Siapa yang tidak menjauhi perbuatan terlarang, percuma ia melakukan kewajiban. Ia ibarat orang yang sedang sakit. Selama ia tidak menahan diri dari semua makanan dan tak melakukan diet, percuma ia meminum obat. Ia juga seperti orang yang membersihkan pakaiannya sementara ia jatuhkan dirinya dalam kubangan lumpur. Mana mungkin bisa bersihkan pakaiannya. Berbeda halnya jika ia menjauhkan pakaian tadi dari lumpur dan menjaganya secara baik, ia akan bisa membersihkan pakaian tersebut secara mudah.
Dalam pandangan mereka yang mempunyai ketajaman mata hati dan mereka yang wara‘, dosa itu adalah seperti bangkai yang dimakan anjing. Bagaimana pendapatmu apabila engkau melihat seseorang sedang menggigit bangkai tersebut? Tidakkah engkau merasa jijik dan risih?
Demikianlah kondisi orang yang jatuh dalam kubangan dosa dan tidak bertobat. Ia sama seperti orang yang sedang menggigit bangkai yang kotor lagi menjijikkan. Kalau orang yang berpakaian kotor saja tidak pantas untuk duduk bersama para raja dan pemimpin, bagaimana dengan orang yang mulutnya najis dan kotor. Pantaskah ia menghampiri Tuhan? Apakah orang yang najis karena memakan barang harām layak bermunājat kepada Tuhan?
Demikian pula dengan dirimu. Engkau menghampiri Allah dalam keadaan kotor karena maksiat. Engkau memakan, melihat, dan melakukan sesuatu yang haram, serta menyembunyikan keburukan. Lalu engkau menganggap dirimu sudah sampai kepada Tuhan? Anggapan tersebut sama sekali tidak benar.
Orang yang melakukan penyimpangan, terjerumus dalam dosa, dan mengerjakan perbuatan terlarang berarti telah menganiaya qalbunya, mengotori jiwanya, dan mengurangi kadar keimanannya.
Wahai saudaraku, ketika engkau tidak bertobat dalam keadaan sehat, barangkali Allah akan mengujimu dengan berbagai penyakit dan musibah agar bersih dari dosa. Itu ibarat pakaian yang dicuci dengan air dan disetrika dengan listrik. Dengan begitu diharapkan pakaian tadi bebas dari kotoran, serta kembali bersih dan suci.
Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan ujian sebagaimana kalian menguji emas dengan api. Ada yang berupa emas murni. Begitulah kondisi orang yang terlindung dari syubhat. Tetapi, ada pula yang ternyata berupa tembaga. Itulah orang yang gagal menerima ujian.” (H.R. ath-Thabrānī).
Keimanan yang tertanam dalam qalbu ibarat pohon rindang yang tertancap di tanah. Jika ia tidak mendapat pengairan dan pupuk yang cukup, lalu ditimpa panas dan kekeringan, serta diterpa hama padang pasir, maka pohon tersebut menjadi kering dan daun-daunnya berguguran. Sehingga ia pun hanya bisa dimanfaatkan untuk kayu bakar.
Begitu pula dengan pohon keimanan. Apabila terputus dari perbuatan taat dan ‘amal shālih, lalu ia diterpa angin dosa dan maksiat, pohon keimanan itupun mengering, tak bisa berproduksi, tidak kukuh, atau malah akan mati dan musnah. Karena itu, siapa hendak melaksanakan kewajiban agama, ia harus meninggalkan semua perbuatan yang terlarang serta menutup pintu-pintu dosa dan maksiat.
Siapa meninggalkan sesuatu yang makrūh, akan dibantu meraih berbagai kebaikan. Sedangkan siapa meninggalkan yang mubāḥ, Allah akan membukakan untuknya pintu ketaatan, menolongnya dalam mengerjakan kewajiban, memberinya kelapangan, membukakan peluang baginya merasakan kehadiran Tuhan, dan mencerahkan cahaya keimanan dalam qalbunya. Semua itu tampak pada seluruh anggota badannya, gerakan jiwanya, ucapan lisannya, serta tanda-tanda keimanan terpantul jelas dari raut wajahnya. Orang yang dipersiapkan mendapat kedudukan mulia, Allah tak rela bila ia duduk di tempat sampah.
An-Nu‘mān ibn Basyīr r.a. mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Yang halāl itu jelas. Yang harām juga jelas. Antara keduanya ada sesuatu yang syubhat yang tak diketahui oleh sebagian besar orang. Siapa yang meninggalkan barang syubhat, bersihlah kehormatan dan agamanya. Sementara siapa yang terjatuh dalam syubhat, maka ia seperti penggembala yang memelihara ternaknya di sekitar tempat terlarang, besar peluang ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki wilayah terlarang. Dan wilayah terlarang milik Allah adalah semua yang diharāmkan. Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, semua anggota badannya akan menjadi baik. Tetapi, jika segumpal daging itu rusak, semua anggota badannya juga menjadi rusak.” (H.R. al-Bukhārī).
Ketahuilah bahwa yang bisa membuatmu malu pada hari kiamat nanti adalah harta yang kau peroleh lewat cara ḥarām atau kau belanjakan pada sesuatu yang ḥarām. Sungguh yang dikhawatirkan atas dirimu kalau engkau melakukan perbuatan dosa terus-menerus sehingga Allah membinasakan mereka secara berangsur-angsur (istidrāj). Allah berfirman: “Kami akan membinasakan mereka secara berangsur-angsur dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (al-A‘rāf [7]: 182).
Wahai manusia yang mengaku beriman, bertaqwālah kepada Allah dan jagalah agamamu sebagaimana engkau menjaga pendengaran dan penglihatanmu. Jauhilah dosa sebagaimana engkau menjauhi penyakit yang mematikan dan bakteri yang membinasakan. Janganlah engkau mendekat kepadanya lalu mengandalkan tobat. Sebab, menjaga diri lebih baik daripada mengobati.
Siapa meninggalkan sesuatu yang makrūh, akan dibantu meraih berbagai kebaikan. Sedangkan siapa meninggalkan yang mubāh, Allah akan membukakan untuknya pintu ketaatan, menolongnya dalam mengerjakan kewajiban, memberinya kelapangan, membukakan peluang baginya merasakan kehadiran Tuhan, dan mencerahkan cahaya keimanan dalam qalbunya.
Bisa jadi Allah menjatuhkanmu pada dosa guna mengeluarkan benih kesombongan dan ujub dari dirimu. Sebab, adakalanya seseorang melakukan shalat dua rakaat kemudian mengandalkan shalat tersebut dan merasa ‘ujub dengannya. Atau adakalanya ia berhaji ke Baitullāh lalu merasa yakin dengan hajinya tersebut. Inilah kebaikan yang terbingkai oleh kejahatan. Sebaliknya, bisa jadi seseorang terperosok ke dalam dosa lalu ia merasa hina dan bersalah. Inilah kejahatan yang terbingkai oleh kebaikan.
0 comments:
Post a Comment