Barangkali engkau takut terhadap dosa-dosa besar sehingga mencemaskan balasannya, lalu menjauh darinya, serta segera bertobat ketika melakukannya. Selanjutnya engkau meremehkan dosa kecil dan tidak bertobat darinya karena dianggap sepele. Engkau tidak berusaha untuk menghindarinya dan terbiasa melakukannya.
Sikap inilah yang paling membahayakan agama seorang mukmin. Sebab, ia bisa berkata dalam hatinya: “Apa sih yang aku lakukan? Aku tidak membunuh, tidak berzina, dan tidak meminum minuman keras. Yang kulakukan cuma perbuatan sepele yang tak ada nilainya.”
Engkau seperti orang yang sedang diserang singa pemangsa, tapi kemudian diselamatkan oleh Allah. Namun, setelah itu sekitar lima puluh serigala membinasakannya atau sekitar ribuan tawon menyerangnya hingga mati. Allah berfirman: “Kalian menyangka hal itu sepele, padahal di sisi Allah sangat bernilai.” (an-Nūr [24]: 15).
Dosa besar terbilang kecil jika dibandingkan dengan kemurahan Allah. Namun, dosa kecil tersebut bila dilakukan terus-menerus bisa membesar. Racun, walaupun kecil dan sedikit, tetap saja ia bisa membunuh. Dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus tak ubahnya seperti percikan api. Bila percikan api itu diremehkan, ia bisa membakar seluruh kota. Namun, kalau cepat-cepat ditangani dan diperhatikan, ia akan cepat padam meskipun dengan segelas air saja. Ada sebuah pepatah yang berbunyi: “Sebagian besar api berasal dari percikan-percikannya.”
Wahai hamba Allah, bila hendak melakukan maksiat kepada Allah carilah tempat yang tak terlihat oleh-Nya. Carilah juga kekuatan selain Allah yang bisa membantumu. Hanya, sayang sekali engkau takkan menemukannya. Sebab segala sesuatu merupakan karunia-Nya dan segala sesuatu ada dalam kekuasaan-Nya: “Milik Allah segala yang di langit dan di bumi, yang berada di antara keduanya serta yang berada di bawah tanah.” (Thāhā [20]: 6).
Karena itu, sungguh aneh engkau wahai hamba Allah. Pantaskah engkau mengambil nikmat Allah lalu bermaksiat dengan nikmat itu? Pantaskah engkau tinggal di dalam kerajaan-Nya lalu menentang perintah-Nya? Bahkan, engkau melakukan pelanggaran yang bermacam-macam. Kadang membicarakan orang, kadang mencela orang, melihat yang bukan maḥramnya, memakan sesuatu yang ḥarām, dan seterusnya.
Bangunan yang kau dirikan selama tujuh puluh tahun kau hancurkan dalam sekejap saja. Wahai manusia yang menghancurkan ketaatan, wahai manusia yang menyia-nyiakan kebaikan, yang merusak kebajikan, yang menenggelamkan dirinya dalam kubangan syahwat dan membakar dirinya dalam api maksiat, sungguh tepat kalau saja kau pergunakan hal itu dalam hal yang mubah dan kau hidupkan dengan amal saleh. Tidakkah Dzāt yang kau perlakukan secara buruk – tapi Dia memperlakukan secara lembut – layak kau cintai? Tidakkah Dzāt yang kau perlakukan secara jahat – tapi Dia memperlakukanmu dengan kasih sayang dan kemurahan – patut ditaati? Tidakkah Dzāt yang secara terang-terangan kau musuhi – tapi Dia mengampuni dan memaafkanmu – patut dijadikan tempat kembali? Ketahuilah wahai manusia, kemiskinan dan kefakiran yang menimpamu sengaja diberikan agar engkau mau berdoa kepada-Nya. Juga, musibah yang menimpamu tidak lain dimaksudkan agar engkau memperhatikan keberadaan-Nya, serta memperbanyak dzikir, doa, dan munajat kepada-Nya.
Wahai saudaraku, bersikaplah kepada Allah layaknya anak kecil kepada ibunya. Bila sang ibu memukul dan menghinakannya, tetap saja anak itu kembali padanya. Bila ia terkena musibah atau sesuatu yang tak disenangi, ia merengek pada ibunya. Yang ia kenal hanyalah ibunya. Ia tak pernah meminta pertolongan pada kekuatan lain selain ibunya. Allah berfirman: “Siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah berkuasa untuk melakukan kehendak-Nya dan Allah telah menetapkan ukuran atas segala sesuatu.” (ath-Thalāq [65]: 3).
0 comments:
Post a Comment