Friday, October 30, 2020

Published October 30, 2020 by with 0 comment

Membaca al-Qur'an

Di antara hal-hal yang menyelamatkan adalah membaca al-Qur'an. Rasulullah Saw pernah bersabda, "Ibadah yang paling utama adalah membaca al-Qur'an." (HR Abu Nu'aim)

Nabi Saw bersabda, "Yang paling baik di antara kalian adalah orang yang belajar al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR Bukhari)

Nabi Saw bersabda, "Bacalah al-Qur'an dan menangislah, jika kalian tidak bisa menangis maka berusahalah untuk menangis." (Diambil dari kitab Ihya')

Nabi Saw bersabda, "Hiasilah al-Qur'an dengan suara kalian." (HR al-Hakim)

Ada riwayat dari Amirul Mukminin Sayyidina Ali ibn Abi Thalib karamallahu wajhah bahwa barangsiapa membaca al-Qur'an di dalam shalat sambil berdiri maka baginya setiap huruf seratus kebaikan. Jika dia membacanya di dalam shalat sambil duduk --maksudnya ketika shalat sunnah-- maka baginya lima puluh kebaikan. Jika dia membacanya di luar shalat dalam keadaan suci maka baginya dua puluh lima kebaikan dalam setiap huruf. Jika dia tidak dalam keadaan suci maka setiap huruf mengandung sepuluh kebaikan.
 
Al-Habib Muhammad ibn Hadi Assegaf yang meninggal dunia di Seiwun pada tahun 1382 H pernah mengatakan dalam risalahnya, "Telah datang riwayat dari Nabi Saw bahwa barangsiapa membaca al-Qur'an sedangkan dia mengetahui kenapa dibaca rafa' dan kenapa dibaca nashab, maka baginya tujuh ratus kebaikan.Hal ini jika di luar shalat. Jika di dalam shalat, maka setiap huruf menjadi tujuh puluh ribu kebaikan, yaitu dari perkalian 100 x 700. Jika shalatnya berjamaah, dengan siwak atau di tempat-tempat suci, maka dilipatgandakan juga." 
 
Wallahu a'lam
Read More
      edit

Wednesday, October 28, 2020

Published October 28, 2020 by with 0 comment

Sentuhan Cinta Rasulullah Saw

Marwan bin Hakam adalah Gubernur Madinah yang diangkat oleh penguasa Bani Umayyah. Ketika Nabi Saw masih berada di dunia ini, ia dan ayahnya seringkali mengganggu Rasulullah Saw. Bersama ayahnya, ia termasuk orang yang masuk Islam pada peristiwa kemenangan Kota Suci Makkah. Ia bergabung dengan para tokoh Quraisy dan memohon ampunan Nabi Saw atas tindakan kejam mereka pada kaum muslimin dahulu. Rasul yang penyayang memaafkan mereka dan berkata, "Berangkatlah kalian. Kalian dibebaskan." Pemeluk Islam yang terakhir ini digelari dalam tarikh Islam, seperti cara Rasulullah Saw memanggil mereka, al-Thulaqa, orang-orang yang dibebaskan.
 
Tentu saja pengetahuan al-Thulaqa tentang Islam sangat sedikit. Marwan dan ayahnya bahkan dikenal sebagai tidak tahu adab majelis. Mereka sering mengganggu Nabi Saw dengan meniru-niru cara bicaranya dengan maksud mengejek. Nabi Saw mendapati al-Hakam sedang mencibirkan bibirnya. Beliau Saw bersabda, "Jadilah seperti itu." Muka al-Hakam menjadi seperti itu sampai akhir hayatnya. Pada zaman Utsman, mereka kembali ke Madinah dan menduduki jabatan sebagai sekretaris negara. Pada zaman Muawiyah, Marwan menjadi Gubernur Madinah. Karena jabatannya, walaupun pengetahuan Islamnya kurang, Marwan juga sekaligus menjadi imam di Masjid Nabi.
 
Pada suatu hari, ia menemukan seseorang yang sedang membenamkan mukanya di kuburan Nabi Saw. Ia segera membentaknya, "Apa kamu sadari apa yang kamu kerjakan?" Ternyata orang yang dibentak itu adalah salah seorang sahabat Nabi Saw, yakni Abu Ayyub al-Anshari. Ia menjawab, "Betul. Aku mengunjungi Rasulullah Saw. Aku tidak mendatangi batu. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah kamu tangisi agama, jika dipegang oleh ahlinya. Tangisilah agama ketika dipegang oleh orang yang bukan ahlinya."
 
Abu Ayyub al-Anshari menyampaikan hadits itu untuk mengajari Marwan, yang membentak orang yang membenamkan wajahnya pada pusara Nabi Saw. Ia harus menyadari bahwa pengetahuannya sangat sedikit. Kedudukannya sebagai khatib dan imam Masjid Nabawi tidak boleh membuatnya berani menyalahkan orang lain. Kelak, Marwan diikuti oleh banyak kaum muslimin, terutama orang-orang awam. Mereka mengkafirkan dan menganggap musyrik orang-orang yang mengambil berkah pada kuburan Nabi Saw atau peninggalan beliau yang lain.  

Waktu itu, dikubran Nabi Saw berhadapan dua tokoh yang mempunyai latar belakang keislaman yang sangat berbeda. Anda sudah tahu tentang Marwan. Saya sudah menceritakannya. Lalu, siapakah Abu Ayyub al-Anshari? Abu Ayyub adalah orang yang rumahnya disinggahi Nabi Saw ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah. Ketika Rasulullah Saw tinggal di rumahnya, beliau tidur di ruangan bawah. Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Ketika memasuki waktu malam, Abu Ayyub sadar bahwa ia tidur tepat di atas kamar Nabi Saw. Karena rumahnya terbuat dari tanah, ia khawatir gerakan tubuhnya dapat menyebabkan debu-debu berguguran menimpa wajah Nabi yang mulia. Sepanjang malam ia membekukan tubuhnya seperti sebongkah kayu.
 
Pagi-pagi ia menemui Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, semalaman aku tidak dapat memejamkan mata sekejab pun; begitu juga Ummu Ayyub." Nabi Saw bertanya, "Apa yang terjadi padamu?" Abu Ayyub berkata, "Ya Rasulullah, aku sadar bahwa jika aku bergerak, debu-debu akan berjatuhan dan mengganggu engkau, padahal aku berada di antara engkau dengan wahyu." Dalam bayangan Abu Ayyub, wahyu itu berasal dari langit. Di antara Nabi Saw dan langit ada Abu Ayyub dan istrinya. Nabi Saw terharu menyaksikan ketulusan cinta Abu Ayyub, sehingga beliau ajarkan kepada keduanya wirid yang dapat menghapuskan kejelekan mereka dan mengangkat mereka ke arah kemuliaan.
 
Walhasil, Abu Ayyub adalah pecinta Nabi; sedangkan Marwan, Anda tahu siapa Marwan. Ketika Abu Ayyub menelungkupkan kepalanya ke pusara Rasul yang agung dan membasahinya dengan air mata kerinduan, ia melakukannya karena cinta. Buat orang yang tidak mencintai Nabi Saw, perbuatan Abu Ayyub itu sangat mengherankan, bahkan mungkin menggelikan. Pecinta Layla disebut Majnun, si gila, karen ia datang ke rumah Layla dan mencium dinding rumah itu sepuas-puasnya. Terhadap cemoohan itu, Majnun menjawab dengan ungkapan yang sangat puitis:
 
امر على الديار ليلى -- اقبل ذاالجدار وذاالجدار
وما حب الديار شغفن قلبى -- ولكن حب من سكن الديارا 
 
Aku melewati rumah, rumah Layla
Kucium dinding ini, dinding ini
 
Tidaklah cinta rumah yang memenuhi hati
Tetapi cinta kepada dia yang tinggal di rumah ini  
Read More
      edit

Monday, October 26, 2020

Published October 26, 2020 by with 0 comment

Mencari Ilmu yang Bermanfaat

Di antara hal-hal yang menyelamatkan adalah mencari ilmu yang bermanfaat serta melanggengkan duduk di majelis ilmu. tiada obat hati yang paling mujarab kecuali menghadiri majelis ilmu yang bermanfaat. Rasulullah Saw telah mewajibkan untuk mencarinya, bahkan meski harus ke negeri Cina. Di majelis-majelis ilmu rahmat bercucuran, berkah tercurahkan, dan doa-doa dikabulkan.

Kebutuhan hatimu kepada ilmu lebih besar daripada kebutuhan jasadmu kepada makanan dan minuman. Tiada hal yang paling utama di muka bumi selain majelis ilmu. Rasulullah Saw pernah bersabda: "Menghadiri majelis ilmu lebih utama daripada shalat seribu rakaat dan menjenguk seribu orang sakit dan mengiringi seribu jenazah."

Setiap umat Islam perlu untuk menghadiri majelis ilmu, baik ia seorang yang alim, ahli ibadah, bahkan seorang yang bodoh, untuk menyambut rahmat dan duduk bersama orang-orang yang siapa saja duduk bersama mereka tidak akan pernah rugi.

Sayyidinal Imam Abdullah ibn Husain ibn Thahir ra yang dimakamkan di Masileh, yaitu sebuah daerah di wilayah Tarim, Hadhramaut, beliau wafat pada tahun 1172 H, pernah berkata dalam bait-bait syairnya :

Wahai orang yang menjauhi madrasah, ini bukanlah hal yang baik | Majelis kebaikan jangan ditinggalkan karena di dalamnya banyak anugerah

Majelis-majelis kebaikan di dalamnya ada segala keutamaan dan pemberian | Majelis-majelis kebaikan dapat menolak fitnah-fitnah dan cobaan

Majelis-majelis ilmu penuh dengan kebaikan dan segala cabang ilmu | Sungguh beruntung bagi orang yang menjadikannya sebagai harta dan rumahnya

Majelis-majelis ilmu menghilangkan kotoran-kotoran dan kekeruhan (di dalam hati) | Dengannya lahir dan batin kita menjadi saleh

Sungguh ini adalah kebenaran dengan penuh keyakinan bukan sekedar perkiraan atau persangkaan | Betapa banyak ayat-ayat yang telah terkenal bagi orang-orang yang cerdas

Betapa banyak hadits masyhur dari Jaddil Hasan | Sebagian dalam Shahih Bukhari sebagian dalam Shshih Muslim sebagian lagi dalam Kitab Sunan

Menghadiri majelis ilmu lebih baik daripada menjenguk seribu orang mukmin | Mengiringi seribu jenazah orang mukmin atau ibadah shalat seribu rakaat

Mencari ilmu adalah fardhu atas orang Muslim | Dan barangsiapa menempuh jalan-jalan mencari ilmu maka dia akan beruntung

Dan Allah tidak akan menyia-nyiakannya, sedangkan surga tempat terbaik adalah tempat kembalinya | Maka, ketahuilah ajarkanlah dan amalkanlah serta ikhlaskanlah

Bersainglah bersama para pembesar dalam membangun, mendekatlah (dengan mereka) | Jangan kau sia-siakan umur, betapa banyak waktu yang telah engkau sia-siakan

Manfaatkanlah umurmu sebelum waktunya memakai kafan dan kapas | Ya Rabb, wahai Tuhanku berikanlah kepadaku  taufik untuk mengerjakan kebaikan

Tutuplah usia kami dengan kebaikan, ketika waktunya untuk pergi telah tiba | Curahkanlah wahai Tuhanku, shalawat dan salam-Mu setiap kali petir menyambar 

Kepada utusan-Mu, yaitu Abul Qasim, orang yang telah menyingkap segala fitnah | Dan juga kepada keluarganya, sahabatnya dan pengikut-pengikutnya

Read More
      edit

Sunday, October 25, 2020

Published October 25, 2020 by with 0 comment

Ringkasan Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 87

Allah Swt. berfirman:

وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوْسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ، وَآتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِ، أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ (٨٧)

Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami susulkan setelahnya dengan rasul-rasul, dan Kami telah memberikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran serta Kami memperkuat dia dengan Ruh al-Qudus (Jibril). Mengapa setiap rasul yang datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, kamu menyombongkan diri, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian kamu bunuh? (87)

  • Tafsir Ath-Thabari

Allah telah mengutus Nabi Musa a.s. dengan membawa kitab Taurat, diikuti oleh rasul-rasul lainnya yang menyeru Bani Israil untuk menegakkan, mengamalkan, dan mendakwahkan isi Taurat. Setelah itu Allah mengutus Nabi Isa a.s. dengan bukti-bukti yang membenarkan kenabiannya, seperti menghidupkan orang mati, menyembuhkan penderita kusta, dan berbagai mukjizat lainnya. 

Allah juga telah menguatkan dan menolong Nabi Isa a.s. dengan Ruh al-Qudus. Para ahli ta'wil berbeda pendapat mengenai makna Ruh al-Qudus ini. Menurut al-Dhahak, al-Rabi', dan ath-Thabari yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah Malaikat Jibril. Adapun menurut Ibnu Zaid yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah kitab Injil. Sedangkan menurut Ibnu Abbas yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah ruh yang digunakan Nabi Isa a.s. ketika ia menghidupkan orang yang sudah mati. 

Ayat ini menjelaskan bahwa sungguh telah banyak rasul yang Allah Swt. kirimkan kepada Bani Israil. Allah mengutus Nabi Musa a.s. dengan membawa Taurat dan mengirimkan setelahnya para nabi dan rasul lainnya yang datang silih berganti membawa peringatan kepada Bani Israil. Setelah itu Allah pun mengirimkan Nabi Isa a.s. dengan membawa berbagai mukjizat sebagai bukti nyata kenabiannya. Namun, Bani Israil tetap bersikap sombong terhadap para nabi dan rasul yang Allah utus itu. Sebagian dari para nabi dan rasul itu mereka dustakan dan sebagian lagi mereka bunuh.

 Rujukan: Tafsir Ath-Thabari, Jilid II, 2001: 219-226. 
Read More
      edit

Saturday, October 24, 2020

Published October 24, 2020 by with 0 comment

Jagalah Shalatmu

Di antara hal-hal yang menyelamatkan adalah menjaga shalat, terlebih shalat Isya dan Subuh. Islam sebagai agama yang penuh dengan keutamaan, memerintahkanmu untuk menjaga shalat lima waktu, serta menjaga shalat berjamaah, karena shalat adalah kewajiban yang paling agung dan hal yang pertama kali dihisab.

Nabi Saw bersabda: "Kedudukan shalat dalam agama Islam adalah seperti kedudukan kepala pada tubuh manusia. Barangsiapa yang tidak memiliki shalat, maka dia tidak memiliki agama."

Dalam hadits juga disebutkan: "Amal seseorang yang pertama kali dihisab adalah shalat. Jika shalat itu sempurna, maka akan diterima seluruh amal yang lain. Dan jika shalatnya kurang, maka akan ditolak beserta seluruh amal yang lainny."

Dan dalam hadits juga disebutkan: "Barangsiapa meninggalkan shalat, maka dia akan berjumpa dengan Allah, sedangkan Allah marah padanya."

Maka engkau harus bergegeas untuk menunaikan shalat di awal waktu dengan penuh kebahagiaan, kegembiraan dan suka cita, karena shalat adalah penghubung yang mampu menghubungkanmu dengan Tuhan-mu Yang Maha Pemurah. Dalam shalat engkau bisa berbincang dengan Allah Ta'ala dan engkau telah masuk ke dalam lingkaran anugerah-Nya yang agung.

Andai saja engkau tahu dengan siapa engkau sedang mengadu, niscaya engkau tidak akan pernah berpaling dari shalatmu. 

Ketahuilah! Bahwa di antara tanda-tanda munafik adalah dia shalat tetapi 'bemalas-malasan', dia berinfak dan bersedekah tetapi tidak ikhlas, dia beramal tetapi riya', dan tidaklah ia berdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit saja.

"Dan mereka tidak mengerjakan shalat melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka melainkan dengan rasa enggan." (QS. at-Taubah: 54)

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. an-Nisa: 142)

Shalat yang terberat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Fajar (Subuh). Andai mereka tahu pahala yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak di atas lutut.

Jagalah shalatmu. Ketika kau kehilangannya, kau akan kehilangan yang lainnya.

Wallahu a'lam  

Read More
      edit

Thursday, October 22, 2020

Published October 22, 2020 by with 0 comment

Meninggalkan Perdebatan

Di antara hal yang menyelamatkan adalah meninggalkan perdebatan dan perselisihan, disertai dengan kebersihan hati dari dengki, menahan amarah, memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang zalim. Dan sifat ini merupakan salah satu dari sifat-sifat keutamaan, karena barangsiapa meninggalkan perdebatan dan menanggung beratnya didiamkan serta memaafkan orang yang zalim kemudian berbuat baik kepadanya, maka dia telah menempuh rintangan yang sangat berat yang tidak dapat ditempuh kecuali oleh orang-orang yang sabar dan orang-orang yang memiliki keberuntungan besar di sisi Allah Swt.
 
Terkadang nafsu amarahmu berkata, "Jika engkau memaafkan orang zalim ini dan engkau mengikhlaskannya dalam urusan hak-hakmu, bisa jadi dia akan menjadi-jadi." Inilah ucapan setan dari golongan jin dan manusia. Akan tetapi Allah Swt berkata lain, sebagaimana firman-Nya:
 
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dengan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS. Fushilat: 34-35)
 
Wahai orang yang beriman! Engkau pasti akan menjumpai gangguan, maka sambutlah gangguan itu dengan maaf. Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
 
"Andaikan seorang mukmin berada di lubang biawak, niscaya Allah akan mengirimkan orang yang mengganggunya." (HR ath-Thabrani)
 
Allah Swt berfirman:
 
"Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kaum bersabar?" (QS. al-Furqan: 20)
 
Membalas gangguan dengan gangguan yang setimpal adalah boleh, tetapi hal itu akan semakin memperluas permusuhan. Allah Swt telah berfirman:
 
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. asy-Syura: 40) 
 
Orang yang sabar dan memaafkan pahalanya ada di sisi Allah, maka ketika berjumpa dengan Allah dia boleh meminta apa saja yang dia kehendaki. Dan, dia berhak memiliki tiga rumah di dalam surga; yang teratas, di tengah, dan yang terbawah. Baginda Nabi Muhammad Saw yang menjamin hal tersebut.
 
Dan di dunia dia telah melegakan jiwanya dari kesedihan (kesusahan) dan rasa permusuhan, yang mana itu merupakan kesusahan yang terbesar. Dan orang yang paling banyak musuhnya adalah orang yang dibenci Allah Swt.
 
Nabi Saw bersabda:
 
"Lelaki yang paling dibenci Allah adalah yang paling keras dalam pertengkaran dan banyak perselisihannya." (HR Bukhari dan Msulim)
 
Nabi Saw bersabda:
 
"Aku menjadi pemimpin (penanggung jawab) bagi orang-orang yang meninggalkan perdebatan padahal dia benar, dengan rumah yang ada di surga terendah, rumah yang ada di surga pertengahan, dan rumah yang ada di surga tertinggi." (HR ath-Thabrani)
 
Nabi Saw juga bersabda:
 
"Barangsiapa memaafkan ketika telah memiliki kemampuan (untuk membalas), maka Allah akan mengampuninya pada hari yang sulit." (HR ath-Thabrani)
 
Wallahu a'lam      
 
 

 

Read More
      edit

Tuesday, October 20, 2020

Published October 20, 2020 by with 0 comment

Bersyukur kepada Allah

Di antara hal yang menyelamatkan adalah senantiasa bersyukur kepada Allah Ta'ala. Allah berfirman:

"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba: 13)

Allah Swt juga berfirman:

"Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika  kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)

Nabi Saw bersabda: 

"Orang yang makan dan bersyukur kedudukannya sama seperti orang  yang berpuasa dan bersyukur." (HR Tirmidzi)

Nabi Saw bersabda:

"Salah satu di antara kalian hendaknya mengambil hati yang syukur, lisan yang berzikir, dan istri yang beriman yang membantunya atas urusan akhirat." (HR Ahmad)

Nasbi Saw juga bersabda:

"Andaikan dunia seluruhnya berada di genggaman seorang laki-laki dari umatku, kemudian dia berkata, "ALHAMDULILLAH", maka ALHAMDULILLAH lebih utama dari semua itu." (HR Ibnu Asakir)

Wallahu a'lam

Read More
      edit

Monday, October 19, 2020

Published October 19, 2020 by with 0 comment

Hukum Berwudhu Bagi Wanita Haid

Pertanyaan:

Seorang wanita yang sedang haid melalukan wudhu sebelum tidur. Bagaimanakah hukumnya?

Jawaban:

Seorang wanita yang sedang haid tidak dianjurkan untuk berwudhu, termasuk ketika hendak tidur, kecuali setelah darah haidnya berhenti.

Dalam Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi berkata: 

وَأَمَّا أَصْحَابنَا فَإِنَّهُمْ مُتَّفِقُوْنَ عَلَى أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ الْوُضُوءُ لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ الْوُضُوْء لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهِمَا ، فَإِنْ كَانَتْ الْحَائِضُ قَدْ اِنْقَطَعَتْ حَيْضَتُهَا  صَارَتْ كَالْجُنُبِ . وَاللهُ أَعْلَمُ

"Adapun ashab kami, mereka sepakat bahwasanya tidak disunnahkan berwudhu bagi wanita yang sedang haid ataupun yang sedang nifas. Karena berwudhu tidak berpengaruh terhadap hadats mereka berdua. Jika wanita haid sudah berhenti darah haidnya, maka dia seperti orang junub. Wallahu a'lam." 

Syaikh Zakariya al-Anshari dalam Syarh al-Bahjah menulis:

وَيُنْدَبُ ) لَهُ أَيْضًا ( اَلْوُضُوْءُ لِلطَّعَامِ وَالشَّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَالْمَنَامِ : قَوْلُهُ اَلْوُضُوءُ لِلطَّعَامِ إلَخْ ) قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْمَجْمُوعِ ؛ لِأَنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِ الْجُنُبِ بِخِلَافِ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ حَدَثَهُمَا مُسْتَمِرٌّ وَلَا تَصِحُّ الطَّهَارَةُ مَعَ اسْتِمْرَارِهِ وَهَذَا مَا دَامَتْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاءَ فَإِذَا انْقَطَعَ الدَّمُ صَارَا كَالْجُنُبِ يُسْتَحَبُّ لَهُمَا الْوُضُوءُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ

"Dan bagi orang junub dianjurkan berwudhu untuk makan, minum, bersenggama, dan tidur. Ucapan mushannif (Imam Ibn al-Wardi): (disunnahkan) wudhu untuk makan. Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu': Karena berwudhu bisa berpengaruh pada hadatsnya orang yang junub. Berbeda dengan hadatsnya wanita yang haid dan nifas, karena hadats keduanya tetap. Tidak sah bersuci dengan tetapnya hadats tersebut. Ini selagi wanita itu dalam keadaan haid atau nifas. Jika darahnya sudah berhenti maka keduanya menjadi seperti orang junub, keduanya disunnahkan berwudhu di saat-saat tersebut di atas."      

Dalam kitab Hasyiyah Jamal 'ala Syarh al-Minhaj juz 1/166 disebutkan:

وَيُنْدَبُ لِلْجُنُبِ رَجُلًا كَانَ أَوْ امْرَأَةً وَلِلْحَائِضِ بَعْدَ انْقِطَاعِ حَيْضِهَا الْوُضُوْءُ لِنَوْمٍ أَوْ أَكْلٍ أَوْ شَرْبٍ أَوْ جِمَاعٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ تَقْلِيْلًا لِلْحَدَثِ

"Disunnahkan bagi orang junub, laki-laki atau perempuan, dan bagi wanita haid setelah berhenti haidnya untuk berwudhu ketika hendak tidur, makan, minum, jima', dan sebagainya  untuk mengecilkan (mengurangi) hadats."  

Dalam kitab Nihayah al-Muhtaj (1/33) disebutkan:

وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يُمْتَنَعْ

"Di antara perkara yang hara atas wanita haid adalah bersuci dari hadats dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia talaa'ub (mempermainkan ibadah). Jika yang dkehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah." 

Dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab (2/383) disebutkan:

فَرْعٌ ) هَذَا الَّذِيْ ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ ، هُوَ فِيْ طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوْءًا أَوْ غُسْلًا ، وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوْفِ وَرَمْيِ الْجَمْرَةِ فَمَسْنُوْنَةٌ لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ

"Cabang: Apa yang telah kami sampaikan yaitu bersucinya orang haid tidak sah, itu adalah bersuci untuk menghilangkan hadats, baik wudhu maupun mandi. Adapun bersuci yang sunnah karena untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, wuquf dan melempar jumrah, maka sunnah untuk wanita haid tanpa ada khilaf."  

Dalam kitab Fiqh al-Ibadat 'ala Madzhabi al-Syafi'i (1/200) dituliskan:

تَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ اَلطَّهَارَةُ بِنِيَّةِ رَفْعِ الْحَدَثِ أَوْ نِيَّةِ الْعِبَادَةِ كَغُسْلِ الْجُمُعَةِ أَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإٍحْرَامِ وَغُسْلِ الْعِيْدِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأَغْسَالِ الْمَشْرُوْعة ِاَلَّتِيْ لَا تَفْتَقِرُ إٍلَى طَهَارَةٍ فَلَا تَحْرُمُ

"Haram atas wanita haid dan nifas bersuci dengan niat menghilangka hadats atau niat beribadah, seperti mandi Jumat. Adapun bersuci yang disunnahkan untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, mandi shalat 'Id, dan sebagainya dari mandi-mandi yang masyru' yang tidak membutuhkan bersuci, maka tidak haram."  

Kesimpulan:

Dari sejumlah rujukan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum berwudhu bagi wanita yang sedang haid adalah:

1. Haram: Bila wudhunya itu diniatkan untuk ibadah atau menghilangkan hadats, karena akan menimbulkan tanaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan kedaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan tala'ub (mempermainkan ibadah, karena ia tahu bahwa wudhunya itu tidak bisa menghilangkan hadatsnya berupa haid).

2. Sunnah: Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah dan dia lakukan setelah darah haidnya berhenti, karena di sini wudhunya berfungsi untuk taqlil al-hadats (meringankan atau mengecilkan hadats) dan nasyath li al-ghusli (untuk mendorong agar segera mandi).

Juga dihukumi sunnah bila wudhu yang dilakukan itu ditujukan untuk 'adah (kebiasaan) seperti untuk menyejukkan diri dan kebersihan. 

Wallahu a'lam

 

Read More
      edit