Sunday, June 7, 2020

Published June 07, 2020 by with 0 comment

Amalan yang Bisa Menghapus Dosa

Dari Abu Nashir al-Wasithi, ia mendengar Abu Raja' al-Atharidi mendapat cerita dari Abu Bakar as-Shiddiq.

Seorang badui datang menghadap Rasulullah Saw dan berkata, "Aku mendengar engkau bersabda, bahwa dari Jumat satu ke Jumat yang lain adalah pelebur dosa bagi orang yang tidak menjalankan dosa besar."

"Ya," jawab Nabi. Lalu menambahkan:

الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ وَالْمَشْيُ اِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ وَكُلُّ قَدَمٍ مِنْهَا كََعَمَلِ عِشْرِيْنَ سَنَةً فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الْجُمُعَةِ اَجِيْزٌ بِعَمَلِ مِائَتَى سَنَةٍ  


"Mandi hari Jumat adalah pelebur dosa. Setiap jejak kaki sama dengan amalan 20 tahun. Jika shalat Jumat telah selesai ia diberi pahala seperti amalan 200 tahun."

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakar as-Shiddiq ra.
Hikayat (1)
Abu Bakar Memeluk Islam

Pada masa jahiliyah Abu Bakar as-Shiddiq dikenal sebagai saudagar besar yang kaya raya. Ketika berniaga ke Syam ia bermimpi, bahwa matahari dan bulan ada di dalam kamarnya. Ia mengambil dan memeluk erat di dadanya, dan menutup dengan selendangnya.

Begitu bangun, langsung ia mendatangi pendeta Nasrani untuk menanyakan mimpinya. Ketika tiba ia segera menceritakan mimpinya dan meminta pendeta itu menafsirkan makna mimpinya.

"Dari mana engkau?" tanya pendeta itu.
"Dari Mekah," jawab Abu Bakar.
"Dari suku apa?" tanya pendeta itu lagi.
"Suku Tayyim," jawab Abu Bakar.
"Apa pekerjaanmu?"
"Berdagang."

Kemudian pendeta itu menjelaskan, "Akan muncul pada masamu seorang laki-laki dari Bani Hasyim. Ia bernama Muhammad dengan julukan al-Amin. Ia menjadi Nabi terakhir. Andaikata ia tak ada, maka Allah tidak akan ciptakan langit, bumi dan seisinya. Juga andaikan ia tidak ada, maka Allah tidak akan menciptakan Nabi Adam, para nabi dan rasul. Ia menjadi penutup para nabi. Engkau akan menjadi pemeluk agamanya. Engkau akan menjadi pembantu dektanya. Inilah tafsir mimpi yang engkau alami."

Pendeta itu meneruskan, "Sifat dan ciri-ciri lelaki itu telah kudapatkan di dalam Taurat, Injil dan Zabur. Sesungguhnya aku telah memeluk Islam untuknya. Akan tetapi aku melakukannya dengan sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang Nasrani yang lain."

Usai Abu Bakar mendengar penjelasan pendeta tersebut, hatinya jadi ciut. Ia ingin sekali bertemu Nabi.

Cepat-cepat ia langkahkan kaki menuju Mekah, mencarinya dan mendapatkannya. Abu bakar cinta sekali padanya. Sekajap pun ia tak melepaskan pandangannya dari Nabi.

Hal itu berjalan dalam waktu yang cukup lama.

Suatu hari Nabi bertanya, "Setiap hari kau datang kepadaku. Mengapa engkau tak masuk Islam?"
"Jika kau seorang Nabi, pastilah kau mempunya mukjizat," jawab Abu Bakar.
"Apakah tidak cukup dengan mukjizat yang kau lihat dalam mimpimu ketika di Syam dan ditafsirkan oleh seorang pendeta yang telah masuk Islam?"

Begitu mendengar hal itu, Abu Bakar langsung mengucapkan syahadat. Memeluk Islam dengan baik.

Hikayat (2)
Dua Orang Penyembah Berhala 

Pada masa Malik bin Dinar, hiduplah dua orang majusi penyembah api. Yang satu berusia 73 tahun, yang satunya lagi berusia 35 tahun.

"Kemari!" panggil yang muda kepada yang tua. "Apakah api ini akan menolong kita ataukah membakar kita sebagaimana ia membakar orang-orang yang tidak menyembahnya? Jika tidak membakar kita, ayo kita terus menyembahnya. Tetapi jika membakar kita, maka buat apa kita memujanya?"

"Ya," jawab yang lebih tua.

Mereka lalu menyalakan api.

"Aku ataukah engkau yang lebih dahulu memasukkan tangannya ke dalam api ini?" tanya yang muda.
"Engkau saja," jawab yang tua.

Ia lalu menaruh tangannya di atas api. Jari jemarinya pun terbakar. Ia mengaduh kesakitan. Ia kemudian berkata, "Tiga puluh lima tahun kau kusembah, masih juga kau menyakitiku! Ayo kita cari saja Tuhan Yang Maha Esa, yang apabila kita berdoa dan meninggalkan perintah-Nya selama lima ratus tahun, misalnya, Dia mau mengampuni dan memaafkan hanya dengan menaati-Nya dalam waktu satu jam, dan hanya dengan satu kali memohon ampun."

Yang tua menurut saja. Katanya, "Baiklah. Kita cari orang yang bisa membimbing kita ke jalan yang lurus, yang mengajarkan kita kepada agama Islam yang menyelamatkan."

Mereka pun sepakat untuk menemui Malik bin Dinar di Bashrah. Mereka segera berangkat ke Bashrah. Mereka menemukan Malik bin Dinar tengah berkumpul bersama masyarakat memberikan bimbingan untuk mereka.

Melihat hal itu yang tua berkata, "Tak usahlah aku masuk Islam. Usiaku sudah terlalu tua. Umurku sudah habis untuk menyembah api. Kalau pun aku masuk Islam, agama yang dibawa oleh Muhammad itu, tentulah keluarga dan tetanggaku akan mencaciku. Neraka lebih kusukai daripada caci maki mereka."

"Jangan lakukan itu," cegah yang muda. "Cacian bisa berhenti, tapi neraka akan abadi," katanya memberi nasehat.

Tapi yang tua ternyata tetap pada pendiriannya. Ia lebih memilih pulang dan menetapi keyakinannya sebagai penyembah api.

Sementara itu, yang muda mengajak istri dan anak-anaknya yang masih kecil mengikuti majelis yang diasuh oleh Malik bin Dinar hingga selesai. Setelah bertemu dengan Malik bin Dinar, yang muda ini mengisahkan semua yang ia alami dan menyempaikan niatnya untuk masuk Islam. Akhirnya ia dan keluarganya mengucapka dua kalimat syahadat. Orang-orang yang hadir pada waktu menangis gembira melihat keislaman keluarga itu.

Ketika ia bermaksud pulang, Malik bin Dinar menahannya. "Nantilah, duduklah engkau di sini hingga kawan-kawanku mengumpulkan sedikit hartanya."

Laki-laki itu berkata, "Tidak, aku tak ingin menjual agamaku dengan dunia."

Ia lalu pergi dan memasuki sebuah puing-puing yang di dalamnya terdapat rumah tua. Disanalah mereka tinggal.

Keesokan hari istrinya berkata, "Wahai suamiku, pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan. Belilah makanan secukupnya untuk kita makan."

Ia pun berangkat ke pasar. Ke sana ke mari ia melangkahkan kaki, namun tak satupun pekerjaan yang berhasil ia dapatkan.

"Lebih baik aku bekerja untuk Allah saja," bisiknya di dalam hati.

Ia kemudian memasuki masjid yang sepi dari manusia. Ia shalat hingga malam tiba. Lalu pulang dengan tangan hampa.

Sesampai di rumah, sang istri bertanya, "Engkau tak mendapatkan sesuatu?"
Ia pun menjawab, "Hari ini aku bekerja untuk Raja. Hari ini Dia belum memberinya. Semoga saja besok Dia akan memberikannya."

Mereka pun melewati malam itu dalam keadaan lapar. Keesokan harinya ia kembali ke pasar. Namun hal yang sama ia alami. Tak ada pekerjaan yang ia peroleh. Ia memutuskan untuk kembali lagi ke masjid. Di sana ia shalat hingga waktu malam tiba. Lalu, ia pulang dengan kondisi tangan hampa.

"Masih juga kau tak mendapatkan sesuatu?" tanya sang istri.
"Aku masih bekerja untuk Raja yang kemarin. Dia masih belum memberinya. Besok hari Jumat. Aku berharap Dia akan memberiku," jawabnya.

Seperti malam sebelumnya. Malam itu mereka kembali melewatinya dengan rasa lapar yang semakin kuat.

Esoknya, hari Jumat. Ia kembali berangkat ke pasar. Namun tak dapat juga pekerjaan. Ia pergi ke masjid. Shalat dua rakaat. Dengan mengangkat tangan ia mengadu, "Tuhanku, Junjunganku, telah Kau muliakan aku dengan Islam. Telah Kau berikan kepadaku keagungan Islam. Telah Kau berikan aku petunjuk dengan petunjuk terbaik. Atas nama kemuliaan agama yang telah Kau berikan kepadaku dan dengan kemuliaan hari Jumat yang penuh berkah ini, hari yang telah Kau tetapkan sebagai hari yang agung, aku mohon tenangkanlah hatiku karena sulitnya mencari nafkah untuk keluargaku. Berikanlah aku rezeki yang tak terhingga. Demi Allah! Aku malu kepada keluargaku. Aku takut mereka berubah pikiran tentang Islam."

Kemudan ia berdiri dan menyibukkan dirinya dengan shalat.

Ketika tengah hari, saat lelaki itu menunaikan shalat Jumat. Saat anak dan istrinya kelaparan yang sangat berat, seseorang mengetuk pintu rumah. Sang istri membukakan pintu. Seorang tamu datang membawa nampan emas yang ditutupi kain bersulamkan benang emas.

"Ambil nampan ini. Katakan pada suamimu. Ini upah kerjanya selama dua hari. Akan ditambah bila ia rajin bekerja. Apalagi pada hari Jumat seperti ini. Amal yang sedikit pada hari ini akan menjadi besar di sisi Sang Raja Yang Maha Perkasa."

Nampan itu ia terima. Tidak disangka, ternyata isinya seribu dinar. Ia ambil satu dinar untuk ditukarkan di tempat penukaran uang. Pemilik tempat penukaran uang itu seorang Nasrani. Ia menimbang dinar tersebut. Ternyata beratnya dua kali lipat dari dinar biasa. Setelah diteliti ukirannya, ia mengatakan  bahwa itu ukiran akhirat.

"Dari mana kau dapatkan dinar ini?" tanyanya.

Wanita itupun menceritakan apa yang ia alami. Pemilik tempat penukaran uang itu kemudian menyatakan keislamannya setelah mendengar cerita itu. Ia kemudian memberi si wanita seratus dirham. "Pakai saja. Kalau habis datang kembali padaku. Aku akan memberimu lagi," katanya.

Sang suami yang masih tetap di masjid terus melakukan shalat. Menjelang malam ia pun pulang dengan tangan hampa. Agar terlihat membawa sesuatu, ia mengisi sapu tangannya dengan pasir. "Bila nanti istriku bertanya, maka akan kujawab saja kalau isinya adalah tepung," gumamnya.

Ketika memasuki rumah, laki-laki itu mencium bau makanan. Ia letakkan bungkusan pasirnya di samping pintu agar istrinya tidak tahu. Kemudian ia menanyakan apa yang terjadi di rumahnya. Sang istri pun menceritakan seluruh yang ia alami hari itu. Setelah mendengar seluruhnya, ia pun sujud syukur kepada Allah.

"Apa yang kau bawa?" tanya sang istri.
"Jangan tanyakan itu," elaknya.

Istrinya kemudian beranjak mengambil bungkusan suaminya dan membukanya. Atas izin Allah, pasir yang ada dalam bungkusan itu berubah menjadi tepung, seperti yang ia ucapkan sebelumnya. Lelaki itu kembali bersujud kepada Allah sebagai wujud syukurnya.

Al-Faqih berkomentar, "Angkatlah tanganmu ke langit dan berdoalah, "Demi kemuliaan hari Jumat, ampunilah dosa kami. Sirnakanlah nestapa kami." Laki-laki itu ketika berdoa dengan menyebut kemuliaan hari Jumat, ia diberi syafaat. Allah memberinya rezeki tak terhingga. Demikian juga jika kita berdoa kepada Allah pada hari Jumat. Semoga Allah mengabulkan permohonan-permohonan kita.


      edit

0 comments:

Post a Comment