mengulang
ilham seperti itu dan memerintahkan kepada kamu untuk segera melakukan perkara
ilham itu atau untuk membuka suatu tanda yang dibukakan bagi para ahli Allah,
tanda yang hanya dapat dipahami oleh para Aulia yang bijaksana dan para Abdal.
Janganlah kamu terburu-buru mengerjakan perkara itu, karena kamu tidak
mengetahui akibat dan tujuannya, dan juga kamu tidak mengetahui ujian dan jalan
yang dapat merusak dan menguji kamu.
Karena itu bersabarlah sampai Tuhan
sendirilah yang menjadi pelaku perkara itu untuk kamu. Apabila sesuatu
perbuatan itu benar-benar dari Allah, maka akan selamatlah kamu dan Dia pasti
menolong kamu. Jika
kamu sendiri yang melakukannya, maka kamu sendirilah yang bertanggung jawab
atas perbuatanmu itu, Jika Allah yang melakukannya untuk kamu, maka kamu tidak
bertanggung jawab atas perbuatanmu itu, karena perbuatan itu adalah perbuatan
Allah, dan sudah barang tentu Allah sendirilah yang bertanggung jawab atas
perbuatan-Nya.
Jika kamu berada dalam peringkat hakikat,
yaitu kedudukan wilayah (kewalian), maka lawanlah nafsumu itu dan patuhlah
kepada perintah itu sepenuhnya. Kepatuhan kepada perintah ini ada dua macam : pertama,
hendaknya kamu mengambil dari dunia ini apa-apa yang kamu perlukan saja,
hindarkanlah dirimu dari keserakahan hawa nafsumu, lakukanlah ibadah-ibadahmu
dan hindarkanlah dosa-dosa, baik yang tampak maupun yang tersembunyi; kedua,
berkenaan dengan perintah batiniah. Ini
adalah perintah
Allah yang berupa suruhan dan larangan untuk melakukan sesuatu. Perintah
batiniah atau perintah yang tersembunyi ini adalah perintah untuk melakukan
hal-hal yang tidak haram dan tidak pula wajib, di mana
seorang hamba diberi kebebasan untuk bertindak.
Dalam hal ini, hendaknya si hamba tadi tidak mengambil inisiatif
(kemauan) sendiri, tetapi hendaklah ia menunggu perintah yang berkenaan dengannya. Apabila perintah itu
telah datang, maka patuhilah dengan segenap gerak dan diam, karena Allah semata-mata. Jika di
dalam syari’at terdapat hokum tentang sesuatu perkara, maka tunduklah kepada hukum itu. Tetapi,
jika tidak terdapat hukum di dalam syari’at
mengenai perkara itu, maka bertindaklah menurut perintah batin atau perintah
yang tersembunyi itu. Melalui inilah seseorang dapat menjadi orang yang benar-benar
telah mencapai hakikat.
Sekiranya perintah batin ini tidak ada dan yang ada hanyalah
perbuatan Allah, maka ini memerlukan suatu
penyerahan. Jika kamu telah mencapai hakikat yang
sebenarnya, yang juga disebut “keadaan tenggelam
(Mahwu) atau fana”, maka kamu telah mencapai peringkat Abdal (mereka yang luluh
hatinya karena
Allah), sesuatu keadaan atau peringkat yang dimiliki oleh orang-orang yang
betul-betul berjiwa tauhid, suatu keadaan yang dimiliki oleh orang-orang yang
dikaruniai cahaya keruhanian, yaitu orang-orang yang
berilmu dengan kebijaksanaannya yang tinggi, orang-orang yang menjadi ketua
dari seluruh ketua, pelindung dan penjaga khalayak ramai, khalifah Allah dan
wali-Nya serta orang-orang yang dipercayai-Nya. Mematuhi perintah di dalam hal-hal yang demikian
itu adalah melawan hawa nafsu kamu sendiri,
memisahkan diri dari ketergantungan kepada daya dan upaya apa saja serta kosong
dari segala kehendak dan tujuan apa saja yang berkenaan dengan dunia dan
akhirat.
Oleh karena itu, jadilah kamu hamba raja itu dan bukan hamba
kerajaan serta hamba perintah Allah dan bukan nafsu
badaniah. Dan jadilah kamu seperti bayi yang berada dalam pelukan ibunya, atau
seperti mayat
yang sedang dimandikan oleh orang-orang dan atau seperti orang sakit yang tidak
sadarkan diri di hadapan dokter, di dalam hal yang berada di luar, baik berupa
suruhan maupun larangan.
0 comments:
Post a Comment