Sunday, April 12, 2020

Published April 12, 2020 by with 0 comment

Riya' dan Sum'ah

Bila Anda menggunakan hal-hal yang bersifat verbal (dapat didengar) agar Anda dipandang saleh oleh orang lain, berarti Anda sum'ah. Sedangkan jika untuk tujuan itu Anda menggunakan hal-hal yang bersifat nonverbal (dapat dilihat), berarti Anda riya'. Riya' dan sum'ah keduanya bertentangan dengan ikhlas. Bila ikhlas adalah beribadat atau beramal saleh untuk mendekatkan diri kepada Allah (karena Allah), riya' dan sum'ah beribadat untuk mendekatkan diri kepada manusia (karena manusia).

Dalam sebuah riwayat diceritakan tentang orang-orang yang digiring ke neraka. Allah Swt memerintahkan agar Malaikat Malik tidak membakar kaki-kaki mereka, sebab kaki-kaki itu pernah dilangkahkan ke masjid dan tidak membakar tangan-tangan mereka, sebab tangan-tangan itu pernah diangkat untuk berdoa. Malaikat Malik bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian hai orang-orang celaka?" Ahli neraka itu menjawab, "Kami dahulu beramal bukan karena Allah." (Bihar al-Anwar, 8/325)

Riwayat lain bercerita tentang orang yang membaca al-Qur'an siang dan malam, yang terbunuh fi sabilillah, dan yang menginfakkan hartanya. Ketiga-tiganya dimasukkan ke neraka. Yang pertama masuk neraka karena ia ingin disebut qari'. Yang kedua ingin disebut pemberani. Yang ketiga ingin dipanggil orang dermawan. (Bihar al-Anwar, 72/305). Walhasil, semua amal itu dilakukan karena manusia, bukan karena Allah.

Sayidina Ali berkata, "Ada empat tanda orang riya': malas bila beribadat sendirian, rajin di depan orang banyak, bertambah amalnya bila dipuji, dan berkurang bila tidak ada yang memujinya." (Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balagah, 2/180). Perhatikan shalat Anda. Anda shalat di masjid dengan khusyuk. Anda lakukan shalat sunnat. Anda menyelesaikan wirid panjang. Anda lakukan semua itu dengan mudah. Tetapi bila Anda shalat di rumah, Anda shalat dengan cepat. Sesudah shalat Anda membaca wirid yang sangat pendek, lalu meninggalkan tempat shalat tanpa melakukan shalat sunnat. Anda sudah menderita gejala penyakit riya'. 

Anda menjadi imam shalat. Anda membaca al-Qur'an dengan tajwid dan tartil. Anda membaca surat-surat yang panjang tanpa lelah sedikit pun (tapi makmum Anda kecapekan). Anda ruku' dan sujud dengan sangat (bahkan terlalu) tertib. Ketika Anda shalat sendirian (munfarid), Anda membaca surat-surat yang pendek, tanpa memperhatikan tajwid dan tartil. Perhatikan, bila gejala-gejala itu ada, Anda sedang terpapar penyakit riya'.

Dalam majelis-majelis pengajian, sering juga ada hadirin yang bertanya bukan karena ingin mendapat jawaban. Fulan bertanya berapa jumlah rakaat tahajud, walaupun ia sudah lama mengetahuinya. Fulanah bertanya bagaimana menentramkan batin karena sering melakukan infak tanpa seizin suami. Seorang Ustad bercerita tentang pengalaman ruhaninya, ketika Allah menjawab doanya begitu ia selesai berdoa; atau betapa ia tak sanggup menahan tangisan ketika merintih di depan Baitullah pada waktu haji. Pertanyaan-pertanyaan hadirin dan pernyataan-pernyataan sang Ustad menunjukkan gejala-gejala sum'ah; yakni "memperdengarkan" kepada orang lain kelebihan dirinya.

Riya' dan sum'ah keduanya dilakukan untuk merekayasa kesan orang lain terhadap diri kita. Yang pertama --riya'-- berarti mempertontonkan amal dan tindakan agar dinilai sebagai orang yang bertakwa. Yang kedua --sum'ah-- berarti memperdengarkan kebajikan-kebajikan kita sehingga kita dihitung orang sebagai orang yang baik. Keduanya dilakukan karena manusia, bukan karena Allah; dan karena itu bertentang dengan ikhlas. 

Wallahu a'lam     



 
      edit

0 comments:

Post a Comment