Wednesday, April 21, 2021

Published April 21, 2021 by with 0 comment

Hijrah Ibrahim bin Adham

Suatu hari ketika Ibrahim bin Adham berada tidak jauh dari istananya, ia melihat seorang laki-laki menyantap remah roti. Ibrahim bin Adham tertegun. Ia pandangi orang itu dengan saksama hingga ia menghabiskan remah roti itu, kemudian minum dari air sungai yang terletak di bawah istanya. Setelah itu, orang itu tidur dengan lelapnya. Melihat itu, Ibrahim bin Adham terpikir sesuatu. Ia pun mengutus seorang pembantunya seraya berkata, "Jika orang itu sudah bangun, bawa kemari."

Setelah bangun, orang suruhan Ibrahim bin Adham berkata kepadanya, "Tuanku yang tinggal di istana ini ingin bertemu denganmu." Begitu datang, Ibrahim bin Adham berkata, "Wahai anak muda, engkau menyantap remah-remah roti, apakah engkau lapar?" Orang itu menjawab, "Ya". Ibrahim bin Adham bertanya lagi, "Apakah engkau kenyang?" Ia menjawab, "Ya." Ibrahim bin Adham bertanya lagi, "Lalu engkau tidur dengan pulas tanpa beban apapun?" Ia menjawab, "Ya." Ibrahi bin Adham berkata dalam hati, "Apa yang telah  aku perbuat selama ini dengan dunia? Memuaskna nafsu belaka."

Selanjutnya Ibrahim bin Adham mengembara dalam misi pencarian Allah. Ia ingin hijrah kepada-Nya dengan hati yang bersih dan niat yang tulus. Dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang yang berparas tampan, berpakaian menawan, serta wangi. Orang itu menyapanya, "Wahai Ibrahim, dari mana dan hendak kemana engkau?" Ibrahim bin Adham menjawab, "Dari dunia menuju akhirat." Orang itu bertanya lagi, "Wahai Ibrahim, apakah engkau lapar?" Ibrahim menjawab, "Ya." Orang itu kemudian shalat dua rakaat, kemudian salam. Tiba-tiba di sebelah kanannya tersaji makanan dan di sebelah kirinya tersaji minuman. Lalu, ia berkata, "Makanlah."

Ibrahim bin Adham pun makan sekedar menghilangkan lapar dan haus. Orang itu berkata, "Wahai Ibrahim, bersabarlah dan kuatkan kesabaranmu. Pikirkan, pahami, jangan bersedih hati, dan jangan terburu-buru, karena terburu-buru itu sifatnya setan. Wahai Ibrahim, jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Dia akan jadikan hatinya lentera untuk membedakan yang benar dari yang salah, di saat kebanyakan orang susah untuk membedakannya. Wahai Ibrahim, aku akan mengajarkanmu nama Allah yang paling agung. Jika engkau lapar, mohonlah kepada Allah dengan nama itu, niscaya Dia akan mengenyangkanmu. Dan jika engkau haus, mohonlah kepada Allah dengan nama itu, niscaya Dia akan menghilangkan rasa dahagamu. Jika engkau berjumpa dengan orang-orang baik, jadilah engkau tanah bagi mereka, biarkan mereka menginjakmu. Sesungguhnya Allah akan murka dengan murka mereka, dan Allah juga ridha dengan ridha mereka.

Orang itu kemudian berkata lagi, "Ya Allah, tutupilah aku darinya dan tutuplah dia dariku." Setelah itu Ibrahim bin Adham berpisah dengannya dan tak tahu kemana perginya. Ia pun terus melanjutkan perjalanannya. Di telinganya masih terngiang nama Allah yang paling agung yang diajarkan laki-laki itu. Di tengah perjalanan selanjutnya, Ibrahim bin Adham dikejutkan dengan seorang laki-laki yang tampan, berpakaian indah dan wangi yang menepuk pundaknya. Ia berkata, "Wahai Ibrahim, apa yang engkau inginkan dan apa yang engkau jumpai di tengah perjalananmu ini?" Ibrahim menjawab, "Seorang laki-laki dengan ciri-ciri seperti ini, dan ia mengajarkan padaku nama Allah yang paling agung yang dengannya aku meminta kepada-Nya." Orang itu tiba-tiba menangis. Ibrahim bin Adham kemudian berkata, "Demi Allah, siapakah sebenarnya orang itu?" Orang itu menjawab, "Ilyas. Allah mengutusnya kepadamu untuk mengajarkanmu tentang agamamu." Ibrahim kembali bertanya, "Lantas, siapakah engkau?" Ia menjawab, "Aku adalah Khidir."

Begitulah, oleh karena Ibrahim bin Adham hijrah dengan niat tulus karena Allah, yang dipertegas dengan tindakan nyata, maka ia pun berjumpa dengan para wali Allah. Ia pun belajar nama Allah yang paling agung dari mereka. Maka ia berhasil mendapatkan karamah dan maqam yang tinggi berkat niat yang tulus karena Allah Ta'ala. 

"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Begitu pula balasan setiap orang tergantung niatnya. Barangsiapa hijrah dengan niat karena Allah dan Rasul-Nya, maka (ia akan mendapatkan balasan) hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Namun, barangsiapa hijrah dengan niat karena ingin mendapatkan dunia atau menikahi wanita, maka (balasan) hijrahnya seperti yang ia inginkan." (HR Imam Bukhari dan Muslim)           
 

      edit

0 comments:

Post a Comment