Ustaz Khalid Basalamah dalam beberapa ceramahnya yang
beredar di Media Sosial menyatakan bahwa bolehnya melanjutkan makan sahur
ketika azan subuh telah berkumandang. Ustaz Khalid
Basalamah mendasarkan pendapatnya ini berdasarkan hadis Nabi. Berikut pendapat
Khalid Basalamah:
“Hadis
yang jelas, hadis sahih. Kalau kalian sedang mendengar azan, dan ditangan masih
ada sesuatu berupa minuman dan makanan yang sedang dikunyah, selesaikanlah.
kata ulama fikih selama azan belum selesai maka masih boleh, tapi bukan berarti
saat azan baru mengambil satu piring ya. Dan saya tidak tau kita di Indonesia
dari mana mengambil istilah Imsak. Imsak ini berhenti 20 atau 25 menit sebelum
azan. Ini ndak ada dalam Islam. Karena Nabi dulu punya dua muazin yaitu Bilal
dan Ibnu Ummu Maktum, saat dengar Ibnu Ummu Maktum azan maka makan saja
sedangkan saat Bilal azan berhentilah. Berarti saat azan ini masih boleh”.
Pendapat Khalid Basamalah yang membolehkan
makan sahur saat azan subuh sudah berkumandang adalah pendapat yang sesat dan
menyesatkan. Karena jelas ketika masuk subuh sudah dimulai puasa
dan wajib hukumnya untuk berhenti makan. Khalid Basalamah juga secara
serampangan menyebut ada ulama yang membolehkan makan ketika azan subuh belum
selesai. Yang menjadi pertanyaan adalah Ulama yang mana, apakah bisa
menyebutkan. Bisa dipastikan tidak bisa menyebutkan.
Tidak Ada Ulama Yang Membolehkan Makan Sahur
Saat Terdengar Suara Azan Subuh
Berikut pendapat Habib Hasan Bin Ahmad Alkaff
dalam kitabnya Taqrirat Sadidah, halaman 458.
“Kesalahan menjijikkan yang terjadi disebagian besar
masyarakat adalah sesungguhnya ketika mereka mendengar azan fajar (subuh)
bergegas untuk menyelesaikan minumnya karena keyakinan mereka bolehnya makan
dan minum selama azan masih berkumandang. Padalah secara jelas itu tidak diperbolehkan
dan barang siapa yang melakukan itu maka batallah puasanya.
Dan mereka wajib mengqodho puasanya. Karena muazin tidak akan pernah azan
kecuali telah masuk waktu fajar, dan ketika minum ditengah-tengah azan maka
jelas ia minum diwaktu fajar, dan itu semua disebabkan karena kebodohan. Dan
tidak pernah ada ulama yang mengatakan demikian (bolehnya makan waktu sahur)”.
Dari seni semakin jelas bahwa pendapat Ustaz Khalid
Basamalah adalah rancu untuk tidak disebut sebuah kesalahan yang amat fatal,
karena membolehkan makan sahur ketika azan sudah berkumandang.
Ustad
Khalid Basalamah juga secara serampangan dan salah dalam menyebut riwayat hadis
Nabi. Katanya Nabi punya dua muazin yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum.
Saat Ibnu Ummi Maktum azan masih boleh makan dan apabila
bilal yang azan maka berhentilah makan. Padahal
sebenarnya pemahamannya tidaklah demikian. Memang benar bahwa Nabi punya dua
muazin, akan tetapi dua muazin itu mempunyai fungsi yang berbeda, Bilal azan
untuk membangunkan orang,
sementara Ibnu Ummi Maktum azan memang ketika waktu subuh sudah
tiba. Dari sini sangat jelas bahwa Ustaz
Khalid Basamalah salah kaprah dalam memahami hadis sehingga sampai terbalik
dalam penyebutan muazinnya.
Berikut
penulis cantumkan hadisnya:
إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Artinya:
“Sungguh Bilal mengumandangkan adzan di malam hari. Tetaplah kalian makan dan
minum sampai Ibnu Ummi Maktum
mengumandangkan adzan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis ini sangat jelas bahwa ketika mendengar
azannya Bilal maka masih diperbolehkan makan, karena memang azan yang dilakukan
Bilal ini untuk membangunkan, sedangkan azannya Ibnu Ummi Maktum memang sudah
masuk waktu subuh dan harus berhenti makan ketika mendengar azan Ibnu Ummi Maktum.
Dari sini juga bahwa hadis yang membolehkan makan ketika azan yaitu saat azan
yang dilakukan oleh Bilal dan bukan azan yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum. Karena Ibnu Ummi Maktum azan pasti ketika sudah masuk waktu
subuh.
Pendapat Imam Nawawi Tentang Makan Sahur Saat Tiba Azan Subuh
Imam
Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’, jilid 6, halaman 312 menuliskan:
“Kami katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan makanan
masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan
puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah
masuk fajar, maka batallah puasanya. Permasalah ini sama sekali tidak ada
perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah
hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah bersabda:
إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Bilal azan di malam hari. maka tetaplah untuk makan dan minum
sampai Ibnu Ummi Maktum
mengumandangkan azan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Adapun
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ
عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan bejana (sendok,
pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan
hajatnya.”
Maka
mayoritas ulama memahaminya bahwa azan yang dimaksud dalam hadis ini
adalah azan sebelum terbit fajar subuh (azannya Bilal).
Dan
tentu ketika mendengar azan ini masih boleh minum karena waktu azan ini adalah
beberapa saat sebelum masuk subuh. Dan ketika
mendengar azan yang kedua (azannya Ibnu Ummi Maktum) maka wajib berhenti makan.
Bisa
disimpulkan juga bahwa azan pertama yang dilakukan Bilal ini oleh Ulama
Indonesia disebut waktu Imsak. Jadi bisa dikatakan waktu imsak adalah waktu
azan pertama yaitu beberapa menit sebelum memasuki fajar shodiq (waktu subuh).
Maka sangat tepatlah masyarakat Indonesia yang mulai menaham makan dan minum
sejak waktu imsak. Dan ini jelas sesuai hadis Nabi. Jadi pendapat Khalid
Basamalah yang menyatakan Imsak di Indonesia tiada dasarnya adalah karena
gagalnya memahami suatu hadis.
Sumber: di sini
0 comments:
Post a Comment