Menurut kamus-kamus Arab seperti al-Qamus dan Taj al-Arus, berkah adalah kebaikan, keberuntungan, kesejahteraan, dan pertambahan nilai. Tetapi untuk memahami konsep berkah di dalam Islam, ada baiknya kita melihat beberapa contoh dari para sahabat nabi.
Ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, kaum Quraisy mengirimkan 'Urwah bin Mas'ud al-Tsaqafi sebagai perunding dari pihak mereka. Ketika kembali lagi kepada kaumnya, ia berkata, "Jika ia berwudhu, mereka memperebutkan air wudhunya; jika ia meludah, mereka memperebutkan ludahnya; dan jika satu lembar rambutnya jatuh, mereka berlomba-lomba mengambilnya. Demi Allah, jika ludah Nabi Saw jatuh pada telapak tangan seseorang, ia akan mengiusapkannya ke mukanya dan kulitnya. Jika ia memerintahkan sesuatu, orang berlomba untuk menjalankannya. Jika ia berwudhu, hampir-hampir orang berkelahi untuk memperebutkan air wudhunya." Menurut Abu Jahifah, "Aku melihat Bilal mengambil bekas wudhu Nabi Saw dan orang-orang datang memperebutkan bekas wudhunya itu. Jika kena sedikit saja, mereka mengusapkannya ke anggota wudhunya. Jika tidak, mereka mengambilnya dari basahan tangan sahabatnya."
Menyaksikan itu semua, Nabi Saw tidak melarangnya dan tidak menegurnya. Bahkan dalam berbagai peristiwa beliau memerintahkannya. Di Ja'ranah, sebuah perkampungan terpencil di antara Mekah dan Madinah, Nabi Saw berhenti. Beliau menyuruh Bilal dan Abu Musa untuk mengambil wadah air. Pada wadah itu, beliau membasuh tangannya dan wajahnya; lalu beliau meludah padanya. Beliau kemudian bersabda kepada kedua sahabatnya itu, "Minumlah dan usapkanlah kepada wajah dan leher kalian." Menurut al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani, "Maksud Nabi Saw dengan meludah itu ialah mengalirkan berkah."
Salah satu keberkahan dari air yang sudah diludahi Nabi Saw adalah kesembuhan. Rasulullah Saw pernah meludah pada sumur Bidha'ah. Para sahabat Nabi berkata, "Waktu itu, jika ada yang sakit, ia dimandikan dengan air Bidha'ah. Usai dimandikan, ia sembuh seperti baru dilepaskan dari ikatan."
Keberkahan bukan hanya memberikan kesembuhan jasmaniah. Para sahabat juga percaya bahwa berkah Nabi Saw dapat menyembuhkan hati. Abdullah bin Ubay terkenal sebagai tokoh munafik. Orang munafik adalah orang yang punya penyakit di dalam hatinya; kemudian Allah tambah penyakitnya. Ia punya anak yang saleh. Abdullah benci kepada Nabi Saw, tapi anaknya mencintai beliau. Ketika Rasulullah Saw minum air, anak Abdullah berkata, "Ya Rasulullah, sisakan air minummu. Aku akan memberikannya pada ayahku, mudah-mudahan Allah membersihkan hatinya dengan air itu." Nabi Saw menyisakan kelebihan minumannya dan memberikannya kepadanya. Ia menemui ayahnya. "Apakah ini?" kata ayahnya. Sang anak berkata, "Sisa minuman Nabi Saw. Ak ingin memberikannya kepadamu. Mudah-mudahan Allah menyucikan hatmu dengan air itu." Ayahnya menukas, "Lebih baik kaubawa untukku air kencing ibumu. Itu lebih bersih dari bekas minuman Nabi." Anak Abdullah datang menemui Nabi Saw, "Ya Rasulullah, perkenankan aku untuk membunuh ayahku." Nabi Saw bersabda, "Tetaplah berbuat baik dan sayang padanya."
Abdullah bin Ubay tidak suka tabarruk dengan sisa minum Nabi Saw. Dengan kasar, ia menolak anggapan bahwa sisa minum Nabi Saw dapat menyembuhkan penyakit hatinya. Anak Abdullah tersinggung. Karena cintanya kepada Nabi Saw, ia tidak rela mendengar ucapan ayahnya yang sangat menyakitkan hati. Dalam keluarga Abdullah berkumpul mukmin yang percaya tabarruk dan munafik yang mencemoohkannya.
Seorang laki-laki datang menemui Ibn Abbas. "Dari mana kamu?" tanya Ibn Abbas. "Aku baru minum Zamzam," jawabnya. "Apakah kamu meminumnya sebagaimana seharusnya?" tanya Ibn Abbas lagi. "Memangnya harus bagaimana?"
Ibn Abbas berkata, "Jika kamu minum Zamzam, menghadaplah ke arah kiblat. Sebut nama Allah. Tarik nafas tiga kali dan minumlah sampai kenyang. Bila sudah kenyang, ucapkan alhamdulillah. Rasulullah Saw bersabda, 'Perbedaan kita dengan orang munafik ialah mereka tidak sanggup mengenyangkan perutnya dengan Zamzam.'"
Dalam riwayat lain, Nabi Saw bersabda, "Minum Zamzam dengan kenyang akan menyembuhkan orang dari kemunafikan."
Mengapa orang munafik tidak mau minum Zamzam sampai kenyang? Karena ia tidak percaya bahwa Zamzam itu air yang penuh berkah. Ia bukan hanya bisa melepaskan kita dari dahaga, tetapi juga dapat memberikan kesembuhan, perlindungan, ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang luas. Masih dari Ibn Abbas, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Air Zamzam tergantung pada untuk apa diminumnya. Jika engkau meminumnya untuk memperoleh kesembuhan, Allah akan menyembuhkan kamu. Jika kamu meminumnya untuk perlindungan, maka Allah akan melindungi kamu. Jika kamu meminumnya hanya sekedar untuk melepaskan dahagamu, ia akan melepaskan dahagamu."
Orang yang tidak percaya pada berkah akan melihat apa pun dari manfaat lahiriahnya saja. Air hanya untuk melepaskan dahaga. Pakaian hanya untuk menutup aurat. Ludah hanya menjadi barang kotor. Selembar rambut tidak ada artinya apa-apa.
Bila di atas manfaat lahiriah yang kasat mata, kita percaya ada manfaat tambahan yang bersifat ruhaniah, kita melihat keberkahan di dalamnya. Dalam pengertian manfaat tambahan, lebih dari kemampuannya yang biasa ini, Nabi Saw menyebutkan berkah.
Dalam sebuah kisah yang panjang, Nabi Saw pernah membawa uang dua dirham ke pasar. Dengan uang itu, beliau berhasil membantu orang miskin yang kehilangan uangnya, memberi pakaian kepada yang telanjang, melepaskan derita yang kesusahan, dan membebaskan budak belian. Nabi Saw bersabda, "Belum pernah aku punya uang dua dirham yang lebih berkah dari dua dirham ini."
Karena itu, kita diajarkan untuk membaca doa berikut ini ketika minum air Zamzam: Ya Allah, jadikanlah Zamzam ini bagiku ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, dan obat untuk segala penyakit. Itu sebabnya pula mengapa kita dianjurkan untuk membaca doa sebelum makan. Di dalam doa itu kita mohon keberkahan dari rezeki yang Allah berikan kepada kita. Bahkan kita mohon agar kita dijauhkan dari api neraka. Kita berdoa agar makanan yang kita nikmati menjadi sebab kita terhindar dari api neraka.
Para sahabat Nabi sering bertabarruk dengan apa saja yang menyentuh atau disentuh beliau untuk keselamatannya pada hari akhirat. Insyaallah akan disampaikan hadits-hadits terkait dengan pembahasan tabarruk ini pada tulisan mendatang. Para sahabat ada yang mengambil burdah atau pakaian Nabi Saw untuk dijadikan kain kafannya. Mereka mencotoh apa yang dilakukan Nabi Saw.
Ketika Fatimah binti Asad, istri Abu Thalib, meninggal dunia, Rasulullah Saw memakaikan gamis-nya pada Fatimah. Beliau juga berbaring bersamanya di dalam kuburannya. Ketika ditanya mengapa hal itu beliau lakukan, Rasulullah Saw menjawab, "Setelah Abu Thalib, tidak ada lagi yang paling baik terhadapku selain dia. Aku pakaikan gamisku kepadanya supaya ia memakai pakaian surga. Aku berbaring bersamanya untuk meringankan perjalanannya."
Di bawah ini kami tuliskan riwayat tersebut secara lebih lengkap sebagaimana yang dituturkan oleh Jabir ra:
"Ketika kami duduk bersama Rasulullah di masjid, datang seseorang, "Ya Rasulullah, ibu Ali, Ja'far dan Aqil telah meninggal dunia." Rasulullah Saw berkata, "Marilah kita pergi menemui ibuku." Kami pun berangkat sambil menundukkan kepala seakan-akan burung bertengger di atas kepala kami. Setelah sampai di pintu rumahnya, Rasulullah Saw melepaskan gamisnya dan berkata kepada Ali, "Inilah gamisku. Kafanilah ia dengannya. Kalau sudah selesai, beritahu aku." Setelah itu, Rasulullah Saw menyalatinya dengan shalat yang sangat bagus yang tidak pernah beliau lakukan kepada siapa pun sebelum dan sesudahnya. Lalu beliu turun ke dalam kuburannya dan berbaring di sampingnya. Kami bertanya, "Ya Rasulullah, engkau sudah melakukan dua hal yang tidak pernah engkau lakukan seperti itu sebelumnya." Beliau bertanya, "Apa itu?" Kami berkata, "Kau lepaskan gamismu dan kau berbaring di liang lahat." Rasulullah Saw bersabda, "Dengan gamisku ini aku ingin ia tidak pernah disentuh api neraka, insyaallah. Sedangkan aku berbaring di lahatnya, karena aku ingin meluaskan kuburannya."
Wallahu a'lam
0 comments:
Post a Comment