Sunday, November 29, 2020

Published November 29, 2020 by with 0 comment

Menjawab Adzan saat di Kamar Mandi, Apa Hukumnya?

Tatkala kumandang adzan terdengar, maka sunnah hukumnya bagi kita untuk menjawabnya. Sampai di sini tentu sudah jelas bagi kita. Namun akan memunculkan pertanyaan bila saat kumandang adzan itu terdengar kita sedang berada di kamar mandi, atau bahkan di toilet. Dalam kondisi seperti itu apakah masih dihukumi sunnah untuk menjawab kumandang adzan tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita simak penjelasan berikut ini.

Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu'in menegaskan:

وتكره لمجامع وقاضي حاجة بل يجيبان بعد الفراغ

"Dimakruhkan bagi orang yang sedang melakukan hubungan badan dan buang hajat untuk menjawab kumandang adzan, namun demikian bagi keduanya masih tetap dianjurkan untuk menjawabnya manakala sudah selesai dari apa yang mereka kerjakan."

Sementara itu, ulama besar madzhab Syafi'i lainnya, yakni Imam Nawawi, menyampaikan hal yang senada:

يكره الذكر والكلام حال قضاء الحاجة ، سواء كان في الصحراء أو في البنيان ، وسواء في ذلك جميع الأذكار والكلام إلا كلام الضرورة حتى قال بعض أصحابنا : إذا عطس لا يحمد الله تعالى ، ولا يشمت عاطساً ، ولا يرد السلام ، ولا يجيب المؤذن ، ويكون المُسَلِّمُ مقصراً لا يستحق جواباً ، والكلام بهذا كله مكروه كراهة تنزيه ولا يحرم ، فإن عطس فحمد الله تعالى بقلبه ولم يحرك لسانه فلا بأس ، وكذلك يفعل حال الجماع

"Dimakruhkan berdzikir dan berbicaratatkala  sedang buang hajat, baik dilakukan di tanah lapang (terbuka) ataupun di dalam ruangan. Kemakruhan tersebut berlaku untuk semua konteks dzikir dan pembicaraan kecuali perkataan yang bersifat darurat. Bahkan sebagian murid-murid Imam Syafi’i berpandangan bahwa ketika ada seseorang bersin (di jamban) maka tidak dianjurkan mengucapkan hamdalah dan tidak pula mengucapkan tasymith (ucapan Yarhamukallâh), tidak dianjurkan menjawab adzan dan orang yang mengucapkan salam dengan lalai tidak berhak untuk dijawab, dan ucapan pada semua keadaan di atas adalah dihukumi makruh tanzih, tidak sampai dihukumi haram. Jika seseorang bersin kemudian dia mengucapkan hamdalah dalam hatinya tanpa menggerakkan lisannya maka hal ini tidak dipermasalahkan, hal tersebut juga dapat dilakukan ketika dalam keadaan bersetubuh." (Lihat: Al-Adzkar, 1/51)

Penjelasan di atas diperkuat dengan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saw tidak menjawab salam yang diucapkan oleh Muhajir bin Qanfadz karena pada saat itu beliau sedang buang hajat.

وعَنِ الْمهُاَجِرِ بْنِ قَنْفَذ رضي الله عنه قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَبُوْلُ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيَّ وَقَالَ : إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللهَ تَعَالَى إِلَّا عَلَى طُهْرٍ  --رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهٍ

Dari Sahabat Muhajir bin Qanfadz ra. bahwa beliau berkata: Aku mendatangi Nabi Muhammad Saw saat beliau sedang buang hajat, lalu aku mengucapkan salam pada beliau, namun salam itu tidak dijawabnya sampai beliau mengambil wudhu, lalu beliau menjelaskan padaku, ‘Aku tidak menyukai menyebut nama Allah kecuali aku dalam keadaan suci’.” (HR Abu Dawud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menjawab kumandang adzan secara lisan saat sedang berada di kamar mandi atau toilet tidaklah sunnah, bahkan dihukumi makruh. Namun demikian tetap dianjurkan untuk menjawabnya di dalam hati. Dan manakala sudah keluar dari tempat tersebut dianjurkan untuk menjawabnya secara lisan.

Wallahu a'lam

 

Read More
      edit
Published November 29, 2020 by with 0 comment

Cara Menyempurnakan Akal

Ada dikatakan dalam sebuah ungkapan:

 إِكْمَالُ الْعَقْلِ اِتِّبَاعُ رِضْوَانِ اللهِ تَعَالَى وَاجْتِنَابُ سَخَطِهِ

"Kesempurnaan akal dapat diraih dengan mengikuti hal-hal yang diridhai Allah dan menjauhi hal-hal yang mengundang kemurkaan-Nya."

أي فَخِلَافُ ذَلِكَ جُنُوْنٌ

Maknanya adalah menyempurnakan akal dengan cara-cara yang bertentangan dengan cara tersebut adalah sebuah kegilaan, yakni tidak mungkin akan menghasilkan akal yang sempurna, justru sebaliknya, akan membawa kepada kehancuran.

Wallahu a'lam

Read More
      edit

Tuesday, November 24, 2020

Published November 24, 2020 by with 0 comment

Beratnya Sebuah Amanah

Suatu ketika Khalifah 'Umar bin Khatthab RA, telah menyita seekor unta milik anak lelakinya sendiri, ketika dilihatnya unta itu berada di pasar. Beliau mengetahui benar bahwa unta itu menjadi gemuk karena digembalakan bersama-sama dengan beberapa ekor unta lain milik kaum Muslimin yang diurus oleh Baitul Maal.

Penyitaan tersebut dilakukan atas dasar alasan bahwa unta milik putera Amirul Mukminin itu, oleh penggembalanya digembalakan di suatu tempat penggembalaan yang paling baik. Hal itu oleh Khalifah 'Umar dipandang sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan negara karena unta itu bisa ditempatkan di tempat gembalaan yang paling baik disebabkan unta itu milik putra Amirul Mukminin. Karena itu beliau memerintahkan anaknya supaya segera menjual unta itu dan hanya diperbolehkan mengambil pokoknya. Sedangkan keuntungan dari penjualan tersebut diserahkan kepada Baitul Maal.

Karena tindakan hukum yang ketat itu, banyak para sahabat Rasulullah SAW, yang keberatan menerima pengangkatan sebagai pejabat negara, karena mereka paham betul bahwa jabatan tersebut memiliki konsekuensi yang sangat berat. Artinya, jabatan negara hanya layak diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan jabatan tersebut dengan benar.

Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari Abu Mas'ud Al-Anshariy, yang mengatakan sebagai berikut: Rasulullah SAW pernah mengangkatku sebagai petugas pengumpul zakat. Beliau berkata: "Hai Abu Mas'ud, berangkatlah, semoga pada hari kiamat kelak aku tidak akan mendapatimu datang dalam keadaan punggungmu memikul seekor unta sedekah yang meringkik-ringkik, yang kau curangi". Aku menjawab: "Jika demikian aku tidak berangkat!" Beliau menyahut: "Aku tidak memaksamu."

Demikianlah, para sahabat Rasulullah SAW telah memahami bahwa kedudukan atau jabatan pemerintahan adalah sebuah amanah yang berat. Pertanggungjawabannya tidak sebatas di dunia saja, melainkan juga di akhirat. Karena itu mereka tidak segan-segan menindak tegas orang-orang yang berbuat kecurangan, meski pelakunya berasal dari anggota keluarga mereka sendiri.

Mereka juga lebih memilih untuk tidak menjadi seorang pejabat, apabila khawatir tidak akan mampu memegang amanah kepemimpinan yang dibebankan di pundaknya. Kini orang bahkan berebut untuk meraih jabatan dan kedudukan dalam pemerintahan, dengan berbagai cara dan upaya. Hal itu dilakukan tanpa mempertimbangkan lagi amanah kepemimpinan yang harus dipertanggungkawabkannya di dunia dan akhirat kelak. Walhasil, terjadilah banyak penyalahgunaan wewenang dan jabatan, hingga akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. 
 
Wallahu a'lam

Read More
      edit
Published November 24, 2020 by with 0 comment

Ila'

Sa'id bin Al-Musayyab berkata: "Ila' adalah cara orang jahiliah menyakiti wanita. Apabila seorang laki-laki tidak ladi menyukai istrinya dan ia tidak mau istrinya itu menikah dengan laki-laki lain, maka suami tersebut bersumpah bahwa ia tidak akan mendekati sang istri selama-lamanya. Maka Allah membatasi sumpah itu, paling lama hanya empat bulan dengan menurunkan ayat berikut:
 
لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ، فَإِنْ فَاءُوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Kepada orang-orang yang meng-ila' istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 226)

Sumpah seorang suami untuk tidak menggauli istrinya dalam istilah fiqh disebut dengan ila'. Apabila hal ini terjadi, maka suami harus membatasi sumpahnya itu maksimal empat bulan. Masa ila' tidak boleh melewati empat bulan. Jika waktunya sudah sampai empat bulan, maka suami harus rujuk kepada istrinya, walaupun batas waktu yang ia tetapkan dalam sumpah melebihi empat bulan, tetapi ia wajib membayar kifarat sumpah. Demikian pula, ia wajib membayar kifarat jika ia menggauli istrinya itu sebelum sampai empat bulan. 
 
Kifaratnya adalah memilih salah satu dari tiga alternatif berikut:
 
1. Memberi makan sepuluh orang miskin
2. Memerdekakan budak
3. Berpuasa tiga hari berturut-turut
 
Akan tetapi, jika ia rujuk kepada istrinya setelah habis masa yang ia tentukan dalam sumpahnya, maka ia tidak wajib membayar kifarat. 
 
Kemudian Allah berfirman:
 
وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
 
Dan jika mereka ber-azam (berketetapan hati) untuk talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 227)
 
Ayat ini memberikan alternatif lain bagi suami yang bersumpah tidak akan menggauli istrinya, yaitu menceraikannya. Artinya, jika masanya sudah sampai empat bulan, maka suami harus rujuk atau langsung menceraikannya.
 
Wallahu a'lam
Read More
      edit

Saturday, November 21, 2020

Published November 21, 2020 by with 0 comment

Menaati Perintah Allah dan Menjauhi Larangan-Nya


أَوْحَي إِلَى بَعْضِ الْأَنْبِيَاءِ

Allah Swt telah mewahyukan kepada sebagian nabi : 

أَطِعْنِيْ فِيْمَا أَمَرْتُكَ وَلَا تَعْصِنِىْ فِيْمَا نَصَحْتُكَ

"Taatilah Aku di dalam apa yang Aku perintahkan kepadamu dan janganlah mendurhakai-Ku di dalam apa yang Aku nasehatkan padamu."

أي فِيْمَا دَعَوْتُكَ إِلَى مَا فِيْهِ الصَّلَاحُ وَنَهَيْتُكَ عَمَّا فِيْهِ الْفَسَادُ

Maknanya adalah di dalam setiap hal yang Allah perintahkan kamu mengamalkannya terdapat kebaikan bagimu, sedangkan di dalam apa-apa yang Allah mencegahmu darinya terdapat hal-hal yang bisa membawamu kepada kehancuran. 

Wallahu a'lam

 

Read More
      edit

Friday, November 13, 2020

Published November 13, 2020 by with 0 comment

Tawakkal kepada Allah

عن معاذ بن جبل رضي الله تعالى عنه أنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم، يقول الله: يا ابن آدم استحي مني عند معصيتك وأنا أستحي منك يوم العرض الأكبر فلا أعذبك، يا ابن آدم تب إلي أكرمك كرامة الأنبياء، يا ابن آدم لا تحول قلبك عني فإنك إن حولت قلبك عني أخذلك فلا أنصرك، يا ابن آدم لو لقيتني يوم القيامة ومعك حسنات مثل أهل الأرض لم أقبل منك حتى تصدقني بوعدي ووعيدي، يا ابن آدم إني أنا الرزاق وأنت المرزوق وتعلم أني أوفيك رزقك فلا تترك طاعتي بسبب الرزق فإنك إن تركت طاعتي بسبب رزقك أوجبت عليك عقوبتي، يا ابن آدم احفظ لي هذه الخصال الخمس ولك الجنة

 

Dari Muadz bin Jabal ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman “Wahai anak Adam, malulah kepada-Ku ketika engkau bermaksiat, maka Aku akan malu kepadamu pada hari kiamat dan tidak akan menyiksamu. Wahai anak Adam, bertaubatlah kepada-Ku, maka Aku akan memuliakanmu seperti kemuliaan para Nabi. Wahai anak Adam, jangan kau palingkan hatimu dari-Ku karena bila engkau palingkan hatimu dari-Ku, maka Aku akan menyiksamu dan tidak alam menolongmu. Wahai anak Adam, andai engkau bertemu dengan-Ku pada hari kiamat dan engkau membawa kebaikan sebanyak jumlah penduduk bumi, maka Aku tidak akan menerima darimu hingga engkau membenarkan janji-Ku dan ancaman-Ku. Wahai anak Adam sesungguhnya Aku Maha Pemberi rezeki dan engkau adalah yang diberi rezeki, engkau mengetahui sesungguhnya Aku memenuhi rezekimu, maka janganlah engkau tinggalkan ketaatan kepada-Ku dengan alasan rezeki, karena sesungguhnya bila engkau meninggalkan ketaatan kepada-Ku dengan alasan rezeki, maka Aku mewajibkan siksa-Ku padamu. Wahai anak Adam jagalah lima hal ini maka engkau akan mendapatkan surga”.

 

الخبر بتمامه (حكاية) يا إخواني لاتغتموا على الرزق ولايمنعكم رزقكم عن الطاعة بسبب قول الله تعالى “ومامن دابة فى الأرض إلا على الله رزقها” كما جاء فى الخبر ان الله تعالى خلق طيرا أخضر فى الهواء وجعل على ظهره رمحا وتحت بطنه رمحا آخر وخلق حوتا فى البحر يأكل السمك ويدخل بين أسنانه لحم السمك ويضره ويؤلمه فيخرج رأسه من الماء ويفتح فمه فيجئ ذلك الطير الأخضر فيدخل في فم الحوت يأكل ما كان بين أسنانه ويكون الرمحان كعمودين في فم الحوت لا يقدر على مضغه وأكله فلما فني اللحم من بين أسنانه يطير فى الهواء، جعل الله تعالى رزقه من بين أسنانه ويرجع الحوت إلى مكانه ويستريح بسببه ويكون كل واحدمنهما سببا للآخر ولايترك الطير بلا رزق فكيف يترك الإنسان بلارزق.

 

Kabar yang menyempurnakan, (sebuah kisah). Wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian bersedih atas rezeki dan janganlah rezeki kalian mencegah untuk taat, sebab Allah Ta’ala berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya” (Hud:6), sebagaimana telah datang kabar bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan seekor burung hijau di udara, dan Allah membuat ujung runcing di atas punggungnya dan ujung runcing di bawah perutnya, lalu Allah menciptakan ikan Paus di laut, Paus itu memakan ikan dan daging ikan tersebut masuk di antara gigi-giginya. Daging ikan tersebut melukai dan menyakitinya. Kemudian ikan paus mengeluarkan kepalanya dari air dan membuka mulutnya, lantas datanglah burung hijau tersebut, dia masuk ke mulut ikan paus dan memakan yang ada di antara gigi-giginya (daging ikan), dua tombak tersebut seperti dua tiang di mulut ikan paus, sehingga dia (paus) tidak bisa mengunyah dan memakannya (burung), maka ketika telah habis daging di antara gigi-giginya, burung tersebut terbang ke udara. Allah telah membuat rezekinya ada di antara gigi-gigi ikan paus, dan kembalilah ikan paus ke tempatnya, dia istirahat sebab hal tersebut. Masing-masing dari keduanya menjadi sebab bagi yang lain. Allah tidak meninggalkan burung tanpa rezeki, maka bagaimana mungkin Allah meninggalkan manusia tanpa rezeki?

 

 (وفي حكاية ) إبراهيم بن أدهم رحمة الله عليه وكان سبب توبته إنه كان يوما من الأيام خرج إلى الصيد فنزل منزلا وبسط السفرة ليأكل الطعام فبينما هو كذلك جاء غراب و أخذ من السفرة خبزا بمنقاره وطار فى الهواء فتعجب إبراهيم من ذلك وركب فرسه وذهب إلى خلف الطير حتى صعد الغراب إلى الجبل وغاب عن عين إبراهيم فصعد إبراهيم أيضا الجبل لطلب الغراب فرأى من بعيد ذلك الغراب فلما دنا إبراهيم طار الغراب فرأى إبراهيم رجلا مشدودا بالحبل مضطجعا على قفاه فلما رأى إبراهيم ذلك الرجل على هذه الحالة نزل عن فرسه وحل شداده وسأل عن حاله وقصته فقال الرجل إني كنت تاجرا فأخذني قطاع الطريق وأخذوا ما كان معي من المال وقتلوني وشدوني وطرحوني في هذا الموضع وصار لي سبعة أيام كل يوم يجىء الغراب بالخبز ويجلس على صدري ويكسر الخبز بمنقاره ويضعه فى فمي وما تركني الله جائعا في تلك الأيام فركب إبراهيم فرسه وأردفه وجاء به إلى موضعه الذي كان نزل فيه وتاب إبراهيم بن أدهم ورجع إلى الله تعالى ونزع ثيابه الفاخرة ولبس الصوف وأعتق عبيده وأوقف عقاره و أملاكه وأخذ بيده عصا وتوجه إلى مكة بلا زاد ولا راحلة وتوكل على الله تعالى ولم يهتم على الزاد ولم يبق جائعا حتى وصل إلى الكعبة وشكر الله تعالى وأثنى عليه قال ومن يتوكل على الله فهو حسبه إن الله بالغ أمره قد جعل الله لكل شيء قدرا الآية.

 

(Sebuah kisah), Ibrahim bin Adham, semoga Allah merahmatinya. Adapun sebab taubatnya adalah sesungguhnya pada suatu hari dia keluar untuk berburu, kemudian dia duduk di suatu tempat dan membuka alas untuk makan makanan. Ketika dia melakukan hal tersebut datanglah seekor burung gagak. Burung tersebut mengambil sepotong roti dari alas dengan paruhnya lalu dia terbang ke udara. Ibrahim kagum pada hal tersebut. Dia pun menaiki kudanya dan pergi membuntuti burung tersebut sambil melihat burung gagak itu dari kejauhan. Ketika Ibrahim mendekat, terbanglah burung gagak tersebut. Lantas Ibrahim melihat seorang laki-laki terikat tali yang kencang sambil berbaring di atas punggungnya. Ketika Ibrahim melihat laki-laki itu dalam keadaan tersebut, dia turun dari kudanya dan melepas ikatannya. Dia menanyakan keadaannya dan laki-laki tersebut bercerita kepadanya. Lelaki tersebut berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang pedagang, lalu para pencuri mengambil harta yang aku bawa, mereka menyakitiku mengikatku dan meninggalkanku di tempat ini. Aku lalui tujuh hari. Tiap hari datang burung gagak dengan roti dan duduk di atas dadaku. Dia cuilkan roti dengan paruhnya dan meletakkan di mulutku, dan tidaklah Allah meninggalkanku kelaparan pada hari-hari tersebut. Kemudian Ibrahim menaiki kudanya dan kembali ke tempat semula. Ibrahim bin Adham bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Dia lepas bajunya yang mewah dan memakai baju sufi. Dia merdekakan budaknya yang kecil, dia waqafkan perkebunan serta harta bendanya, dia ambil tongkat dengan tangannya dan menuju Mekkah tanpa bekal dan kendaraan. Dia tawakkal kepada Allah Ta’ala. Dia tidak memperhatikan bekal dan dia tidak pernah kelaparan hingga dia sampai ke Ka’bah. Dia bersyukur kepada Allah Ta’ala dan memuji-Nya, Allah berfirman “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (Thalaq:3).

 

Read More
      edit

Tuesday, November 10, 2020

Published November 10, 2020 by with 0 comment

Syarat Wajib Shalat

Pertama: Islam
Maka shalat tidak wajib bagi orang kafir asli, dan saat masuk Islam ia tidak perlu mengganti shalat yang ditinggalkannya sebelum masuk Islam. Adapun orang murtad yang kembali masuk Islam, wajib mengulangi shalatnya (yakni mengqadha shalat yang ia tinggalkan selama ia murtad). (Fathul Qarib: I/78) 
 
Abu Thalhah bin Ubaidillah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya oleh seseorang tentang Islam, dan beliau menjawab, "Yaitu shalat lima waktu sehari semalam." (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua: Baligh
Maka shalat tidak wajib bagi anak kecil, laki-laki dan perempuan. Tetapi anak kecil disuruh mengerjakan shalat sesudah sampai usia tujuh tahun, itu pun jika ia sudah bisa memilah (mengerti). Jika belum bisa mengerti (pada usia tujuh tahun), tunggulah sampai ia bisa mengerti. Apabila anak yang sudah sampai usia sepuluh tahun meninggalkan shalat, ia boleh dipukul. (Fathul Qarib: I/78)

Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Tuntutan beribadah dicabut dari tiga orang: dari anak kecil hingga ia baligh, dari orang yang tidur hingga ia bangun, dan dari orang gila hingga ia sembuh." (HR Abu Dawud dengan sanad shahih)
 
Seseorang dihukumi baligh jika telah sampai pada salah satu dari tiga hal berikut:
1. Sempurna berusia 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan).
2. Mimpi jima', minimal pada usia 9 tahun (bagi laki-laki dan perempuan).
3. Mengalami haid, minimal pada usia 9 tahun (bagi perempuan).
 
Amr bin Syuaib meriwayatkan dari ayahnya, dari datuknya, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Suruhlah anak-anak kalian melakukan shalat pada (usia) tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) pada (usia) sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
 
Al-Qadhi Iyadh berkata, "Wali (orangtua) anak kecil wajib mengajari anak bersuci dan shalat, menyuruhnya mengerjakan shalat apabila si anak sudah berusia 7 tahun, dan mendidik (dengan memberi hukuman) karena meninggalkan shalat apabila si anak sudah sampai usia 10 tahun. Sungguh Nabi Saw telah memerintahkan demikian. Zhahir perintah adalah wajib. Perintah dan didikan ini menjadi hak anak kecil yang dituntut dari wali (orangtua)-nya, agar si anak berlatih shalat dan menjadi terbiasa, sehingga tidak meninggalkannya ketika sudah baligh."
 
Apabila seorang kafir masuk Islam, ia tidak harus mengqadha shalat. Karena, sebagaimana yang diriwayatkan dari Amr bin Ash, Nabi Saw bersabda, "Islam menutup dosa-dosa sebelumnya." (HR Ahmad)
 
Yang dimaksud dengan kata 'menutup' dalam hadits ini adalah 'memutus'. Maksud hadits ini adalah: masuk Islam dapat menghilangkan bekas dosa-dosa yang diperbuat pada waktu kafir. Lain halnya dengan kebaikan-kebaikan yang dikerjakan sebelum masuk Islam, tidak dihapus. Imam Muslim meriwayatkan bahwa pada suatu hari Hakim bin Mizam bertanya kepada Rasulullah Saw, "Bagaimana pendapat Anda tentang beberapa perkara dosa yang pernah dilakukan pada masa Jahiliyah? Apakah saya masih mendapat kebaikan-kebaikan yang saya lakukan pada masa Jahiliyah?" Rasulullah Saw menjawab, "Engkau masuk Islam dengan membawa kebaikan yang engkau lakukan dahulu."
 
Ketiga: Berakal
Maka shalat tidak wajib bagi orang yang gila. (Fathul Qarib: I/79)
 
Allah Ta'ala berfirman, "Janganlah kamu kerjakan shalat apabila kamu sedang mabuk sampai (kamu) menyadari apa yang kamu katakan." (QS. an-Nisa: 43)
 
Maka, tidak ada kewajiban bagi anak kecil, orang gila dan orang mabuk untuk melakukan shalat hingga akal mereka sempurna.
 
Wallahu a'lam.     

 

Read More
      edit

Wednesday, November 4, 2020

Published November 04, 2020 by with 0 comment

Mendoakan Kaum Mukminin

Di antara hal-hal yang dapat menyelamatkan adalah mendoakan kaum Mukminin ketika mereka tidak di hadapan kita. Rasulllah Saw bersabda:
 
أَسْرَعُ الدُّعَاءِ إِجَابَةً دَعْوَةُ غَائِبٍ لِغَائِبٍ

"Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doanya orang yang tidak bersama orang yang didoakan." (HR Abu Dawud)

Nabi Saw bersabda:
 
مَنْ دَعَا لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ وَلَكَ بِمِثْلِهِ

"Barangsiapa berdoa untuk saudaranya dari jauh, maka malaikat yang ditugaskan untuknya berkata: 'Amin. Bagimu seperti yang engkau doakan.'" (HR Muslim)

Nabi Saw bersabda:
 
مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعًا وَعِشْرِيْنَ مَرَّةً، كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ وَيَرْزُقُ بِهِمْ أَهْلُ الْأَرْضِ 

"Barangsiapa yang memohonkan ampun untuk kaum Mukminin laki-laki dan perempuan setiap hari sebanyak 27 kali, maka dia termasuk yang dikabulkan doanya, dan dengan sebab mereka penghuni bumi diberi rezki." (HR ath-Thabrani)

Ada juga keterangan yang menyatakan bahwa barangsiapa yang membiasakan diri membaca istighfar berikut ini sebanyak 27 kali di setiap pagi dan sore hari, maka dia tidak akan melihat sesuatu yang tidak disukainya di dunia maupun di akhirat. Berikut istighfar-nya:
 
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الَّذِيْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ رَبِّ اغْفِرْلِي

"Aku memohon ampun kepada Allah Dzat Yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Hidup lagi Maha Perkasa, Yang tidak pernah mati, dan aku bertaubat kepada-Nya, wahai Tuhanku, ampunilah aku."
 
 Wallahu a'lam
Read More
      edit