Friday, October 30, 2020
Wednesday, October 28, 2020
Monday, October 26, 2020
Kebutuhan hatimu kepada ilmu lebih besar daripada kebutuhan jasadmu kepada makanan dan minuman. Tiada hal yang paling utama di muka bumi selain majelis ilmu. Rasulullah Saw pernah bersabda: "Menghadiri majelis ilmu lebih utama daripada shalat seribu rakaat dan menjenguk seribu orang sakit dan mengiringi seribu jenazah."
Setiap umat Islam perlu untuk menghadiri majelis ilmu, baik ia seorang yang alim, ahli ibadah, bahkan seorang yang bodoh, untuk menyambut rahmat dan duduk bersama orang-orang yang siapa saja duduk bersama mereka tidak akan pernah rugi.
Sayyidinal Imam Abdullah ibn Husain ibn Thahir ra yang dimakamkan di Masileh, yaitu sebuah daerah di wilayah Tarim, Hadhramaut, beliau wafat pada tahun 1172 H, pernah berkata dalam bait-bait syairnya :
Wahai orang yang menjauhi madrasah, ini bukanlah hal yang baik | Majelis kebaikan jangan ditinggalkan karena di dalamnya banyak anugerah
Majelis-majelis kebaikan di dalamnya ada segala keutamaan dan pemberian | Majelis-majelis kebaikan dapat menolak fitnah-fitnah dan cobaan
Majelis-majelis ilmu penuh dengan kebaikan dan segala cabang ilmu | Sungguh beruntung bagi orang yang menjadikannya sebagai harta dan rumahnya
Majelis-majelis ilmu menghilangkan kotoran-kotoran dan kekeruhan (di dalam hati) | Dengannya lahir dan batin kita menjadi saleh
Sungguh ini adalah kebenaran dengan penuh keyakinan bukan sekedar perkiraan atau persangkaan | Betapa banyak ayat-ayat yang telah terkenal bagi orang-orang yang cerdas
Betapa banyak hadits masyhur dari Jaddil Hasan | Sebagian dalam Shahih Bukhari sebagian dalam Shshih Muslim sebagian lagi dalam Kitab Sunan
Menghadiri majelis ilmu lebih baik daripada menjenguk seribu orang mukmin | Mengiringi seribu jenazah orang mukmin atau ibadah shalat seribu rakaat
Mencari ilmu adalah fardhu atas orang Muslim | Dan barangsiapa menempuh jalan-jalan mencari ilmu maka dia akan beruntung
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakannya, sedangkan surga tempat terbaik adalah tempat kembalinya | Maka, ketahuilah ajarkanlah dan amalkanlah serta ikhlaskanlah
Bersainglah bersama para pembesar dalam membangun, mendekatlah (dengan mereka) | Jangan kau sia-siakan umur, betapa banyak waktu yang telah engkau sia-siakan
Manfaatkanlah umurmu sebelum waktunya memakai kafan dan kapas | Ya Rabb, wahai Tuhanku berikanlah kepadaku taufik untuk mengerjakan kebaikan
Tutuplah usia kami dengan kebaikan, ketika waktunya untuk pergi telah tiba | Curahkanlah wahai Tuhanku, shalawat dan salam-Mu setiap kali petir menyambar
Kepada utusan-Mu, yaitu Abul Qasim, orang yang telah menyingkap segala fitnah | Dan juga kepada keluarganya, sahabatnya dan pengikut-pengikutnya
Sunday, October 25, 2020
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوْسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ، وَآتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِ، أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيْقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيْقًا تَقْتُلُوْنَ (٨٧)
Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami susulkan setelahnya dengan rasul-rasul, dan Kami telah memberikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran serta Kami memperkuat dia dengan Ruh al-Qudus (Jibril). Mengapa setiap rasul yang datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, kamu menyombongkan diri, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian kamu bunuh? (87)
- Tafsir Ath-Thabari
Allah telah mengutus Nabi Musa a.s. dengan membawa kitab Taurat, diikuti oleh rasul-rasul lainnya yang menyeru Bani Israil untuk menegakkan, mengamalkan, dan mendakwahkan isi Taurat. Setelah itu Allah mengutus Nabi Isa a.s. dengan bukti-bukti yang membenarkan kenabiannya, seperti menghidupkan orang mati, menyembuhkan penderita kusta, dan berbagai mukjizat lainnya.
Allah juga telah menguatkan dan menolong Nabi Isa a.s. dengan Ruh al-Qudus. Para ahli ta'wil berbeda pendapat mengenai makna Ruh al-Qudus ini. Menurut al-Dhahak, al-Rabi', dan ath-Thabari yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah Malaikat Jibril. Adapun menurut Ibnu Zaid yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah kitab Injil. Sedangkan menurut Ibnu Abbas yang dimaksud Ruh al-Qudus adalah ruh yang digunakan Nabi Isa a.s. ketika ia menghidupkan orang yang sudah mati.
Ayat ini menjelaskan bahwa sungguh telah banyak rasul yang Allah Swt. kirimkan kepada Bani Israil. Allah mengutus Nabi Musa a.s. dengan membawa Taurat dan mengirimkan setelahnya para nabi dan rasul lainnya yang datang silih berganti membawa peringatan kepada Bani Israil. Setelah itu Allah pun mengirimkan Nabi Isa a.s. dengan membawa berbagai mukjizat sebagai bukti nyata kenabiannya. Namun, Bani Israil tetap bersikap sombong terhadap para nabi dan rasul yang Allah utus itu. Sebagian dari para nabi dan rasul itu mereka dustakan dan sebagian lagi mereka bunuh.
Rujukan: Tafsir Ath-Thabari, Jilid II, 2001: 219-226.Saturday, October 24, 2020
Nabi Saw bersabda: "Kedudukan shalat dalam agama Islam adalah seperti kedudukan kepala pada tubuh manusia. Barangsiapa yang tidak memiliki shalat, maka dia tidak memiliki agama."
Dalam hadits juga disebutkan: "Amal seseorang yang pertama kali dihisab adalah shalat. Jika shalat itu sempurna, maka akan diterima seluruh amal yang lain. Dan jika shalatnya kurang, maka akan ditolak beserta seluruh amal yang lainny."
Dan dalam hadits juga disebutkan: "Barangsiapa meninggalkan shalat, maka dia akan berjumpa dengan Allah, sedangkan Allah marah padanya."
Maka engkau harus bergegeas untuk menunaikan shalat di awal waktu dengan penuh kebahagiaan, kegembiraan dan suka cita, karena shalat adalah penghubung yang mampu menghubungkanmu dengan Tuhan-mu Yang Maha Pemurah. Dalam shalat engkau bisa berbincang dengan Allah Ta'ala dan engkau telah masuk ke dalam lingkaran anugerah-Nya yang agung.
Andai saja engkau tahu dengan siapa engkau sedang mengadu, niscaya engkau tidak akan pernah berpaling dari shalatmu.
Ketahuilah! Bahwa di antara tanda-tanda munafik adalah dia shalat tetapi 'bemalas-malasan', dia berinfak dan bersedekah tetapi tidak ikhlas, dia beramal tetapi riya', dan tidaklah ia berdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit saja.
"Dan mereka tidak mengerjakan shalat melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka melainkan dengan rasa enggan." (QS. at-Taubah: 54)
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. an-Nisa: 142)
Shalat yang terberat bagi orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Fajar (Subuh). Andai mereka tahu pahala yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak di atas lutut.
Jagalah shalatmu. Ketika kau kehilangannya, kau akan kehilangan yang lainnya.
Wallahu a'lam
Thursday, October 22, 2020
Tuesday, October 20, 2020
"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba: 13)
Allah Swt juga berfirman:
"Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)
Nabi Saw bersabda:
"Orang yang makan dan bersyukur kedudukannya sama seperti orang yang berpuasa dan bersyukur." (HR Tirmidzi)
Nabi Saw bersabda:
"Salah satu di antara kalian hendaknya mengambil hati yang syukur, lisan yang berzikir, dan istri yang beriman yang membantunya atas urusan akhirat." (HR Ahmad)
Nasbi Saw juga bersabda:
"Andaikan dunia seluruhnya berada di genggaman seorang laki-laki dari umatku, kemudian dia berkata, "ALHAMDULILLAH", maka ALHAMDULILLAH lebih utama dari semua itu." (HR Ibnu Asakir)
Wallahu a'lam
Monday, October 19, 2020
Seorang wanita yang sedang haid melalukan wudhu sebelum tidur. Bagaimanakah hukumnya?
Jawaban:
Seorang wanita yang sedang haid tidak dianjurkan untuk berwudhu, termasuk ketika hendak tidur, kecuali setelah darah haidnya berhenti.
Dalam Syarh Shahih Muslim Imam Nawawi berkata:
وَأَمَّا أَصْحَابنَا فَإِنَّهُمْ مُتَّفِقُوْنَ عَلَى أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ الْوُضُوءُ لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ الْوُضُوْء لَا يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِهِمَا ، فَإِنْ كَانَتْ الْحَائِضُ قَدْ اِنْقَطَعَتْ حَيْضَتُهَا صَارَتْ كَالْجُنُبِ . وَاللهُ أَعْلَمُ
"Adapun ashab kami, mereka sepakat bahwasanya tidak disunnahkan berwudhu bagi wanita yang sedang haid ataupun yang sedang nifas. Karena berwudhu tidak berpengaruh terhadap hadats mereka berdua. Jika wanita haid sudah berhenti darah haidnya, maka dia seperti orang junub. Wallahu a'lam."
Syaikh Zakariya al-Anshari dalam Syarh al-Bahjah menulis:
وَيُنْدَبُ ) لَهُ أَيْضًا ( اَلْوُضُوْءُ لِلطَّعَامِ وَالشَّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَالْمَنَامِ : قَوْلُهُ اَلْوُضُوءُ لِلطَّعَامِ إلَخْ ) قَالَ النَّوَوِيُّ فِي الْمَجْمُوعِ ؛ لِأَنَّهُ يُؤَثِّرُ فِي حَدَثِ الْجُنُبِ بِخِلَافِ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ ؛ لِأَنَّ حَدَثَهُمَا مُسْتَمِرٌّ وَلَا تَصِحُّ الطَّهَارَةُ مَعَ اسْتِمْرَارِهِ وَهَذَا مَا دَامَتْ حَائِضًا أَوْ نُفَسَاءَ فَإِذَا انْقَطَعَ الدَّمُ صَارَا كَالْجُنُبِ يُسْتَحَبُّ لَهُمَا الْوُضُوءُ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ
"Dan bagi orang junub dianjurkan berwudhu untuk makan, minum, bersenggama, dan tidur. Ucapan mushannif (Imam Ibn al-Wardi): (disunnahkan) wudhu untuk makan. Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu': Karena berwudhu bisa berpengaruh pada hadatsnya orang yang junub. Berbeda dengan hadatsnya wanita yang haid dan nifas, karena hadats keduanya tetap. Tidak sah bersuci dengan tetapnya hadats tersebut. Ini selagi wanita itu dalam keadaan haid atau nifas. Jika darahnya sudah berhenti maka keduanya menjadi seperti orang junub, keduanya disunnahkan berwudhu di saat-saat tersebut di atas."
Dalam kitab Hasyiyah Jamal 'ala Syarh al-Minhaj juz 1/166 disebutkan:
وَيُنْدَبُ لِلْجُنُبِ رَجُلًا كَانَ أَوْ امْرَأَةً وَلِلْحَائِضِ بَعْدَ انْقِطَاعِ حَيْضِهَا الْوُضُوْءُ لِنَوْمٍ أَوْ أَكْلٍ أَوْ شَرْبٍ أَوْ جِمَاعٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ تَقْلِيْلًا لِلْحَدَثِ
"Disunnahkan bagi orang junub, laki-laki atau perempuan, dan bagi wanita haid setelah berhenti haidnya untuk berwudhu ketika hendak tidur, makan, minum, jima', dan sebagainya untuk mengecilkan (mengurangi) hadats."
Dalam kitab Nihayah al-Muhtaj (1/33) disebutkan:
وَمِمَّا يَحْرُمُ عَلَيْهَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ بِقَصْدِ التَّعَبُّدِ مَعَ عِلْمِهَا بِالْحُرْمَةِ لِتَلَاعُبِهَا ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْصُوْدُ مِنْهَا النَّظَافَةَ كَأَغْسَالِ الْحَجِّ لَمْ يُمْتَنَعْ
"Di antara perkara yang hara atas wanita haid adalah bersuci dari hadats dengan tujuan beribadah serta mengertinya dia akan keharamannya, hal itu karena dia talaa'ub (mempermainkan ibadah). Jika yang dkehendaki dari bersuci itu untuk kebersihan seperti mandi haji, maka bersuci tersebut tidak dicegah."
Dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab (2/383) disebutkan:
فَرْعٌ ) هَذَا الَّذِيْ ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّهُ لَا تَصِحُّ طَهَارَةُ حَائِضٍ ، هُوَ فِيْ طَهَارَةٍ لِرَفْعِ حَدَثٍ سَوَاءٌ كَانَتْ وُضُوْءًا أَوْ غُسْلًا ، وَأَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإِحْرَامِ وَالْوُقُوْفِ وَرَمْيِ الْجَمْرَةِ فَمَسْنُوْنَةٌ لِلْحَائِضِ بِلَا خِلَافٍ
"Cabang: Apa yang telah kami sampaikan yaitu bersucinya orang haid tidak sah, itu adalah bersuci untuk menghilangkan hadats, baik wudhu maupun mandi. Adapun bersuci yang sunnah karena untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, wuquf dan melempar jumrah, maka sunnah untuk wanita haid tanpa ada khilaf."
Dalam kitab Fiqh al-Ibadat 'ala Madzhabi al-Syafi'i (1/200) dituliskan:
تَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ اَلطَّهَارَةُ بِنِيَّةِ رَفْعِ الْحَدَثِ أَوْ نِيَّةِ الْعِبَادَةِ كَغُسْلِ الْجُمُعَةِ أَمَّا الطَّهَارَةُ الْمَسْنُوْنَةُ لِلنَّظَافَةِ كَالْغُسْلِ لِلْإٍحْرَامِ وَغُسْلِ الْعِيْدِ وَنَحْوِهِ مِنَ الْأَغْسَالِ الْمَشْرُوْعة ِاَلَّتِيْ لَا تَفْتَقِرُ إٍلَى طَهَارَةٍ فَلَا تَحْرُمُ
"Haram atas wanita haid dan nifas bersuci dengan niat menghilangka hadats atau niat beribadah, seperti mandi Jumat. Adapun bersuci yang disunnahkan untuk kebersihan seperti mandi untuk ihram, mandi shalat 'Id, dan sebagainya dari mandi-mandi yang masyru' yang tidak membutuhkan bersuci, maka tidak haram."
Kesimpulan:
Dari sejumlah rujukan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum berwudhu bagi wanita yang sedang haid adalah:
1. Haram: Bila wudhunya itu diniatkan untuk ibadah atau menghilangkan hadats, karena akan menimbulkan tanaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan kedaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan tala'ub (mempermainkan ibadah, karena ia tahu bahwa wudhunya itu tidak bisa menghilangkan hadatsnya berupa haid).
2. Sunnah: Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah dan dia lakukan setelah darah haidnya berhenti, karena di sini wudhunya berfungsi untuk taqlil al-hadats (meringankan atau mengecilkan hadats) dan nasyath li al-ghusli (untuk mendorong agar segera mandi).
Juga dihukumi sunnah bila wudhu yang dilakukan itu ditujukan untuk 'adah (kebiasaan) seperti untuk menyejukkan diri dan kebersihan.
Wallahu a'lam