Friday, June 12, 2020

Published June 12, 2020 by with 0 comment

Mengapa Saat Membaca Doa Qunut Ada yang Dipelankan?

Pertanyaan :
Mengapa saat membaca doa qunut ketika sampai di lafal “fa innaka taqdi…” sampai dengan lafal “astaghfiruka...” imam memelankan suaranya? Dan apa yang harus dilakukan makmum dalam kondisi seperti itu? Mohon penjelasannya.
 
Jawaban :
Seperti yang sudah kita pahami bersama bahwa membaca doa qunut dalam shalat Subuh adalah sunnah menurut madzhab Syafi’i. Adapun lafal doa qunut yang masyhur adalah berikut ini:
 
اللَّهُمَّ اهْدِنَا فيْمَنْ هَديْتَ، وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَ قِنَا بِرَحْمَتِكَ شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغفِرُكَ ونَتُوْبُ اِلَيْكَ، وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
 
“Ya Allah, berilah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami kesehatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah kami bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepada kami. Dan peliharalah kami dengan rahmat-Mu dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engaku beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurlah Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Kami mohon ampun dan bertaubat kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah dan salam atas Nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya.”
 
Dan biasanya pada pertengahan bacaan doa qunut, yakni pada lafal “fainnaka taqdi…dst imam-imam shalat di Indonesia membacanya dengan sirr (pelan). Kenapa demikian?
 
Ternyata dalam madzhab Syafi’i sendiri hal ini diperselisihkan.  Sebagian ulama Syafi’iyyah tetap menganjurkan bagi imam untuk membacanya dengan keras, sedangkan menurut sebagian ulama yang lain cara  membacanya adalah dengan pelan. Berikut penjelasan masing-masing pendapat yang ada.
 
1. Pendapat yang mengatakan tetap dibaca jahr (keras)
Sebagaian ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa bacaan doa qunut dibaca jahr (keras) dari awal sampai akhir kalimat. Hal ini karena semua lafal doa qunut adalah  bacaan yang sudah selayaknya dibaca dari awal sampai akhir.[1]
 
Dalil pendapat ini adalah riwayat yang berbunyi: “Sesungguhnya Rasulullah Saw ketika hendak mendoakan keburukan atas seseorang atau mendoakan kebaikan, beliau berdoa setelah ruku’. Terkadang ketika beliau mengucapkan sami’allah liman hamidah beliau berdoa  ‘Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala puji. Ya Allah selamatkanlah al-Walid ibnu al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah. Ya Allah kuatkanlah siksaan-Mu atas Mudhar. Jadikanlah balasan-Mu itu bertahun-tahun seperti tahun-tahun Yusuf.’ Dan beliau mengeraskan bacaan tersebut. (HR Bukhari)
 
Menurut pendapat ini, ketika bacaan imam sampai dilafal “fainnaka taqdi…dst” makmum boleh memilih satu di antara tiga hal berikut: (1) Turut membacanya bersama imam. Atau  (2) mengaminkannya. Atau (3) membaca asyhadu. Atau  yang (4) membaca shodaqta wabararta.[2]

Dari empat hal di atas, maka yang pertama yang dirajihkan oleh Imam an Nawawi.[3]
 
2. Pendapat yang mengatakan dibaca Sirr
Sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah lainnya, diantaranya Imam Ramli dan Imam al Ghazali berpendapat bahwa pada lafal yang telah disebutkan, bacaan imam hendaknya dipelankan (sirr).
 
Alasannya adalah karena lafal yang dipelankan tersebut bukanlah doa, tapi berupa dzikir, pujian dan sanjungan kepada Allah Swt.[4]
 
Adapun bagi makmum, maka dalam kondisi sirr tersebut, dia boleh membaca dengan suara sirr pula. Namun juga boleh membaca dengan doa-doa yang lain yang ia hapal dan kehendaki.
 
Demikian permasalahan tentang sirr dan tidaknya sebagian bacaan doa qunut. Silahkan diamalkan sesuai keyakinan dan kesanggupan masing-masing.
 
Wallahu a’lam.

[1] Fath al-Wahhab,  (1/78),  Busyr al-Karim  (1/ 80).
[2] Mughni al-Muhtaaj ( I/167), Fiqhul Islami wa Adillatuhu (1/814).
[3] Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (2/483).
[4] Nihayah al-Muhtaj  (1/507).
      edit

0 comments:

Post a Comment